INSTRUMEN HUKUM BAGI E-COMMERCE
Oleh Erni Herawati
Belanja online saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan kebutuhan masyarakat terutama di perkotaan. Tidak adanya waktu luang untuk berbelanja kebutuhan di tempat perbelanjaan membuat masyarakat memilih belanja online sebagai alternatif utama. Dengan perkembangan teknologi yang terus berkembang dan dibarengi dengan penyerapan teknologi oleh masyarakat melalui berbagai perangkat untuk mengakses Internet dan melakukan belanja online menjadikan hal ini sebagai aktivitas bagi sebagian pengguna smartphone. Akibatnya, muncul penjual-penjual online di jagat Internet yang menawarkan hampir semua kebutuhan hidup manusia. Perusahaan-perusahaan juga melirik penjualan dan promosi produk melalui aktivitas-aktivitas yang bisa dilakukan di Internet, misalnya dengan memiliki domain sendiri, membuat aplikasi tentang produk yang bisa diunduh di smartphone, mendorong orang lain untuk promosi dan sebagainya. Bagi konsumen, belanja online bisa dilakukan dimana saja, sambil bekerja di kantor, sedang makan siang, di kendaraan dan dimanapun. Internet telah menciptakan pasar baru dan mempertemukan produsen dan konsumen. Namun sejalan dengan manfaat yang dapat diperoleh, selalu muncul kesempatan dan niat orang untuk melakukan kejahatan.
Saat ini konsumen belanja online mulai membutuhkan rasa aman dalam melakukan transaksi. Sudah tidak asing didengar bahwa barang-barang yang ditawarkan oleh penjual tidak sesuai dengan barang yang dikirimkan ke konsumen. Gambar dan informasi yang tersaji tidak sesuai dengan barang yang diterima konsumen. Hal ini bisa saja terjadi karena masih banyak kekosongan hukum mengenai bagaimana mekanisme belanja secara online. Dimulai dari siapa penjual dan siapa yang boleh menjual, atau bagaimana prosedur jual beli secara online yang diatur oleh hukum. bagaimana pembayaran dan penyerahan barang antara konsumen dan penjual. Semuanya ini membutuhkan mekanisme dan prosedur yang jelas dan mengakomodasi kepentingan para pihak.
Memang tidak mudah menyusun sebuah aturan main yang jelas untuk mengatur transaksi online di Internet. Mengingat kebebasan yang muncul dari saluran Internet saat ini membuat semua orang dapat mengakses Internet dengan mudah dan merasa berhak menggunakan saluran tersebut dengan sebebas-bebasnya. Saat ini muncul pemikiran bahwa orang memiliki hak untuk menjual barang secara konvensional ataupun secara online, sehingga dapat ditemui pada sebagian besar media sosial orang yang melakukan penjualan barang. Bahkan mungkin saja seseorang menggunakan media sosial dengan tujuan memang untuk menjual barang. Kegiatan belanja online termasuk ke dalam ranah e-commerce, dan sebetulnya ketentuan tentang hal ini dapat dilihat antara lain dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektornik, PP No. 82 Tahun tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Undang-undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Namun hukum yang tersedia sebaiknya tidak hanya menyediakan aturan tentang bagaimana konsumen dapat menuntut kerugian, namun juga harus dipikirkan tentang bagaimana menciptakan sebuah sistem yang dapat mengantisipasi dan mencegah tindakan kejahatan serta menjamin rasa aman konsumen. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah berencana menerbitkan peraturan tentang e-commerce ini. Namun sampai saat ini belum ada kabar lebih lanjut tentang peraturan yang dimaksud. Semoga pengaturan yang dibuat oleh Kementerian Perdagangan bisa dijadikan sebagai acuan dalam melakukan transaksi online dan memberikan keamanan kepada konsumen pada khususnya. (***)