People Innovation Excellence

FORMULASI EKONOMI KREATIF VERSI INDONESIA

Oleh Bambang Pratama (Februari 2017)

Pendahuluan

Secara yuridis historis landasan hukum dari industri kreatif dimulai dari Undang-undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, kemudian diikuti oleh Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, yang dinamakan dengan ‘industri kreatif’. Instrumen hukum lainnya terkait industri kreatif adalah Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Pemerintah juga membentuk badan ekonomi kreatif dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2015 pada bulan Januari 2015. Akan tetapi pemerintah melakukan revisi 6 bulan kemudian dengan dikeluarkan Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif.

Hal menarik dari rangkaian kebijakan tentang industri kreatif adalah tidak adanya satu definisi yang jelas tentang konsep industri kreatif. Pada level undang-undang definisi industri kreatif juga tidak dijelaskan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah dalam menggagas industri kreatif seperti tergesa-gesa tanpa perencanaan dan road map yang jelas sehingga ada kemungkinan gagasan  konsep ekonomi kreatif belum matang secara konseptual, yang mana hal ini tercermin secara yuridis historis. Kejelasan definisi hukum menjadi penting untuk menilai ruang lingkup dari industri kreatif dan untuk menjadikan hukum sebagai sarana pembangunan ekonomi kreatif.

Jantung dari ekonomi kreatif adalah komersialisasi kekayaan intelektual untuk mendapat manfaat ekonomi. Oleh sebab itu dapat dikatakan: semakin banyak jumlah hak kekayaan intelektual di suatu negara maka pertumbuhan ekonominya juga akan tinggi.[1] Untuk mampu menghasilkan kekayaan intelektual, tentunya strategi di tiap-tiap negara berbeda, karena potensi yang dimiliki juga berbeda-beda. Dalam konteks Indonesia yang sangat kaya dengan budaya dan sumber daya alam, justru potensi budaya inilah perlu dioptimalkan secara cermat agar dapat menggerakkan ekonomi dan menjadikannya sebagai ekonomi kreatif versi Indonesia.

Secara teoretis, ada dua pendekatan yang dilakukan di negara-negara maju untuk mengembangkan ekonomi kreatif, yaitu: (1) konsep triple helix[2] yang dikembangkan di Eropa, dan (2) konsep quad helix[3] yang dikembangkan di Amerika Serikat. Letak perbedaan dari kedua konsep di atas berada pada partisipasi komunitas dan optimalisasi di tiga area, mencakup: computerized information (includes software), innovative property (scientific & non-scientific), economy competencies (brand equity & firm-specific intangobles).[4]

Konsep Ekonomi Kreatif versi Indonesia

Di atas kertas, ekonomi kreatif Indonesia tidak bisa ditranplantasikan dari Amerika Serikat, begitu juga Eropa. Pasalnya potensi kekuatan antara Indonesia dengan dua negara memiliki karakter yang berbeda. Kemajuan ekonomi kreatif di Amerika Serikat lebih didasarkan pada kekuatan riset dan pengembangan (R&D) berkolaborasi antara akademisi (researcher) dan pengusaha yang solid membuat industri di Amerika menjadi kuat. Berbeda jika dibandingkan dengan negara-negara di Eropa yang secara nature ekonominya lebih bertumpu pada kekuatan uang, yang mana pasca perang dunia kedua investasinya lebih banyak ditujukan pada manufaktur pembangunan infrastruktur, gedung, mesin dan peralatan lainnya.[5] Akibatnya kekuatan ekonomi Eropa di bidang ekonomi kreatif lebih rendah jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang cenderung dinamis dan aktif dalam mengolah ilmu pengetahuan dan kreativitas (intangible assets).[6]

Berangkat dari kekuatan yang dimiliki Indonesia maka ekonomi kreatif versi Indonesia adalah komersialisasi budaya lokal, indikasi geografis dan pariwisata. Masalah yang dihadapi adalah cara mengkomersialisasikannya yang belum memiliki pola secara terstruktur. Akibatnya masing-masing daerah berjalan sendiri-sendiri, padahal level-playing field antar daerah berbeda-beda. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode atau cara untuk dapat mengorganisasikan kekuatan-kekuatan di daerah melalui rekayasa sosial (social enginering). Untuk dapat melakukan rekayasa sosial, maka setidaknya ada dua cara yang bisa dilakukan.

Penguatan Ekonomi Lokal Berbasis Potensi Daerah

Langkah pertama yang bisa dilakukan untuk dapat menguatkan ekonomi lokal adalah memetakan kekayaan-kekayaan budaya Indonesia, produk indikasi geografis, dan pariwisata. Setelah pemetaan, langkah yang dilakukan adalah mendaftarkan kekayaan intelektual dari kekayaan alam tersebut. Jika kedua langkah di atas telah berjalan, maka produk-produk budaya bisa dijual dan dikomersialisasikan. Tanpa adanya perlindungan hukum kekayaan intelektual, maka kekuatan budaya lokal niscaya tidak akan berhasil. Alasannya: tidak ada satu produk asing yang beredar di Indonesia tanpa dibalut oleh hukum kekayaan intelektual. Oleh sebab itu, untuk dapat menjalankan program ini diperlukan sinergitas antara pemerintah daerah, kementerian hukum dan HAM dan konsultan kekayaan intelektual.

Membentuk Market Place Kekuatan Ekonomi Lokal

Kekuatan ekonomi lokal hingga saat ini tidak bisa dirasakan oleh masyarakat banyak. Dirasakan di sini, adalah dapat dengan mudah dicari di Internet dan dapat dipesan secara mudah oleh masyarakat luas.

Hal ini menjadi penting agar konsumsi masyarakat luas dapat menggunakan produk-produk daerah. Salah satu kelemahan yang terjadi adalah kesulitan akses, jalur distribusi, dan mahalnya produk daerah. Pasalnya produk-produk tersebut tidak tersedia di gerai supermarket.

Misalnya: ada beberapa jenis kopi lokal di daerah Jawa Timur yang tidak diketahui oleh masyarakat Indonesia. Padahal kopi tersebut di eksport ke luar negeri dan di jual dengan harga murah. Oleh sebab itu sistem market-place produk lokal ini menjadi penting untuk dapat dirasakan masyarakat secara luas.

Penutup

Pengembangan ekonomi kreatif dengan mengenali potensi yang dimiliki adalah langkah yang paling tepat, karena secara kemampuan tinggal dioptimalkan. Indonesia sebagai negara yang memiliki beraneka ragam budaya seharusnya bisa mengenali hal ini. Dengan bantuan sarana sarana TIK optimalisasi budaya juga bisa dilakukan dan dipromosikan secara luas. Kunci keberhasilan dari optimalisasi potensi ekonomi dari budaya yang dimiliki tentunya mensyaratkan partisipasi aktif dari masyarakat dan komponen-komponen penunjang ekonomi kreatif seperti pemerintah, pengusaha dan komunitas. Melalui program terstruktur yang dibuat maka ekonomi kreatif berbasis budaya akan berkembang dengan cepat untuk menggerakkan ekonomi nasional yang memiliki jati diri bangsa Indonesia melalui keragaman budaya.

 

Pustaka Acuan

[1]    Mónica L. Azevedo, Sandra T. Silva and Óscar Afonso, Intellectual Property Rights and Endogenous Economic Growth – Uncovering the Main Gaps in the Research Agenda, Intech Europe, Open Science-Open Minds, Croatia, 2012. hlm: 56.

[2]    Konsep Triple Helix adalah kolaborasi antara akademisi, pengusaha dan pemerintah untuk mengembangkan ekonomi. Lihat: Henry Etzkowits & Loet Leydesdorff, The Dynamics of Innovation: From National System and “Mode 2” to a Triple Helix of University-Industry-Government Relation, Research Policy, 29, Elsevier, 2000, hlm: 111.

[3]    Ernest J. Wilson III, How to Make a Region Innovative, to Foster Economic Growth, Innovation Clusters Need to Draw on The Power of an Interrelated “Quad” of Sectors: Public, Private, Civil, and Academic, Issue 66 Spring 2012, Booz & Co. New York, 2012, hlm: 2-3.

[4]    Simplikasi bidang industri yang dikenal dengan teori CHS ditujukan untuk menghitung asset tangible dan intangible pada suatu perusahaan. Lihat: Carol Corrado, Charles Hulten & Danel Sichel, Intangoble Capital and U.S. Economic Growth, Review of Income and Wealth, Oxford, USA. 2009. hlm: 676.

[5]    Kristian Uppenberg, The Knowledge Economy in Europe, Luxemberg, October, 2009. hlm: 2.

[6]    Leonard I. Nakamura, Intangible Assets and National Income Accounting, Working Paper No. 08-23, Federal Reserve Bank of Philadelphia, October, 2008, hlm: 29.


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close