PAJAK DAN PAJAK PENGHASILAN
Oleh BATARA MULIA HASIBUAN (Februari 2017)
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara, karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan bagi para warganya yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah melalu Menteri Keuangan Sri Mulyani, menargetkan penerimaan pajak tahun 2017 sebesar Rp. 1.498 T dan sehagian besar dari target ini berasal dari pajak penghasilan (PPh).[1]
Untuk itu, dalam tulisan ini akan digambarkan mengenai apa itu pajak dan pajak penghasilan. pengertian pajak beberapa sarjana memberikan pendapat dengan bebarapa batasan apa yang dimaksud dengan pajak itu, seperti yang disampaikan oleh P. J. A. Andriani tentang pengertian pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”. [2]
Selanjutnya Rochmat Soemitro memberikan pengertian atau defenisi pajak, adalah : “peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”. [3] Sejalan dengan pengertian pajak sebelumnya, Rochmat Soemitro juga berpendapat, pungutan pajak mengurangi penghasilan/kekayaan individu tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang akhirnya kembali lagi kepada seluruh masyarakat yang bermanfaat bagi rakyat (tidak hanya yang membayar pajak, tetapi juga kepada rakyat yang tidak membayar pajak).[4]
Pengertian pajak yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut dengan UU KUP), Pasal 1 ayat (1), disebutkan: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para sarjana dan pengertian menurut undang-undang di atas, penulis pajak itu merupakan kewajiban setiap warga negara secara pribadi atau badan untuk memberikan sebahagian dari kekayaannya kepada negara untuk dipergunakan bagi kesejahteraan masyarakat, berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dari berbagai pengertian yang tersebut di atas, dapat dikatakan adanya beberapa ciri atau karakteristik pajak, yaitu sebagai berikut :[5]
- Pajak dipungut berdasarkan adanya undang-undang ataupun peraturan pelaksananya.
- Terhadap pembayaran pajak tidak ada tegen prestasi yang dapat ditunjukkan secara langsung.
- Pemungutannya dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sehingga ada istilah pajak pusat dan pajak daerah.
- Hasil pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, dan apbila terdapat kelebihan maka sisanya digunakan untuk public investment.
- Di samping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukkan dana dari rakyat ke dalam kas negara (funsi budgeter), pajak juga mempunyai funsi yang lain, yakni fungsi mengatur.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas tentang pengertian pajak, selanjutnya secara khusus akan diuraikan mengenai pengertian pajak penghasilan.
Sebagai dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah UU PPh dan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, pengertian pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif.[6]
Sesuai dengan pengertian pajak penghasilan di atas, mensyarakatkan beberapa hal, antara lain mengenai subyek pajak penghasilan dan obyek pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUPPh dikatakan bahwa yang menjadi Subyek pajak adalah : a. 1) orang pribadi; 2) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; b. badan; dan c. bentuk usaha tetap. Subyek pajak tersebut akan dikenakan pajak penghasilan bilamana terpenuhi syarat obyektif yaitu menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan obyek pajak penghasilan.
Pengertian penghasilan yang merupakan obyek dari Pajak Penghasilan, menurut Pasal 4 UU PPh dirumuskan ”setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dari seluruh uraian di atas, dapat lihat pengenaan pajak kepada setiap warga negara untuk dapat membiayai penyelenggaraan negara terutama dari penghasilan wajib pajak, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang akhirnya kembali lagi kepada seluruh masyarakat yang bermanfaat bagi rakyat.(***)
REFERENSI:
[1] http://finance.detik.com/ekonomi-bisnis/3330166/sri-mulyani-target-penerimaan-perpajakan-2017-rp-1498-t-naik-15
[2] P.J.A. Andriani, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 1992, hlm. 2.
[3] Rochmat Soemitro, Pajak dan Pembangunan, Eresco, Bandung, 1974, hlm. 8.
[4] Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 1988, hlm. 2.
[5] Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Andi, Yogyakarta, 2009, hlm. 4.
[6] Anonymous, Pajak Penghasilan, http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_penghasilan.
Published at :