INVESTASI DAN SEJARAH PERKEMBANGAN INVESTASI ASING DI INDONESIA
Oleh BATARA MULIA HASIBUAN (Februari 2017)
Dalam berbagai literatur hukum ekonomi atau hukum bisnis, terminologi “investasi” dapat berarti “penanaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (domestic investor) yang disebut dengan penanaman modal dalam negeri, investor asing (foreign direct invesment, FDI) yang disebut penanaman modal asing, dan penanaman modal yang dilakukan secara tidak langsung oleh pihak asing (foreign indirect investment, FII). Untuk FII dikenal dengan istilah penanaman modal dalam bentuk portofolio, yakni pembelian efek lewat Lembaga Pasar Modal (Capital Market).[1]
Jurgen Basedow juga mengemukakan pendapatnya tentang hal di atas, sebagaimana dikutip oleh An An Chandrawulan. Menurutnya, hukum nasional dan internasional yang mengatur penanaman modal asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) sangat dinamis, hal ini dipengaruhi oleh cepatnya perkembangan penanaman modal asing, strategi penggabungan perusahaan dan global merger dari perusahaan-perusahaan multinasional (MNCs).[2]
Dalam hal ini, penulis akan membahas tentang investasi atau penanaman modal yang dilakukan secara langsung, baik yang dilakukan oleh investor lokal (domestic investor) maupun investor asing melalui foreign direct invesment (FDI), dan di dalam UU Penanaman Modal tidak ada membedakan di antara investor lokal dan asing. Untuk itu, terlebih dahulu akan digambarkan tentang pengertian dari investasi atau penanaman modal, yang disadur dari beberapa literatur.
Bryan A. Garner, memberikan defenisi investasi (investment): “An expenditure to acquire property or assets to produce revenue; a capital outlay.”[3]
M. Sornarajah juga memberikan defenisi tentang foreign investment (investasi asing), yaitu sebagai berikut : “Foreign investment involves the transfer of tangible or intangible assets from one country to another for the purpose of their use in that country to generate wealth under the total or partial control of the owner of the assets”. [4]
Secara umum, Ida Bagus Rahmadi Supanca mengartikan investasi sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person), dalam upaya meningkatkan dan atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk tunai (cash money), peralatan (equipment), aset tak bergerak, hak kekayaan intelektual, maupun keahlian.[5]
Dari pengertian yang diuraikan di atas, akan diuraikan perkembangan investasi atau penanaman modal asing di Indonesia, yang dimulai dari Kabinet Ali Sastroamdjojo pertama (1952-1953) dengan mempersiapkan peraturan untuk menarik penanaman modal asing di Indonesia, namun peraturan ini belum sempat diajukan ke parlemen oleh karena jatuhnya kabinet ini. Pada Kabinet Ali Sastroamdjojo kedua, tahun 1953 mengajukan Rencana Undang-undang Penanaman Modal Asing, yang mengandung syarat-syarat sedemikian rupa, agar jangan sampai penanaman modal asing menghambat pembangunan masyarakat Indonesia. Rencana Undang-undang Penanaman Modal Asing ini juga tidak memperoleh persetujuan parlemen.[6]
Setelah Rencana Undang-undang Penanaman Modal Asing yang diajukan oleh Kabinet Ali Sastroamdjojo kedua, pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing. Undang-undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing ini diterbitkan dengan pertimbangan, yaitu sebagai berikut :
- Bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia serta memperbesar produksi nasional guna mempertinggi tingkatan penghidupan rakyat, sangat diperlukan modal;
- Bahwa modal yang didapat di Indonesia pada waktu ini belum mencukupi sehingga dianggap berfaedah menarik modal asing untuk ditanam di Indonesia;
- Bahwa perlu diadakan ketentuan-ketentuan yang jelas untuk memenuhi kebutuhan akan modal guna pembangunan nasional, di samping menghindarkan keragu-raguan dari pihak modal asing.
C.F.G Sunarjati Hartono menyebutkan bahwa Undang-undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing ini mengadakan restriksi-restriksi yang lebih ketat lagi dari rencana Undang-undang Penanaman Modal Asing yang telah ditolak oleh parlemen pada tahun 1953.[7]
Penulis melihat pembatasan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing ditujukan pada perusahaan yang lazim dikerjakan oleh warganegara Indonesia tertutup untuk modal asing dan modal asing diperkenankan bekerja dalam lapangan produksi dengan pembatasan-pembatasan terhadap jenis perusahaan. Selain pembatasan di bidang lapang produksi dan jenis perusahaan, di dalam Undang-undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing diatur mengenai kelongaran-kelongaran yang diberikan untuk penanaman modal asing (sekarang disebut fasilitas penanaman modal), yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut :
- Pajak berganda. Dengan perjanjian internasional diusahakan pencegahan pemungutan pajak berganda, sebagaimana di atur dalam Pasal 11.
- Pajak perseroan. Undang-undang dan/atau peraturan-peraturan yang bermaksud memberikan keringanan pemungutan pajak perseroan, cara penyusutan yang khusus atas barang modal, keringanan atau kompensasi kerugian khusus pembebasan pemungutan bea meterai dan keringanan bea masuk atas alat perlengkapan dan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam perusahaan sesudah mendapat persetujuan dari Dewan atas nama Pemerintah dapat berlaku pula untuk perusahaan asing, sebagaimana diatur dalam Pasal 11.
Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing dicabut dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1965 tentang Pencabutan Undang-Undang No. 78 Tahun 1958 Tentang Penanaman Modal Asing, yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 15 Prp Tahun 1960. Dasar pertimbangan diterbitkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1965, bahwa penanaman modal asing di Indonesia, yang bagaimanapun juga adalah bersifat menarik keuntungan sebanyak-banyaknya dan dengan demikian menjalankan terus menerus penghisapan atas rakyat Indonesia, serta menghambat jalannya Revolusi Indonesia dalam menyelesaikan tahap nasional demokratis untuk mewujudkan Sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila dan untuk melaksanakan prinsip berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi dan prinsip Dekon untuk membangun ekonomi nasional yang bersih dari sisa-sisa imperialisme dan feodalisme, harus dikikis habis penanaman/operasi modal asing di Indonesia, sehingga dapat memperbesar produksi nasional guna mempertinggi tingkat penghidupan Rakyat Indonesia.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1965, di dalam Pasal 2 disebutkan, bahwa pelaksanaan Pasal 10 TAPMPRS No. VI/MPRS/1965,[8] dan kerja sama ekonomi dengan luar negeri, tanpa penanaman modal asing di Indonesia, akan diatur dalam undang-undang. Setelah adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965, penanaman modal asing di Indonsia tidak ada, sampai periode tahun 1967, dengan diterbitkan undang-undang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Sebelum dibuatnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, landasan kebijaksanaan ekonomi Indonesia yang berkaitan dengan penanaman modal, sebagaimana yang disebutkan oleh C.F.G Sunarjati Hartono, adalah berdasarkan Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijakasanaan Landasan Ekonomi Keuangan dan Pembangunan, Pasal 9, yang isinya: “Pembangunan ekonomi terutama berarti mengolah kekuatan ekonomi potensi menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan tehnologi, penambahan pengetahuan peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan management.” [9]
Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijakasanaan Landasan Ekonomi Keuangan dan Pembangunan ini dijadikan patokan bagi pemerintah saat itu untuk menentukan kebijakan ekonomi, khususnya di bidang penanaman modal asing dan landasan diterbitkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang berlandaskan pada kebijaksanaan ekonomi di atas, dengan pertimbangan bahwa kekuatan ekonomi potensil yang terdapat banyak di seluruh wilayah tanah air yang belum diolah untuk dijadikan kekuatan ekonomi riil, yang antara lain disebabkan oleh karena ketiadaan modal, pengalaman dan teknologi. Untuk itu penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia serta digunakan dalam bidang-bidang dan sektor-sektor yang belum dan atau tidak dapat dilaksanakan oleh modal Indonesia sendiri. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 ini juga diterbitkan menghindarkan keragu-raguan dari pihak modal asing.
Pengertian penanaman modal asing di dalam undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut. Pemerintah menetapkan rincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas, dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanam modal asing dalam tiap-tiap usaha tersebut, selanjutnya lebih dikenal dengan daftar bidang usaha terbuka untuk penanaman modal. Bidang-bidang usaha yang diatur dalam Undang-undang Nomor 78 Tahun 1958, dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, menjadi tertutup untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh, karena bidang-bidang tersebut penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak, selanjutnya lebih dikenal dengan daftar bidang usaha tertutup untuk penanaman modal.
Kepada perusahaan-perusahaan modal asing yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, diberikan kelonggaran-kelonggaran perpajakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 15, berupa pembebasan dan keringanan. Selain pemerintah membuka bidang-bidang usaha untuk penanaman modal asing yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967, pemerintah juga mengatur tentang penanaman modal dalam negeri, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, pada Pasal 1 ayat (1) terdapat definisi: “Modal Dalam Negeri ialah Bagian daripada kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan bendabenda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing”.
Dengan adanya dua kebijakan yang mengatur tentang penanaman modal ini, memberikan gambaran adanya pemisahaan antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Pemisahan pengaturan penanaman modal, selanjutnya sesuai dengan perkembangan sistem perdagangan internasional dan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Dengan sahkannya Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Indonesia selalu berusaha menegakkan prinsip-prinsip pokok yang dikandung dalam General Agreement on Tariff and Trade/GATT 1947 (Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan Tahun 1947), berikut persetujuan susulan yang telah dihasilkan sebelum perundingan Putaran Uruguay. Termasuk didalamnya yang membahas mengenai Trade Related Investment Measures/TRIMs (Ketentuan Investasi yang berkaitan dengan Perdagangan), yang bertujuan untuk mengurangi atau menghapus segala kebijakan di bidang investasi yang dapat menghambat kegiatan perdagangan.
Seiring dengan perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri telah diganti karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal. Sesuai dengan pertimbangan di atas, Pemerintah Indonesia membentuk aturan penanaman modal yang tidak memisahkan antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri, yaitu Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. (***)
REFERENSI:
[1] Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 1.
[2] An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, Alumni, Bandung, 2011, hlm. 37.
[3] Bryan A. Garner, Black Law Dictionary, Eight Edition, Thomson West, USA, 2004, hlm. 844.
[4] M. Sornarajah, The International Law on Foreign Investment, Cambidge University Press, New York, 2010, hlm. 8.
[5] Ida Bagus Rahmadi Supanca, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 1-2.
[6] C.F.G Sunarjati Hartono, Beberapa Masalah TransnasionalDalam Penanaman Modal Asing di Indonesia, Binatjipta, Bandung, 1972, hlm. 3.
[7] C.F.G Sunarjati Hartono, Ibid, hlm. 3.
[8] Pasal 10 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. VI/MPRS/1965 : Melaksanakan nasionalisasi dan bila perlu mensita semua perusahaan asing yang bermusuhan, hingga tercapai kebebasan penuh di bidang ekonomi dan distribusi.
[9] C.F.G Sunarjati Hartono, Op.Cit, hlm. 29.
Published at :