MEMBUMIKAN HUKUM DI TAIWAN
Oleh REZA ZAKI (Januari 2017)
Taiwan. Apa yang pertama kali muncul di benak kita? orang terbiasa mengidentikkan Taiwan dengan F4, Bubble milk tea, ASUS, dan HTC. Memang, wilayah yang sering disebut dengan Bumi Formosa ini pertama kali dikenal masyarakat Indonesia melalui tayangan drama “Meteor Garden” dengan F-4 nya yang sangat “booming”. Selain itu, dengan kecanggihan IT dan semi-konduktornya, produk Taiwan ikut meramaikan pasar gadget dunia. Dan lagi, beberapa tahun terakhir, makanan dan minuman khas Taiwan juga mulai menyemarakkan dunia kuliner tanah air, terutama di kota-kota besar.
Akan tetapi Taiwan tak hanya itu, apabila kita dengan jeli menelusuri negeri ini dari mulai kota hingga pelosok, maka kita akan temukan suasana hukum yang hampir merata. John F.Cooper menulis sebuah buku berjudul “Taiwan : Nation State or Province ?”
Cooper mengungkapkan bahwa memahami sejarah politik Taiwan adalah suatu hal yang kompleks, karena merupakan pengaruh dari masyarakat lokal, kolonialisme Barat, sistem birokrasi Cina da Feodalisme Jepang. Akan tetapi melalui tulisan ini, akan mencoba membahas berbagai hal terkait dengan sistem poltik di Taiwan, termasuk konstitusi, sistem politik dan pemerintahan, partai politik, pemerintahan tingkat lokal dan partisipasi politik Taiwan.
Mengawali sejarah politiknyanya pada abad ke tujuh belas sebagai koloni Belanda, Taiwan mengalamai masa kekosongan kekuasaan (Vacum of Power) sebelum akhirnya dikuasi oleh Cina. Negara Taiwan belum memiliki pemerintahan yang efektif sebelum akhirnya di jajah oleh Jepang pada tahun 1895. Setelah perang dunia II sistem politik Taiwan ditranplantasikan dari Cina oleh Chian Kaishek dengan tujuan mendirikan suatu negara Republik Cina. Pertumbuhan ekonomi pasar yang bebas pada awal tahun 1960 dilihat Taiwan sebagai suatu kesempatan untuk melakukan reformasi politik sebagai langkah awal menuju negara demokrasi.
Pada tahun 1960, politik Taiwan diliputi dengan ide-ide politik Barat, terutama kebebasan hak individu seperti yang dipraktikkan di Barat menjadi hal yang diidealkan, terutama oleh generasi muda Taiwan. Di samping itu, dalam hal ekonomi eksistensi Taiwan dalam pasar bebas diperluas dan perdagangan luar negeri tumbuh. Pada masa ini demokrasi hadir sebagai suatu keharusan, diikuti dengan arus informasi yang semakin terbuka bebas dan dilihat sebagai suatu hal penting untuk akuisisi teknologi dan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, budaya politik Taiwan diserap baru komponen demokratis.
Singkatnya, budaya politik Taiwan telah dibentuk oleh keragaman pengaruhterutama demokrasi Barat yang memfasilitasi masyarakat lebih konservatif dan mendukung hak-hak individu. Akan tetapi, demokrasi Taiwan berbeda, demokrasi Taiwan seringkali disebut sebagai demokrasi versi Asia, demokrasi yang menekankan pentingnya kerja keras serta stabilitas sosial, beranggapan bahwa keluarga merupakan institusi sosial yang utama, serta menghormati yang lebih tua, sistem birokrasi dalam demokrasi versi Asia berusaha untuk bekerja secara efisien dan menghindari perdebatan yang dianggap hanya membuang waktu.
Selanjutnya dalam hal konstitusi merupakan dasar hukum untuk pembentukan dan pengaturan negara. Konstitusi Taiwan mengalami beberapa kali amandemen sejak tahun 1946, dimana konstitusi pertama kali disetujui oleh pemerintahan Chiang, dokumen ini mendeskripsikan bentuk pemerintahan Taiwan sebagai campuran dari sistem presidensial, parlemen dan kabinet, secara garis besar bentuk pemerintahan Taiwan berpusat pada pemerintahan tataran nasional yang berkuasa penuh terhadap angkatan polisi dan militer, walaupun pada tataran lokal, masyarakat diberikan sejumlah otonomi dalam mengatur keuangan serta membuat kebijakan yang tidak berkaitan dengan kepentingan nasional. Konstitusi Taiwan juga mengatur perlindungan kalangan minoritas sampai pemerintah menginisiasikan tindakan afirmatif demi memastikan representasi dari kalangan minoritas di parlemen, konstitusi Taiwan juga secara detail menjelaskan tentang visi dan misi negara dalam aspek ekonomi, pertahanan, kebijakan luar negeri, jaminan sosial, serta pendidikan, hal ini sangat jarang ditemukan dalam konstitusi negara-negara barat.
Pada tahun 1992, konstitusi kembali diamandemen dan mengubah beberapa poin penting dalam kontkes penyelenggaran kehidupan politik di Taiwan, di antaranya aturan pemilihan umum majelis nasional menjadi empat tahun sekali, pemilihan umum secara langsung presiden menjadi empat tahun sekali, anggota dari badan Kontrol Yuan ditunjuk, tidak lagi melalui pemilihan umum secara tidak langsung, reformasi pemerintahan provinsi dan pemerintahan lokal, menjamin dukungan penuh pemerintah terhadap penelitian ilmu alam serta teknologi, perlindungan lingkungan, amandemen hak universal yang mencakup hak perempuan di Taiwan dan jaminan keselamatan serta perlindungan bagi mereka yang cacat dan memiliki keterbatasan fisik maupun mental, kalangan minoritas serta suku aborigin. Kemudian beberapa kali terdapat amandemen konstitusi pada tahun 1994, 1997, 1999, dan 2003.
Kokohnya hukum di negeri yang berpenduduk kurang lebih 24 juta orang ini sudah melebur dengan jati diri warga negaranya. Transportasi umum datang tepat waktu, warga tak sembarang membuang sampah, tidak ada petugas parkir, warga justru secara mandiri dan jujur membayar biaya parkir ke pemerintah, kemudian polisi kampus juga begitu ketat dalam menjalankan kebijakan internal mereka dan masih banyak lagi ketertiban hukum di negeri ini. Indonesia jelas bisa berguru pada pembumian hukum di Taiwan. Tak ada kata terlambat. (***)