‘ACQUIT ET DE CHARGE’ DIREKSI
Oleh AGUS RIYANTO (Januari 2017)
Direksi, sebagai wujud pertanggung-jawaban, berkewajiban menyampaikan Laporan tahunan (Pasal 66 UU Perseroan Terbatas). Laporan tahunan adalah laporan menyeluruh mengenai perkembangan dan pencapaian, serta kinerja dari perusahaan dalam satu tahun berjalan. Laporan tersebut harus mendapatkan persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). Dengan disetujuinya pertanggung-jawaban laporan tahunan, maka Direksi mendapatkan “acquit et de charge” (pembebasan dan pelunasan; release and discharge). Acquit diterjemahkan sebagai “to clear (a person) of a criminal charge” (Black Law Dictionary). Acquit et de charge diartikan sebagai “to set free, release or discharge from an obligation, duty, liability, burden, or from an accusation or charge” (Wikipedia). Hal ini berarti dengan acquit et de charge, maka direksi dibebaskan dari tanggung jawabnya, tugas atau kewajiban terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan. Konsekuensinya, maka Direksi tidak dapat dituntut bertanggung-jawab dalam hal terjadinya kerugian yang di derita perseroan.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah: apakah dengan telah diterimanya laporan tahunan direksi tersebut, maka dengan sendirinya seluruh tindakannya menjadi bebas dari segala tuntutan hukum yang akan terjadi dikemudian hari. Di dalam praktik terdapat dua penjelasan sebagai jawabannya. Pertama, bahwa acquit et de charge itu hanya berlaku terhadap perbuatan-perbuatan hukum direksi yang telah dilaporkan atau tercermin dalam laporan tahunan dan laporan itu telah diterima oleh RUPST. Sebaliknya, perbuatan-perbuatan hukum direksi yang tidak dilaporkan atau tercermin dalam laporan tahunan, maka menjadi tanggung-jawabnya pribadi dengan segala akibat hukumnya. Kedua, acquit et de charge hanya akan memberikan pembebasan dan pelunasan yang bersifat perdata, sedangkan perbuatan hukum direksi yang bersifat pidana tidak termasuk dan oleh karena itu tidak dapat diberikan acquit et de charge. Dengan demikian, berarti direksi tetap harus bertanggung-jawab terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukan olehnya, baik untuk dan atas nama perseroan, sehingga perseroan tidak dapat dipersalahkan.
Yang patut disayangkan UUPT tidak mengatur acquit et de charge ini, sehingga ketentuan itu belum sepenuhnya dipahami direksi. Malahan berkembangnya justru dalam praktik korporasi. Sebagai contoh, dapat ditemukan redaksinya dalam agenda RUPST berbunyi sebagai berikut: “Pengesahan Neraca dan Perhitungan Laba-Rugi tahun buku 2016 serta memberikan pembebasan dan pelunasan (acquit et de charge) sepenuhnya kepada para anggota Direksi dan Komisaris dari tanggung Jawab untuk tindakan pengurusan dan pengawasan yang mereka lakukan dalam tahun buku tersebut”. Setelah disetujui oleh RUPST, maka menjadi demikian: “Menyetujui untuk memberikan pembebasan dan pelunasan (acquit et de charge) sepenuhnya kepada para anggota Direksi Perseroan dan Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan di dalam arti yang seluas-luasnya dari tanggung jawab untuk tindakan-tindakan pengurusan dan pengawasan yang telah mereka jalankan selama tahun buku 2002 dan sampai dengan tanggal ditutupnya Rapat ini sejauh tindakan-tindakan pengurusan dan pengawasan tersebut tercermin dalam Neraca dan perhitiungan Laba Rugi perseroan”.
Dengan demikian sudah seharusnya UUPT mengatur tentang acquit et de charge ini, karena dalam realitasnya telah terjadi dan dilakukan oleh perseroan, dengan memperjelas kedudukan acquit et de charge tersebut, dengan membuat kriteria apa sajakah yang dapat diberikan acquit et de charge kepada direksi dan bagaimanakah mekanismenya dalam RUPST itu seharusnya. Di samping itu keuntungan dengan telah diatur di dalam UUPT adalah untuk membangunkan kesadaran direksi bahwa acquit et de charge itu penting bagi kedudukan hukumnya di kemudian hari (misalnya, tidak lagi menjabat sebagai direksi). Direksi yang telah memperoleh acquit et de charge, dalam relasi dengan perseroan, akan lebih tenang dan jelas kedudukannya, dibandingkan dengan direksi yang belum pernah atau tidak memperoleh acquit et de charge dari perseroan, karena disebabkan tidak menyeleggarakan RUPST tentang dengan agenda hal ini. Lebih jauh, dengan adanya regulasi acquit et de charge ini juga dapat meminimalisasi antara sengketa direksi dengan pemegang saham di dalam RUPST. Sengketa yang tidak seharusnya tidak terjadi.(***)
REFERENSI :
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas (Seri Hukum Bisnis), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000.
Comments :