URGENSI ETIKET BERMEDIA SOSIAL
Oleh AGUS RIYANTO (Desember 2016)
Di era digital, media sosial telah menjadi salah satu pilihan utama dalam berkomunikasi. Hal ini karena komunikasi dengan basis teknologi internet ini dapat dipertukarkan dengan cepat. Tidak lagi didasarkan kepada jauhnya informasi berada, karena informasi dapat didekatkan, dikirim dan diperolehnya di dalam hitungan detik saja. Tidak dapat dibatasi dengan sekat dinding pembatas geografis, karena telah disatukan dan ditembuskan dengan jaringan optik melingkari dunia. Namun media online ini juga telah membuahkan residu terhadap konten banyak yang palsu (hoax), fitnah, radikalisme, agitatif, intoleran SARA, provokatif, sehingga bagaikan forum caci maki, debat kusir antara satu kelompok yang setuju dengan yang tidak setuju, dengan akhirnya yang terjadi adalah pembunuhan karakter seseorang. Konsekuensi negatif demikian menjadikan media online ini bara api ketidaknyaman hidup.
Untuk itulah, sikap kehati-hatian dengan kedewasaan dari pengguna media sosial menjadi fondasi awal seharusnya ada. Hati-hati di dalam arti penggunanya tidak mudah menerima begitu saja informasi yang beredar di dunia maya. Besar kemungkinannya bahwa informasi tersebut adalah palsu dan tidaklah dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Untuk itu, maka konfirmasi dan verfikasi ulang menjadi kewajiban untuk pegangan kehati-hatian dan pedoman berkomunikasi. Selain itu, kontrol personal dari pengguna media sosial sendiri itu menjadi penting sebagi bagian kedewasaan. Hal ini diperlukan, karena kontrol pemerintah telah dilakukan dengan UU No. 11 Tahun 2008 tentag Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan pengawasan juga dilakukan Kepolisian dan Kemenkominfo, sehingga kedewasaan menjadi mendesak disadari. Dewasa dalam arti bahwa bahwa di internet informasi tidaklah terbatas kata-kata saja, tetapi dapat juga mengirim video atau gambar hasil editan, sehingga kedewasaan sikap terhadap informasi, video atau gambar yang tidak seharusnya diterima masyarakat menjadi kontrol pribadi penggunanya adalah pilihan yang tidak ditolak untuk seharusnya selalu ditaati.
Di samping itu juga yang tidak dapat dilupakan adalah etiket atau “Netiquette” (network and etiquette). Etiket (harap bedakan dengan “etika”) tidak hanya diperlukan di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya, seperti dalam aktivitas berinternet. Urgensi etiket itu disadari pertimbangan bahwa pengguna itu internet berasal dari berbagai masyarakat (dan bahkan berbeda negara) yang memiliki budaya, bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda. Berangkat dari realitas inilah kemungkinan akan terjadinya konflik di masyarakat berbeda sangat terbuka. Konflik itu dapat terjadi karena di antara mereka tidak ada keharusan untuk saling mengenal di dalam arti yang sesungguhnya atau bahkan satu penghuni dunia maya mungkin tidak akan pernah bertatap muka dengan penghuni internet lainnya. Artinya, secara personal tidak mengenal karakter dan sifatnya masing-masing, sehingga terbuka kesalahpahaman komunikasi dan berpotensi konflik di media sosial sangatlah mungkin terjadi. Untuk itu, maka di media sosial kesadaran untuk beretiket menjadi sangat penting. Hal ini, karena para pengguna media sosial sebagai sebuah komunitas komunikasi membutuhkan aturan yang dapat menjadi kerangka sikap dan perilaku mana yang dilarang dan diperbolehkan di dalam jaringan komputer atau internet. Dengan adanya etiket yang mengatur tentang “the dos and the don’ts”, maka dapat diminimalisasi konflik atau setidak-tidaknya dicegah agar konflik tersebut tidak menimbulkan perpecahan yang menguras energi masyarakat.
Untuk itulah, maka literasi dan edukasi tentang etiket bermedia sosial menjadi kebutuhan mendesak. Dalam hal ini etika sebagai filsafat moral/perilaku akan mengambil peran memaparkan rambu-rambu sopan santun bermedia sosial dengan segala alasan rasional dan etis di balik itu.
Melalui jalan demikian ini, maka filterisasi informasi yang hilir mudik di media sosial dapat dilakukan secara etis. Dengan demikian, maka media sosial dapat kembali kepada jalur sesungguhnya sebagai sarana bertukar informasi dan bukanlah sebagai kubangan informasi yang penuh kebencian dan caci maki, melainkan forum komunikasi dengan senantiasa bertukar imbang informasi dengan sehat. Menuju ke titik arah itu, maka etiket bermedia sosial adalah jawabannya. Pengenalan mereka tentang etiket bermedia sosial sudah harus dimulai sejak generasi awal pemakai media sosial tersebut. Upaya ini memerlukan gerakan masif yang berkelanjutan, dengan melibatkan keluarga, komunitas, dunia pendidikan, dan tentu saja melalui langkah terpadu Kemenkominfo dan jajarannya. (***)
Published at :