REZA ZAKI DALAM SEKOLAH NEGARAWAN
Dosen Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS yang juga Ketua Rumah Imperium, Reza Zaki, baru-baru ini menggagas Sekolah Negarawan Rumah Imperium di SMA Negeri 1 Sumedang, Jalan Prabu Geusan Ulun Sumedang. Acara tersebut berlangsung pada Sabtu, 17 Desember 2016.
Pada kesempatan itu dihadirkan beberapa fasilitator. Salah satunya, sejarawan J.J. Rizal, yang menilai budaya membaca masyarakat Indonesia masih sangat memprihatinkan. UNESCO mencatat, hanya satu dari 10.000 orang Indonesia membaca buku dalam kurun waktu satu tahun. Sejarawan nasional JJ Rizal menilai, bagaimana bisa maju dengan budaya membaca seperti itu. Padahal melalui membaca ingatan seseorang akan panjang, seseorang akan kaya perbendaharaan alternatif solusi untuk menjawab segala macam tantangan zaman. Bahkan pemimpin-pemimpin besar Indonesia di masa lalu punya cerita banyak dengan buku.
“Buku merupakan penanda abad pencerahan. Bung Hatta menjadikan buku sebagai istri pertamanya. Ada satu pernyataannya, aku rela dipenjara asal dengan buku. Begitupun Bung Karno yang punya koleksi buku yang banyak. Sehingga ingatannya panjang ke depan, kaya perbendaharaan solusi permasalahan yang dihadapi bangsa,” ungkapnya di sela-sela
Menurutnya, hidup itu dijalani ke depan namun dipahami ke belakang. Jika belum ada pemimpin yang masih hidup yang bisa dijadikan contoh, maka hidupkan pemimpin-pemimpin di masa lalu melalui membaca. Sehingga Indonesia ke depan bisa menjadi pelaku aktif dalam percaturan global, tidak lagi hanya jadi pengekor.
“Hari ini persoalan besar kita terjadi karena tidak menyadari bahwa kita harus survive yang berasal dari pengetahuan. Minat baca harus terus diperkuat. Agar bisa menggali sejarah di masa lalu sehingga menjadi pelajaran berharga untuk menjalani kehidupan di masa kini dan akan datang,” katanya.
Rizal mencontohkan, sejarah Tjut Nyak Dien yang diasingkan ke Sumedang pada tahun 1905. Tidak banyak yang tahu bahwa pahlawan asal Aceh itu ditangkap dalam usia berapa dan kondisinya seperti apa. Dan jika didalami, tokoh perempuan itu menjadi pembangkit semangat bagi lahirnya pergerakan Budi Utomo yang kemudian melahirkan Hari Kebangkitan Nasional. Saat ditangkap, terangnya, Tjut Nyak Dien sudah berusia 79 tahun. Kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Kakinya hampir lumpuh dan matanya sudah rabun. Namun siapa sangka, Tjut Nyak Dien adalah benteng terakhir masyarakat Aceh sebelum akhirnya takluk kepada tentara Belanda. Dien kemudian ditangkap di tempat persembunyiannya di gunung. “Dia dilarikan ke pengasingan di Sumedang karena sengaja untuk meredam amarahnya yang begitu besar. Hingga akhir hayatnya dia tidak diperbolehkan kembali ke Aceh meski hanya untuk sekedar ziarah ke makam suaminya. Dia meninggal dalam dendam karena merasa diserahkan oleh panglima Aceh saat itu kepada Belanda padahal dia masih berkeinginan melawan,” papar Rizal.
Contoh lain, lanjut dia, pernyataan Bung Karno yang menyebut Indonesia dijajah selama 350 tahun. Pembenaran sejarah seperti itu sudah harus dihapuskan karena sudah bukan masanya lagi. Karena itu hanya sebuah pelecut semangat dari sang proklamator untuk membangkitkan motivasi masyarakat Indonesia saat Belanda hendak kembali menduduki Indonesia pasca tahun 1945. “Berdasarkan buku yang berbasis penelitian karya Komunitas Bambu, Bung Karno sengaja bilang begitu. Karena Belanda mau come back saat itu. itu adalah kata-kata untuk membangkitkan semangat masyarakat. Beliau bilangnya 350 tahun ada masanya, harus distop. Kita harus meluruskan sejarah itu. agar masyarakat memahami bahwa kita bukan bangsa lembek,” bebernya.
Sementara itu, Reza Zaki yang tampil sebagai narasumber juga memaparkan betapa pentingnya membangun Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) berskala global seperti bermain saham pada level desa. BUMDesa jangan dikerdilkan bahwa lini bisnis mereka hanya berjualan pulsa, token listrik, photocopy, dll. Namun, desa harus diberi ruang megah untuk melakukan mobilitas vertical agar bisa berkejaran dengan kota, ujarnya. (***)