EFEK PILKADA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI DOMESTIK
Oleh REZA ZAKI (Desember 2016)
“Andai saja penjajah Belanda dari dulu mengetahui bahwa Pilkada dapat memecah belah bangsa Indonesia, mungkin mereka akan mengadakan Pilkada setiap tahun (Anonim)”
Perdebatan analisis beberapa bulan ini bersandar kepada dua perhelatan, yakni Pilpres Amerika Serikat dan Pilkada DKI Jakarta. Jika Pilpres AS di dominasi dengan perbincangan soal kebijakan Donald Trump, sementara Pilkada DKI Jakarta diliputi perseteruan antara petahana Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dengan lawan-lawan politiknya.
Sejauh mana efek kedua perhelatan tersebut terhadap kondisi ekonomi domestik Indonesia sesungguhnya? Penulis berdasarkan data statistik dan empirik berkesimpulan bahwa faktor Pilkada DKI Jakarta jauh lebih berefek kepada ekonomi domestik Indonesia.
Pilkada 2017 dapat dikatakan sebagai pesta demokrasi yang dirayakan oleh seluruh rakyat Indonesia disetiap daerah. Pilkada adalah sebuah perwujudan kebebasan berpendapat atau kebebasan dalam memilih pemimpin untuk daerahnya. Pada Pilkada-pilkada sebelumnya, dampak yang diberikan oleh Pilkada itu sendiri adalah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pengusaha percetakan yang mengaku mendapatkan omzet besar selama masa Pilkada tersebut. Juga banyak para pedagang atau pengusaha lain yang mengaku mendapat keuntungan yang berlipat ganda selama masa Pilkada tersebut. Namun, berbeda dengan Pilkada sebelumnya, Pilkada DKI Jakarta 2017 saat ini memberi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dipicu oleh adanya pergolakan di masyarakat terkait dengan isu SARA yang mengemuka.
Aksi 4/11, 2/12, & 4/12 dinilai sebaga salah satu pemicunya. Hal ini disampaikan oleh Kepala Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta, Fadjar Majardi mengatakan bahwa konsumsi Pilkada saat ii hanya sebesar Rp 1.1 triliun, sedangkan Pilkada 2016 mencapai Rp 2.190 triliun. Penumpang Bus Transjakarta juga menurun sekitar 30 % dari hari biasa. Kadin Jakarta juga menyebutkan kerugian transaksi akibat aksi-aksi tersebut mencapai Rp 500 miliar, karena sekitar 20.000 toko tutup dengan omzet Rp 25 juta. Dampak dari Pilkada 2017 mengakibatkan melambatnya investasi, karena investor cenderung menunggu suasana kondusif dan stabil, yaitu setelah Pilkada usai.
Demo 4 November 2016 yang dilakukan umat Islam di Jakarta mempengaruhi kurs rupiah. Rupiah sempat melemah 0.10 % atau 13 poin ke angka 13.088 walaupun pada akhirnya pergerakan nilai tukar rupiah berakhir dengan penguatan 0.05 % ke angka 13.068, tetap saja aksi demonstrasi mengakibatkan ketidakstabilan rupiah.
Tidak hanya nilai rupiah, demontrasi ini juga mengakibatkan indeks harga saham langsung melorot 0.4 % ke level 5.307. Kondisi darurat ekonomi tentu saja bisa berdampak ke daerah di luar Jakarta karena Jakarta adalah salah satu lokomotif ekonomi Indonesia selain Surabaya dan Bali. Pemerintah harus segera menegakan hukum secara tepat bagi persoalan yang semakin berkembang pesat ini terutama dalam ranah publik. Situasi ekonomi Jakarta harus segera dipulihkan kembali agar tidak mengganggu bagi keutuhan ekonomi bangsa yang sedang mengalami gencatan cukup serius baik dari internal maupun eksternal. (***)