Foto paling atas: Iron Sarira bersama Prof. Schuyt. Foto tengah dan bawah: bersama Dr. Annie dan Dr. Robert.
Iron Sarira, salah seorang dosen tetap (faculty member) yang saat ini sedang menempuh pendidikan doktor hukum di Universitas Katolik Parahyangan, menghabiskan beberapa minggu di Belanda untuk mengumpulkan bahan-bahan riset dan penulisan disertasinya.
Pada tanggal 6 Desember 2016 ia menyempatkan diri berkonsultasi dan berdiskusi di Koninklijke Nederlandse Akademie Van Wetenschappen, Amsterdam bersama Prof. Dr. Mr. Kees Schuyt tentang landasan sosiologis dari lahirnya teori Hoefijzer Model (Teori Tapalkuda) serta pengembangan dimensi berpikir dari sang pemilik teori terhadap: type of conflict, type of relationship, dan type of resolution. Selain itu dibicarakan terkait lima tipe social situation in social life, serta pandangan Prof. Schuyt terkait local indigenous dalam dimensi ilmu sosial, yakni sebagai think to tradition/culture, the way not the result, keep going the relationship.
Di Erasmus Universiteit, Rotterdam, Iron Sarira menemui Dr. Annie dan Dr. Robert. Keduanya adalah dosen di Erasmus School Law (ESL) dan sebagai pemerhati mediasi dalam perselisihan sosial (Bisnis, Keluarga, Perburuhan, dll). Pada prinsipnya mereka berpendapat bahwa cara ADR merupakan hal yang telah terbangun pada masyarakat Eropa, khususnya Belanda. Hanya 8% dari kasus-kasus yang masyarakat “terpaksa” memilih jalur litigasi untuk penyelesaiannya, karena adanya kesadaran untuk perdamaian (willingness parties), peran dan strategi mediator (arrange full the mediation). Semua pelaksanaan mediasi di Belanda berlandaskan peraturan perundang-undangan, dan peran mediasi dipegang oleh para lawyer. Pendapat mereka terkait kearifan lokal (local wisdom) lebih terkait kepada upaya mengejar manfaat dari mediasi, hal ini dianalogikan dalam segelas orange juice yang sudah dapat dinikmati para pihak lebih awal melalui negosiasi dan mengenyampingkan hukum yang ada. (***)