NEGARA HUKUM INDONESIA SEPERTI BAJU KEDODORAN
Ketua Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS, Shidarta, pada tanggal 29 November 2016 mendapat undangan untuk menjadi pembicara salah satu sesi tentang Negara Hukum Indonesia: Filosofi, Sejarah dan Problematika Pelaksanaannya di Indonesia. Selain Shidarta, juga beberapa figur lain yang dijadikan narasumber adalah Dr. Hatta Ali (Ketua MA), Prof. Mahfud M.D. (mantan Ketua MK), Eko Riyadi, Dr. Damos Dumoli Agusman, Enny Soeprapto, Dr. Suparman Marzuki (mantan Ketua KY), Kjetil F. Alvsaker, Dr. Artidjo Alkostar, dan Dr. Busyro Muqoddas. Acara ini diberi topik “Jamuan Ilmiah ‘Rule of Law/Rechtsstaat: Peluang dan Tantangan dalam Penegakan Hukum dan Keadilan di Indonesia.”
Kegiatan yang berlangsung dua hari (29-30 November 2016) di Hotel Grand Mercure Harmoni Jakarta ini diselenggarakan atas kerjasama antara Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, Latihan, Hukum dan Keadilan Mahkamah Agung (Balitbangdiklatkumdil MA) dan Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) dengan dukungan dari Norwegian Center for Human Rights (NCHR), Universitas Oslo, Norwegia. Para peserta Jamuan Ilmiah ini adalah para hakim senior dari seluruh Indonesia (di luar Jawa dan Madura). Lebih dari 30 orang hakim yang hadir adalah adalah ketua-ketua pengadilan negeri di berbagai kota/kabupaten.
Dalam paparannya, Shidarta menyatakan bahwa ciri dari negara hukum memiliki banyak sekali variasi. Ada pembedaan negara hukum seperti diperkenalkan oleh Brian Tamanaha dalam bukunya “On the Rule of Law: History, Politics, Theory”. Tamanaha membedakan negara-negara hukum yang ada di berbagai penjuru dunia ini dengan mendasarkan pada aspek formal dan substansial. Dengan memakai kaca mata ini, Shidarta meilihat dari segi formal, sebenarnya negara hukum kita sudah termasuk kategori yang tebal (thicker), tetapai dari segi substansial masih tergolong tipis (thinner). Secara formal pemerintahan yang dipilih dalam suasana relatif demokratis sudah tersedia, tetapi belum ditunjang oleh keberadaan aparatur negara yang berintegritas, dan jaminan terhadap perlindungan kesejahteraan sosial. Dengan pola negara hukum seperti itu, negara hukum Indonesia diibaratkan seperti baju yang digunakan oleh orang yang berbadan kurus. “Seperti baju yang kedodoran,” ujarnya. (***)