PENTINGNYA LEGALITAS BENTUK USAHA PERORANGAN
Oleh ERNI HERAWATI (Oktober 2016)
Manusia dalam menjalankan aktivitas perekonomian, manusia memerlukan suatu wadah sebagai tempat untuk menjalankan aktivitas tersebut. Untuk melakukan usaha, maka diperlukan adanya suatu badan usaha baik yang merupakan badan hukum maupun yang bukan badan hukum. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, hanya perseroan terbatas (PT) dan koperasi saja yang sudah diatur dalam suatu undang-undang. Bentuk perusahan persekutuan lain seperti Maatschap, Firma dan CV masih mendasarkan pengaturan pada KUH Perdata dan KUH Dagang. Selain itu, adapula bentuk usaha perorangan yang banyak ditemui dalam praktek seperti Usaha Dagang (UD) atau Perusahaan Dagang (PD) yang juga belum mendapatkan tempat dalam tatanan peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam hal legalitas bentuk usaha. Perusahaan perorangan ini hanya disebut keberadaannya pada beberapa undang-undang dan masih diatur dalam suatu aturan yang setingkat menteri.
Jika kita memfokuskan pada usaha perorangan baik UD maupun PD, maka bisa diasumsikan bahwa usaha tersebut merupakan usaha yang berskala mikro. Hal ini sesuai dengan definisi tentang usaha mikro dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU-UMKM) yaitu Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Kriteria usaha mikro antara lain adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak 50 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak adalah 300 juta rupiah. Namun sayangnya, pada UU-UMKM ini tidak tersedia ketentuan yang berkaitan dengan legalitas bentuk usaha, karena memang undang-undang ini ditujukan untuk mendukung iklim perkembangan dan pemberdayaan UMKM di Indonesia sebagai salah satu pendukung kekuatan perekonomian di Indonesia.
Terkait dengan bentuk usaha, maka pada peraturan pelaksana UU-UMKM yaitu melalui PP No. 17 Tahun 2013 disebutkan definisi menyangkut tentang bentuk usaha mikro, yaitu : Izin Usaha adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai bukti legalitas yang menyatakan sah bahwa Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah telah memenuhi persyaratan dan diperbolehkan untuk menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu. Pernyataan tentang bukti legalitas dalam hal ini pastilah terkait dengan legalitas pendirian usaha tersebut. Selanjutnya pada Pasal 36 PP-UMKM disebutkan bahwa bukti legalitas yang diminta adalah berupa : a) surat izin usaha; b) tanda bukti pendaftaran; c) tanda bukti pendataan. Namun untuk usaha perorangan hanya diminta tanda bukti pendaftaran dan tanda bukti pendataan saja. Tata cara perizinan yang dimaksud tersebut disebutkan bahwa merupakan tata cara perizinan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya dikembalikan lagi pada peraturan yang mengatur tentang legalitas pendirian badan usaha skala mikro atau usaha perorangan.
Dalam Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan membedakan antara perusahaan dengan pengusaha. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Sedangkan pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan. Kewajiban untuk melakukan pendaftaran dibebankan ada setiap perusahaan. Sedangkan definisi perusahaan itu sendiri tidak menjelaskan apakah perusahaan perorangan ataukah persekutuan. Namun demikian bisa dilihat dalam Pasal 8 bahwa yang wajib melakukan pendaftaran adalah : badan hukum (termasuk koperasi), persekutuan, perorangan, dan perusahaan lain. Undang-undang ini memisahkan antara yang dimaksud dengan Perusahaan Perorangan dengan Perusahaan Kecil Perorangan. Pada pasal 6 ayat (1) b disebutkan bahwa : Setiap Perusahaan Kecil Perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau dengan mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan. Artinya bahwa wajib daftar perusahaan tidak mewajibkan perusahaan kecil perorangan dalam pengertian tersebut.
Mengenai pentingnya dasar legalitas bentuk usaha perorangan ini, barangkali bisa ditelaah dari peran usaha perorangan (mikro) dalam perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data pada Kemenperin tahun 2014 diketahui bahwa jumlah perusahaan industri di Indonesia untuk skala mikro tercatat sebanyak 3.220.563. Dalam data yang dirilis oleh Bank Indonesia tentang Profil Usaha Kecil, Menengah tahun 2015 menyebutkan bahwa tahun pada tahun 2012 jumlah unit usaha mikro di Indonesia menempati angka 38,81 % hampir sama jumlahnya dengan usaha besar yaitu sejumlah 40,92 %. Sedangkan sumbangan UMKM terhadap PDB Nasional tercatat yaitu Rp. 4.869,5 triliun pada tahun 2012.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa sektor usaha mikro merupakan sektor yang potensial dalam memberikan sumbangan bagi perekonomian di Indonesia. Ketersediaan legalitas bagi bentuk usaha mikro (maupun bagi sebagian usaha menengah yang masih berbentuk usaha perseorangan) seyogyanya ditujukan tidak untuk mempersulit pertumbuhan usaha mikro itu sendiri, mengingat pada kenyataannya para pelaku usaha mikro masih tertatih-tatih dalam mengembangkan usahanya. Legalitas usaha ini juga sangat diperlukan bagi ketersediaan data yang memadai bagi pemerintah untuk mendeteksi secara terukur sejauh mana perkembangan usaha yang terjadi di Indonesia. Juga untuk memberikan perlindungan yang pasti bagi konsumen yang mengkonsumsi hasil produk dari UMKM khususnya usaha mikro. (***)
Published at :