EVALUASI KINERJA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Oleh ABDUL RASYID (Oktober 2016)
Hampir lebih dua dekade bank syariah hadir di Indonesia. Di dalam masa tersebut, bank syariah tumbuh dan berkembang secara signifikan serta berkontribusi positif dalam perbankan nasional. Saat ini puluhan bank syariah telah beroperasi di Indonesia. Bank-bank konvensional pun tak mau ketinggalan, turut menawarkan berbagai produk syariah dengan membuka Unit Usaha Syariah guna memikat konsumen Muslim. Berdasarkan Laporan Statistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (Juni-2016), saat ini terdapat 12 Bank Umum Syariah, 165 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dan 22 Unit Usaha Syariah beroperasi di Indonesia. Meskipun aset perbankan syariah masih dalam kisaran 5% dari total aset perbankan nasional, diyakini ke depan potensi pertumbuhan bisnis perbankan syariah akan semakin meningkat.
Namun, sebelum bisnis perbankan syariah semakin berkembang, perlu kiranya dilakukan evaluasi terhadap kinerja perbankan syariah selama dua dekade tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena sebagai suatu sistem yang baru perlu kiranya untuk selalu belajar dari pengalaman yang telah lalu guna memperbaiki kinerja yang telah dijalani dan menganalisa kekurangan yang ada dengan cara yang realisitis. Telah dipahami bersama bahwa konsep perbankan syariah berdasarkan kepada falsafah ekonomi yang bersandarkan kepada prinsip-prinsip syariah. Dalam kontek perbankan syariah, filosofinya adalah bertujuan untuk membangun keadilan yang bebas dari segala bentuk eksploitasi.
Untuk mencapai tujuan falsafah tersebut, bank syariah memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan bank konvensional. Terkait dengan pembiayaan, pada dasarnya instrumen ideal bank syariah yang sesuai dengan prinsip syariah adalah musyarakah. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi masing-masing. Berdasarkan mekanisme ini, musyarakah, dalam kondisi normal, memberikan peluang kepada depositor untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bank konvensional dan apabila mengalami kerugian maka akan ditanggung secara bersama sesuai dengan porsi masing-masing. Berbeda dengan bank syariah, di bank konvensional tatkala uang depositor dipinjam oleh pengusaha yang diperuntukkan kepada mega proyek dengan hasil keuntungan yang besar, depositor hanya memperoleh keuntungan sesuai dengan tingkat suku bunga yang telah tentukan. Apabila pengusaha dan bank mengalami kerugian (bankcrupcy), maka seluruh kerugian akan ditanggung oleh depositor. Berdasarkan mekanisme tersebut tergambar bagaimana bunga menciptakan ketimpangan dan ketidakseimbangan dalam distrubusi kekayaaan.
Faktanya, akad musyarakah tidak digunakan secara maksimal oleh bank syariah. Produk bank syariah di Indonesia saat ini lebih didominasi oleh produk murabahah yang notabene secara material hampir menyerupai transaksi berdasarkan bunga di bank konvensional. Bagi orang yang tidak memahami, tidak salah apabila mereka mengatakan bahwa tidak ada perbedaan di antara keduanya secara praktik. Meskipun murabahah diperbolehkan, dan tentu berbeda dengan transakasi berdasarkan bunga pada bank konvensional, ia bukanlah produk utama bank syariah. Murabahah boleh digunakan selama musyarakah belum bisa digunakan secara maksimal. Diakui memang terdapat berbagai kendala yang dihadapi oleh bank syariah dalam menjalankan produk musyarakah sebagai produk utamanya, namun kendala tersebut tidak bisa selalu dijadikan alasan untuk tidak menggunakannya. Perlu dipikirkan secara bersama strategi khusus dalam menggunakan produk musyarakah hingga pada akhirnya menjadi produk utama. Apabila bank syariah mau bersaing dengan bank konvensional, tidak bisa hanya dengan dengan menawarkan atau membuat produk-produk yang menyerupai bank konvensional saja. Bank syariah harus kembali kepada konsep dasarnya dengan menggunakan musyarakah sebagai produk unggulannya.
Menurut prinsip syariah, transaksi bisnis tidak bisa dilepaskan dari tujuan moral masyarakat. Oleh karena itu, bank syariah diharapkan untuk mengadopsi kebijakan model pembiayaan baru dengan mengekplorasi berbagai bentuk investasi baru yang bisa men-support perkembangan para pengusaha dan pedagang kecil sehingga bisa mengangkat tingkat perekonomian mereka. Bank syariah juga harus memenuhi kebutuhan masyarakat dengan menyediakan berbagai produk yang bisa mengangkat tarap kehidupan mereka. Ini merupakan tujuan utama bank syariah yang tidak semata-mata hanya mencari keuntungan dan yang membedakannya dengan bank konvensional. (***)
Tulisan ini terinpirasi dari tulisan Muhammad Taqi Usmani ,“The Performance of the Islamic Banks – A Realisitc Evaluation”, dalam An Introduction to Islamic Finance (Kluwer Law International: Netherlands, 2002).
Published at :