GAMBAR BURAM PADA TAYANGAN OLAHRAGA RENANG DI PON XIX
Oleh: Erni Herawati (September 2016)
Pada Bulan September Tahun 2016 ini diselenggarakan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang bertempat di Provinsi Jawa Barat. Diantara beberapa pemberitaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan PON kali ini, terdapat satu pemberitaan yang menarik. Pemberitaan ini berawal dari viral media social tentang cabang olahraga renang wanita. Dalam berita yang ditayangkan sebuah stasiun televisi dengan judul ‘PON JABAR XIX’ dapat dilihat oleh pemirsa televisi bahwa gambar-gambar atlet wanita peserta pertandingan tersebut diburamkan oleh stasiun televisi. Segera, peristiwa ini menjadi perbincangan di media sosial dan mendapat banyak kritik. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya pemburaman gambar pada atlet renang wanita tersebut.
Dalam keterangan persnya, KPI memberikan keterangan bahwa blur pada gambar tayangan saat program pertandingan olah raga renang dilakukan oleh lembaga penyiaran, bukan atas perintah KPI. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam hal pemburaman gambar, KPI menyebutkan bahwa akan dilihat pada konteks perekaman gambarnya. Contohnya jika perekaman gambar merupakan bagian dari sebuah wawancara di kolam renang hotel, maka gambar harus diblur, dengan alasan etika. Selain itu, juga bisa dimungkinkan dalam situasi tersebut, subyek yang diwawancarai dapat diminta untuk memakai handuk terlebih dahulu. Terkait perlombaan renang, maka lembaga penyiaran dapat melakukan pengambilan gambar tanpa harus melakukan pemburaman gambar. Pertanyaan yang muncul dari fenomena di atas adalah bagaimana pengaturan tentang pemburaman atas siaran televisi yang diterapkan oleh KPI menjadi menarik untuk dibahas lebih lanjut.
Pemburaman gambar sebenarnya tidak hanya dilakukan pada tayangan kekerasan semata. Selama ini, pemburaman gambar tayangan televisi sebagian besar dilakukan pada program film, sinetron, ataupun siaran langsung yang melibatkan pemakaian pakaian yang dianggap terbuka. Semua itu dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi berdasarkan aturan KPI yang termuat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) Tahun 2012. Dalam pasal 16 P3 diatur bahwa Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan seksual. Selanjutnya dalam pasal 9 SPS disebutkan bahwa lembaga penyiaran harus menghormati norma kesopanan dan kesusilaan yang dijunjung baik oleh agama, suku, budaya, usia maupun latar belakang ekonomi serta hendaknya berhati-hati agar tidak menimbulkan dampak negatif pada keberagaman. Selanjutnya pada bab tentang Pelarangan dan Pembatasan Seksualitas, khususnya pada bagian tentang Pelarangan Adegan Seksual, terdapat banyak kategori pelarangan yang terkait dengan adegan seksual. Diantara yang materi yang dilarang tersebut adalah pelarangan untuk mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti : paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot. Juga dilarang untuk menayangkan sesuatu yang mengesankan ketelanjangan. Pada permasalahan yang disampaikan di atas, KPI menjelaskan bahwa lembaga penyiaran dalam hal pengambilan gambar pada saat perlombaan renang bisa melakukan dengan cara yang tidak terkesan melakukan eksploitasi tubuh, yaitu dengan teknik longshot.
KPI merupakan lembaga independen yang dalam kewenangannya tidak hanya membuat aturan penyiaran tetapi juga berwenang untuk menjatuhkan sanksi. Adapun sanksi yang dapat dijatuhkan oleh KPI yang diatur dalam SPS antara lain dari mulai teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran. Hampir semua lembaga penyiaran pernah mendapatkan sanksi dari KPI, termasuk dalam hal penayangan gambar yang menampilkan pakaian terbuka. Bahkan beberapa program siaran sudah pernah mendapatkan sanksi penghentian sementara acara yang dianggap bermasalah. Oleh karena itu, sebetulnya sangat wajar jika ada ketakutan pada lembaga penyiaran untuk mengabaikan ketentuan yang berkaitan dengan pemburaman gambar tersebut. Konteks yang dimaksud oleh KPI dalam penjelasan kasus atlet renang PON tersebut merupakan penafsiran yang muncul dari KPI. Bisa jadi nantinya akan terjadi banyak tafsiran terhadap ketentuan tersebut. Sehingga dikhawatirkan terjadi benturan persepsi antara apa yang ditafsirkan oleh KPI dan lembaga penyiaran. Polemik ini membutuhkan kepastian dalam penyelesaiannya. Namun setidaknya tetap diingat bahwa semua ini diawali dari niat yang baik yaitu untuk mencegah tayangan-tayangan yang tidak mendidik dan tidak bermutu dalam layar kaca di Indonesia. (***)
Sumber berita :
- http://nasional.kompas.com/read/2016/09/19/13554481/tayangan.atlet.renang.pon.di-blur.ini.penjelasan.kpi
- http://m.antaranews.com/berita/585130/pon-2016–penyamaran-gambar-atlet-renang-pon-bukan-perintah-kpi
- http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/09/160919_trensosial_atlet_reang_blur