People Innovation Excellence

“COPY” DAN “PASTE”

Oleh SITI YUNIARTI (Agustus 2016)

Najwa Shihab dalam tulisannya untuk Kompas.com,Menikam Kolonialisme dan Merdeka dengan Buku” tanggal 18 Agustus 2016, memulai paragraf pertama dengan pertanyaan “dapatkah kita membayangkan kemerdekaan tanpa buku?”. Sebuah tulisan yang menyuarakan keprihatinan atas rendahnya tingkat literasi di Indonesia. The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan bahwa budaya membaca masyarakat Indonesia berada di peringkat terendah di antara 52 negara di Asia. Lebih lanjut, dipaparkan hasil laporan UNESCO pada tahun 2012 yang menyatakan kemampuan membaca anak-anak Eropa dalam setahun rata-rata menghabiskan 25 buku, sedangkan Indonesia mencapai titik terendah, 0,001%. Artinya, dari 1000 anak Indonesia, hanya satu anak yang mampu menghabiskan satu buku dalam setahun. Pada bagian penghujung tulisan, Najwa Shihab mengajak negara dan semua pihak untuk bergerak saat ini juga mengatasi permasalahan tersebut. Karena menyiapkan generasi yang mencintai ilmu pengetahuan adalah tugas besar bersama.

Apakah sedemikian penting arti membaca? Betul adanya bahwa buku merupakan jendela dunia yang memberikan pengalaman, pengetahuan atau sekadar pengiburan bagi pembacanya. Perlu digarisbawahi, aktivitas membaca bukan sekadar teknik merangkai huruf menjadi sebuah kata dan kalimat. Dalam rangkaian proses membaca, seseorang mengolah rasa, membangun logika serta memberikan makna dari kalimat-kalimat yang terangkai didalamnya. Pada akhirnya, membaca bersama dengan aktivitas terkait lainnya, akan membentuk kemampuan literasi seseorang.

Membaca bukan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya sistematis untuk menjadikan membaca sebagai suatu kebiasaan, sebelum akhirnya menjadi suatu kebutuhan. Keluarga, lingkaran terkecil dalam masyarakat, merupakan titik start yang baik untuk membentuk minat baca seseorang. Dunia pendidikan pun berkontribusi untuk “memaksa” tumbuhnya minat baca siswa melalui penugasan-penugasan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Masih terekam oleh Penulis, bagaimana Penulis mengenal Marah Rusli, salah seorang sastrawan Indonesia. Penugasan sekolah dalam bentuk penyusunan sinopsis sederhana yang membuat Penulis “terpaksa” membaca roman Siti Nurbaya, buah karya beliau. Untuk selanjutnya dibuatkan sinopsis yang dituangkan dalam secarik kertas dengan menggunakan tulisan tangan. Bagaimana apabila penugasan yang sama diberikan pada era perkembangan teknologi informasi saat ini? Ada 2 kemungkinan. Kemungkinan pertama, siswa akan melakukan tahapan yang sama dengan Penulis. Kemungkinan kedua, menuliskan kata kunci (key word) pada mesin pencari (search engine). Apabila sinopsis tidak diwajibkan untuk menggunakan tulisan tangan, pilih “copy”, kemudian “paste” dan diakhiri dengan “print”. Mudah, cepat dan praktis. Namun, proses pembentukan literasi menjadi tiada.

Bagaimana jadinya apabila dalam rangka penyusunan tugas-tugas dalam proses belajar mengajar, seorang mahasiswa program studi hukum hanya menggunakan metode “copy–paste” dari informasi-informasi yang muncul sebagai hasil penelusuran search engine tanpa mempelajari secara mendalam teori-teori dasar yang dituangkan para ahli hukum dalam karya-karyanya? Bagaimana apabila pola tersebut menjadi suatu pola yang diterapkan ketika mahasiswa tersebut memilih profesi konsultan hukum? Bisa jadi pledoi disusun tanpa berdasarkan logika hukum dan menggunakan berbagai referensi sebagai hasil dari search engine yang mungkin masih perlu diuji validitasnya.

Kendati demikian, kemajuan teknologi informasi bukanlah penyebab dari kurangnya minat baca, bahkan sebaliknya. Dahulu harga buku dianggap sebagai biang kerok rendahnya minat membaca. Namun, di era teknologi informasi, keberadaan e-book dan e-library seharusnya dapat menjawab halangan-halangan terhadap akses dan biaya yang sekiranya menghambat tumbuhnya minat baca. Marsinah, aktivis pembela kaum buruh di Sidoarjo yang menjadi berita karena kontroversi kematiannya, dideskripsikan sebagai sosok yang gemar membaca terutama berita politik. Kegemarannya dipenuhi dengan cara membeli majalah bekas. Tak jarang koran di tempah sampah di ambil untuk dicari berita mengenai politik. Kegemaran membaca ini yang membuat Marsinah selalu mempunyai argumentasi ketika mendapat perlakuan yang tidak wajar. Demikian penuturan yang disampaikan kerabatnya dalam buku “Elegi Penegakan Hukum” (Penerbit Kompas). (***)


SISI


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close