ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN
Oleh ABDUL RASYID (Agustus 2016)
Istilah alternatif penyelesaian sengketa (selanjutnya disingkat APS), yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Alternative Dispute Resolution, digunakan untuk mendiskripsikan berbagai bentuk mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Istilah ini dipercaya telah dipopulerkan dalam dunia bisnis guna memfasilitasi proses penyelesaian sengketa tanpa melalui jalur pengadilan yang selama ini dianggap memperlambat proses penyelesaian sengketa bisnis karena memakan waktu yang lama dan terlalu teknis. Meskipun tidak ditemukan pengertian APS secara definitif, ia secara sederhana dapat diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigation process). Mekanisme APS beragam bentuknya, yang populer antar lain adalah konsultasi, negosiasi, konsiliasi mediasi dan arbitrase. Hal ini tergambar dalam definisi alternatif penyelesaian sengketa pada Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yakni “lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi , atau penilaian ahli.”
Menurut Frank E. A. Sander (1985), setidak-tidaknya ada empat tujuan kenapa suatu sengketa sebaiknya diselesaikan melalui APS. Pertama, penyelesaian sengketa melalui APS bisa meringankan atau mengurangi tumpukan perkara, biaya, dan penundaan di pengadilan. Banyaknya perkara yang masuk ke lembaga pengadilan mengakibatkan terjadinya penumpukan perkara, sehingga proses penyelesaian sengketa menjadi lambat dan konsekuensinya biaya menjadi mahal. APS bisa menjadi solusi untuk mengantisipasi permasalah tersebut. Kedua, melalui APS bisa meningkatkan partisipasi masyarakat secara langsung dalam proses penyelesaian sengketa. Ketiga, memudahkan askses keadilan, dan keempat, menyediakan penyelesaian sengketa yang efektif. Efektifitas dalam penyelesaian sengketa dapat mempengaruhi faktor biaya, kecepatan dan kepuasan para pihak yang bersengketa.
Sesuai dengan perkembagan zaman, saat ini APS digunakan untuk menyelesaikan permasalahan di berbagai sektor, termasuk dalam sektor jasa keuangan. Kompleksitas aktivitas dalam sektor jasa keuangan tidak menutup kemungkinan banyaknya sengketa yang terjadi antara konsumen dengan para pelaku usaha jasa keuangan (PUJK). Sebagai salah satu upaya perlindungan konsumen yang dilakukan oleh OJK, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 29 No. 21 Tahun 2001 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yakni untuk menyiapkan perangkat, menyusun mekanisme dan memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dilakukan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan, pada tahun 2014 OJK mengeluarkan POJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. POJK ini merupakan rangkaian dari peraturan yang telah dikeluarkan oleh OJK sebelumnya, yakni POJK No: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Lahirnya Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan merupakan langkah antisipasi dari kemungkinan gagalnya penyelesaian pengaduan konsumen oleh lembaga jasa keuangan. Dengan tidak tercapainya kesepakatan antara konsumen dengan lembaga jasa keuangan dalam menyelesaikan masalah, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa diharapkan mampu menjadi solusi untuk menyelesaikan sengketa secara cepat, murah, adil dan efisien.
Saat ini berdasarkan keputusan OJK No. KEP-01/D.07/2016, terdapat enam Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan yang sudah diakui. Lembaga tersebut adalah 1. Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), 2. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), 3. Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP), 4. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSI), 5. Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI) dan 6. Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI). Lembaga APS ini oleh OJK dan merupakan wadah penyelesaian sengketa antara konsumen dengan lembaga jasa keuangan disektor perasuransian, pasar modal, dana pensiun, perbankan, penjaminan, pembiayaan dan pegadaian yang telah memenuhi prinsip aksesibilitas, indepedensi, keadilan, efisiensi, dan efektifitas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5, 6, 7 dan 8 POJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Lembaga APS ini diharapkan dapat memainkan perannya dengan baik dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi antara konsumen dengan pelaku usaha jasa keuangan secara cepat, murah, adil dan efisien. Hal ini , setidak-tidaknya, dapat meningkatkan kepercayaan konsumen kepada pelaku usaha jasa keuangan secara khusus dan memperkuat lembaga keuangan di Indonesia secara umum. (***)