MEMILIKI MOBIL TANPA GARASI
Oleh ERNI HERAWATI (Agustus 2016)
Tiada hari tanpa macet. Begitulah pemandangan di kota-kota besar di Indonesia, khususnya di Jakarta. Kondisi ini sudah jauh-jauh hari diprediksi oleh pemerintah, namun pada akhirnya upaya pencegahan terjadinya kondisi tersebut tertelan oleh laju pertumbuhan jumlah kendaraan yang tumbuh pesat. Bagaimana tidak, data jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada tahun 2013 tercatat sejumlah 104.118.969 juta unit, jumlah terbanyak masih didominasi oleh kendaraan bermotor roda dua dengan jumlah 84,732 juta unit. [1] Jumlah ini meningkat sekitar 11 persen dari tahun sebelumnya. Di DKI Jakarta sendiri jumlah kendaraan bermotor bertambah sebanyak 5.500 hingga 6.000 unit tiap hari, dengan sumbangan terbesar dari sepeda motor sejumlah 4.000 sampai dengan 4.500 unit dan kendaraan roda empat sebanyak 1.600 unit per hari. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor menyumbang kemacetan yang terjadi di Jakarta karena tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan jalan yang hanya 0.01 persen. [2]
Kemacetan dan riuhnya jalah raya oleh deretan mobil hanya salah satu cermin permasalahan yang terjadi akibat jumlah kendaraan yang terus bertambah jumlahnya. Masalah sebenarnya juga terjadi pada lingkungan dimana pemilik mobil itu tinggal. Bertambahnya jumlah kendaraan pada lingkungan warga turut memberi masalah baru, terutama jika pemilik mobil tidak mempertimbangkan keberadaan garasi mobil saat membeli mobil. Apalagi jika diperhatikan, seringkali dalam satu rumah terdata lebih dari satu kepemilikan mobil, sedangkan lahan pribadi tidak cukup menampung parkir jumlah mobil yang dimilikinya. Pada akhirnya muncul fenomena persewaan lahan parkir oleh warga yang memiliki tanah cukup luas, atau jika tidak kebagian maka pemilik mobil akhirnya akan memarkirkan mobilnya di pinggir-pinggir jalan di dekat daerah lingkungan tempat tinggal. Keberadaan mobil-mobil yang parkir di pinggir jalan yang merupakan fasilitas umum selain akan mengganggu warga tetangga yang lain, juga pada akhirnya akan mengganggu pengguna jalan lain yang akan lewat. Selain itu juga muncul akibat sampingan lain yaitu terganggunya hubungan sosial antar tetangga akibat masalah parkir ini.
Dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan belum diatur bagaimana persyaratan khusus bagi seseorang yang hendak memiliki sebuah mobil. Namun, pada Pasal 28 ayat (1) diatur bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan. Terhadap pelanggaran ketentuan ini akan terkena ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 24.000.000,- (dua puluh empat juta rupiah). Sementara untuk ketentuan parkir, tidak secara khusus mengatur tentang bagaimana jika terjadi masalah parkir kendaraan di badan jalan yang merupakan fasilitas umum secara terus menerus terjadi setiap hari. Undang-undang hanya mengatur tetang penyediaan fasilitas parkir untuk umum yang diselenggarakan di luar ruang milik jalan sesuai dengan izin dan bagaimana tata cara parkir di jalan. Dengan prediksi jumlah mobil yang akan bertambah setiap tahunnya, maka potensi timbulnya masalah parkir tersebut juga pastinya akan bertambah. Oleh karena itu pemerintah juga harus mengantisipasi hal ini sebelum timbul masalah yang lebih kompleks lagi. (***)
CATATAN REFERENSI:
[1] http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1413
[2] http://m.antaranews.com/berita/473169/jumlah-motor-dan-mobil-di-jakarta-tumbuh-12-persen-tiap-tahun