TUGAS DAN WEWENANG ANTARA BANK INDONESIA DENGAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP SEKTOR PERBANKAN (BAGIAN 1 DARI 2 TULISAN)
Oleh ABDUL RASYID (Juli 2016)
Bank Indonesia (selanjutnya disingkat BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat OJK) merupakan lembaga negara yang mempunyai peran penting dalam mengatur dan menjaga stabilitas perekonomian Negara. Dalam sektor perbankan, kedua lembaga di atas memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi, namun terdapat irisan-irisan yang membedakan antara keduanya. Tulisan ini akan menjelaskan secara singkat kewenangan BI dan OJK dalam mengatur sektor perbankan.
Kewenangan Bank Indonesia
Kedudukan BI sebagai Bank Sentral Negara Republik Indonesia. BI dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen, sehingga tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun termasuk pemerintah, kecuali dalam hal-hal tertentu sebagaimana diatur dalam undang-undang BI. Independensi ini membawa konsekuensi yuridis logis bahwa BI juga memiliki kewenangan mengatur atau membuat dan menerbitkan peraturan pelaksana dalam hal operasional perbankan.
Terkait dengan tugas dan wewenang BI, Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Sebagaimana Telah Diubah Beberapa Kali Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2009 (selanjutnya disingkat UU-BI) mengatur: (1) Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, (2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud, BI melakukan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Terkait kebijakan moneter dengan kelahiran UU-BI maka kewenangan menentukan kebijakan moneter yang tadinya dipegang oleh Dewan Moneter (lihat Undang-undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral) dipindahkan ke BI.
Selanjutnya Pasal 8 UU-BI menegaskan bahwa untuk mencapai tujuannya BI bisa menetapkan: (a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; (b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; (c) mengatur dan mengawasi Bank. Berdasarkan Pasal di atas, maka dapat dipahami bahwa BI mempunyai peran penting dalam menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Stabilitas nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar merupakan salah satu prasyarat tercapainya pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu tugas yang diemban BI bukan perkara mudah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya, agar tujuan BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah bisa tercapai, maka ia perlu didukung dengan tiga pilar utama, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat. Terkait tugas pengaturan dan pengawasan bank dalam lingkup operasional, BI memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan dan memberikan sanksi.
Namun, kewenangan pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan BI saat ini direduksi oleh munculnya lembaga baru yang dinamakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat dengan UU-OJK). Dengan adanya lembaga OJK maka kewenangan BI dalam hal pengawasan keuangan lembaga bank dan non-bank berada pada OJK. Meski demikian, hal penting yang kerap dilupakan adalah tugas BI dalam menjaga stabilitas moneter dan sistem pembayaran dalam sistem keuangan nasional tetap berada pada BI. Hal ini dibuktikan dengan salah satu tugas BI yang penting, yaitu: macroprudential dalam mengawasi terhadap resiko sistemik pada sistem keuangan. Oleh sebab itu, melihat kedudukan BI secara yuridis, maka keberadaannya masih tetap penting meski ada lembaga baru yang bernama OJK. (***)