URGENSI KEBERADAAN PEDOMAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM
Pada tanggal 19 Juli 2016, dilangsungkan focus group discussion (FGD) di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), yang melibatkan tiga narasumber, yaitu Dr. Shidarta (BINUS), Dr. Edmon Makarim (UI), dan Roby Arya Brata, Ph.D. (Sekkab RI). Mereka diminta mengomentari Pedoman Analisis dan Evaluasi Hukum yang telah disusun oleh tim BPHN. Dalam kesempatan tersebut, Ikut hadir juga Dr. Bambang Pratama dari Jurusan Business Law BINUS yang merupakan subject content coordinator rumpun ilmu cyber law.
Dalam acara ini Shidarta menjelaskan bahwa analisis dan evaluasi terkait konsistensi antara asas dan norma hukum positif dalam undang-undang, bukanlah hal mudah. Asas-asas itu memang sudah tercantum dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Tidak mudah memberikan indikator apakah suatu undang-undang telah memenuhi atau tidak memenuhi asas-asas ini, mengingat UU No. 12 Tahun 2011 sendiri tidak menetapkan indikator-indikator tersebut. Asas-asas ini disusun tanpa keruntutan logis, sehingga satu sama lain bisa saja saling tumpang tindih. Belum lagi jika berbicara tentang asas-asas material di dalam undang-undang sektoral. Menjadi ‘pekerjaan rumah’ yang tidak ringan bagi analis dan evaluator untuk memastikan apa asas-asas material dari suatu undang-undang apabila hanya berfokus pada tekstual undang-undang tersebut. Analis dan evaluator perlu menelusuri filosofi dari ranah hukum yang diatur dalam undang-undang itu, lalu teori-teori utama yang menopangnya, sampai kemudian ke naskah akademis, dan catatan-catatan pembahasan di lembaga legislatif.
Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Pocut Eliza, S.Sos., S.H., M.H. memaparkan bahwa analisis dan evaluasi hukum di sini lebih diarahkan sementara ini pada undang-undang yang telah berlaku dan diterapkan selama dua tahun atau lebih. Jadi, evaluasi dan analisisnya lebih ex-post. Shidarta memberi catatan bahwa tolok ukur dua tahun ini juga sebenarnya relatif, mengingat ada undang-undang yang secara substansial sebenarnya sudah kehilangan efektivitasnya akibat pokok-pokok pengaturannya telah dianulir melalui putusan Mahkamah Konstitusi. Secara teoretis, ranah hukum di bidang teknologi dan ekonomi akan lebih cepat perubahannya, sehingga jangka waktu analisis dan evaluasinya juga lebih pendek, dibandingkan misalnya dengan ranah hukum di bidang budaya.
Roby Arya Brata mengingatkan bahwa analisis dan evaluasi yang paling baik tidak boleh hanya ex-post, tetapi juga ex-ante. Jadi mengombinasikan antara sebelum dan sesudah undang-undang itu diberlakukan. Edmon Makarim kemudian mengingatkan betapa perlunya analisis dan evaluasi yang bersifat subjektif dari analis dan evaluator di BPHN dapat juga dikomunikasikan ke pihak lain, sehingga mereka pun dapat memberi catatan dan masukan. Hanya dengan demikian derajat subjektivitasnya dapat dikurangi.
Bambang Pratama yang tampil sebagai wakil akademisi dalam FGD ini menyampaikan pengalaman pribadinya tatkala melakukan penelitian asas-asas hukum di bidang hukum sektoral, bahkan multisektoral dalam hukum siber dan hak cipta. Penelitian dari Bambang Pratama ini merupakan salah satu aspek penting dalam disertasi doktor hukum beliau di Sekolah Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan. (***)
Published at :