PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN KPPU OLEH PELAKU KARTEL
Oleh ERNA RATNANINGSIH (Juni 2016)
Kartel adalah musuh setiap negara demikian pernyataan yang pernah disampaikan oleh Tadjuddin Noer Said, mantan Ketua KPPU periode ke-2. Menurutnya, kartel adalah tindakan kriminal bahkan di beberapa negara telah menerapkan hukuman penjara atas pelanggaran kartel. Kartel adalah perkara yang kompleks karena sulitnya proses pembuktian.[1]
Berkembangnya kartel tanpa adanya penegakan hukum yang memberikan efek jera bagi para pelaku akan menghambat pembangunan ekonomi yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tepatlah apa yang disampaikan oleh mantan Ketua KPPU tersebut karena salah satu tujuan dari Negara Indonesia sebagaimana terdapat di dalam Pembukaan Alinea IV UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Para pelaku kartel dapat dianggap sebagai musuh negara karena tindakannya menghambat tujuan dari NKRI, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Agar pembangunan ekonomi meningkat maka KPPU dibentuk sebagai lembaga yang menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi pelaku usaha dalam upaya menciptakan persaingan usaha yang sehat. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat perlawanan yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap keputusan KPPU dan banyaknya keputusan-keputusan KPPU yang sudah berkekuatan hukum tetap belum dapat dieksekusi.
Tingginya Perlawanan Pelaku Usaha terhadap Putusan KPPU
Salah satu gambaran perlawanan pelaku usaha terhadap putusan KPPU adalah Putusan No.10/KPPU-I/2015 terkait dugaan pelanggaran Pasal 11 dan Pasal 19 huruf c UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam perdagangan sapi impor di Jabodetabek. Saat ini KPPU telah menerima relas panggilan sidang dari beberapa Pengadilan Negeri (PN) atas upaya hukum keberatan terlapor. Dari 32 terlapor yang diputus bersalah, sampai saat ini terdapat 14 terlapor yang telah mengajukan upaya hukum keberatan. Terdapat 2 terlapor yang menerima putusan KPPU dan sudah menyetorkan denda persaingan usaha ke kas negara. Satu terlapor telah melunasi setoran berjumlah Rp. 4.051.199.000,- sedangkan satu terlapor lainnya baru membayar sebagian sanksi denda.[2]
Secara keseluruhan, terhitung sejak tahun 2014, jumlah upaya hukum keberatan yang diajukan pelaku usaha sebanyak 120 keberatan. Dari 120 keberatan tersebut, 114 perkara telah diputus dan 6 perkara keberatan masih dalam proses. Dari 114 keberatan yang telah diputus, 67 putusan Pengadilan Negeri menguatkan putusan KPPU (59 %) dan 47 putusan membatalkan putusan KPPU (41 %). Pihak yang tidak menerima putusan PN dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. Dari 114 perkara keberatan yang telah diputus, terdapat 107 putusan yang diajukan kasasi ke MA. Dari 107 upaya hukum kasasi, 89 perkara telah diputus sedangkan 18 perkara kasasi masih dalam proses. Dari 89 putusan kasasi, terdapat 63 putusan (71 %) yang menguatkan putusan KPPU dan 26 putusan (29 %) yang tidak menguatkan putusan KPPU. Meskipun permohonan Peninjuan Kembali tidak diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999, dari 89 putusan kasasi terdapat 24 upaya hukum PK yang diajukan oleh pelaku usaha. [3] Dari Laporan Tahunan KPPU Tahun 2014 ini, dapat dilihat jumlah perlawanan yang diajukan oleh pelaku usaha terhadap keputusan KPPU cukup tinggi sebanyak 120 keberatan yang kemudian melakukan upaya hukum kasasi sebanyak 89 perkara. Bahkan pelaku usaha mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK) meskipun tidak diatur dalam UU ini. Dengan tingginya upaya perlawanan yang dilakukan terhadap putusan KPPU, selain bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk penindakan maka KPPU perlu bekerjsama dengan asosiasi-asosiasi pelaku usaha untuk membangun kesepahaman dalam menjalankan usaha dengan mengembangkan iklim persaingan usaha yang sehat sebagai upaya pencegahan.
Potensi Penerimaan Uang Negara
Putusan KPPU aquo terhadap ke-32 pelaku usaha (para terlapor) dihukum untuk membayar denda ke kas negara dengan total denda sebesar Rp107,4 Milyar. Jumlah denda dalam putusan KPPU cukup besar; ini baru dari satu perkara. Hal ini merupakan potensi penerimaan uang negara selain pajak. Namun, sangat disayangkan pelaksanaan eksekusi terhadap putusan KPPU banyak yang belum dilaksanakan oleh pelaku usaha. Berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan Komisi sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (4) pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi. Dari daftar pelaku usaha yang belum melaksanakan putusan KPPU yang terlama adalah keputusan tahun 2004 dan terbaru tahun 2011 dengan jumlah perkara 52.[4] KPPU memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memberikan putusan yang terkait dengan pelanggaran hukum persaingan usaha, tetapi ia tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan eksekusi karena putusan yang dikeluarkan KPPU harus dimintakan penetapan eksekusi kepada pengadilan negeri.
Penguatan KPPU
Dengan melihat dampak kerugian yang ditimbulkan dari kartel, tidak hanya merugikan konsumen namun juga berdampak pada melemahnya perekonomian nasional (karena akan menghentikan tumbuhnya pengusaha-pengusaha muda yang inovatif dalam menghasilkan produk yang murah dan berkualitas), maka putusan KPPU yang menindak kartel yang dilakukan oleh pelaku usaha harus dapat dilaksanakan dan dieksekusi. Dengan dilaksanakannya putusan KPPU, akan terdapat kontribusi bagi bertambahnya keuangan negara. Untuk menyelesaikan 52 perkara KPPU yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan belum dilaksanakan eksekusi maka penting adanya koordinasi dan komunikasi dengan Mahkamah Agung untuk menyelesaikan permasalahan eksekusi di lapangan dalam hal ini dilakukan oleh Pengadilan Negeri. Jika upaya ini tidak efektif untuk dilaksanakan maka perlu diberikan kewenangan tambahan bagi KPPU melalui perubahan UU No. untuk memiliki kewenangan paksa melaksanakan eksekusi dan juga membentuk struktur organisasi KPPU yang akan melaksanakan sita eksekusi. (***)
REFERENSI:
[1] Laporan Tahunan KPPU Tahun 2014, http://www.kppu.go.id/id/media-danpublikasi/laporan-berkala/laporan-tahunan-kppu/
[2] http://www.kppu.go.id/id/blog/2016/06/keberatan-putusan-daging-sapi/
[3] Laporan Tahunan KPPU Tahun 2014, http://www.kppu.go.id/id/media-danpublikasi/laporan-berkala/laporan-tahunan-kppu/
[4] http://www.kppu.go.id/id/blog/2016/02/daftar-terlapor-yang-belum-melaksanakan-putusan-kppu/