DISKUSI TENTANG HUKUM DI CHENG KUNG UNIVERSITY
Sejumlah mahasiswa program pascasarjana di National Cheng Kung University di kota Tainan, Taiwan, pada tanggal 15 Juni 2016, mengundang Ketua Jurusan Business Law BINUS untuk memberikan kuliah tentang budaya Indonesia dan sistem hukumnya. Kuliah diadakan di Jurusan Ilmu Politik pada universitas negeri yang dibangun pada tahun 1931 tersebut. Kuliah diawali pengantar singkat oleh Prof. Jenn-Jaw Soong.
Dalam tanya jawab yang diikuti oleh para mahasiswa dari berbagai latar belakang keilmuan ini, diperoleh tukar pemikiran tentang problematika budaya, politik, dan hukum, baik yang terjadi di Indonesia maupun Taiwan. Benny Yang, salah seorang mahasiswa yang sedang mengadakan penelitian tentang indeks kebahagiaan dalam perspektif ilmu ekonomi, misalnya, menanyakan tentang apa-apa saja yang ditambahkan dalam konstitusi Indonesia setelah mengalami amandemen sampai empat kali. Dijelaskan oleh Shidarta bahwa hal terpenting yang ditambahkan adalah tentang penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Benny menyatakan bahwa hal ini belum dilakukan dalam konstitusi Taiwan, kendati penghormatan terhadap hak asasi juga menjadi perhatian dan perbincangan di negeri tersebut.
Pengaruh hukum adat dan hukum Islam juga menarik perhatian para mahasiswa. Penerapan hukum pidana Islam untuk beberapa pelanggaran hukum tertentu memperlihatkan pluralisme hukum juga terjadi dalam hukum pidana. “Seharusnya hukum nasional berada dalam posisi yang lebih kuat daripada komponen sistem hukum lainnya, yaitu hukum adat, hukum agama, dan hukum eks kolonial Barat,” demikian komentar salah satu peserta diskusi. Menurut Shidarta, posisi apakah hukum negara (state law) berada di atas atau sejajar dengan sstem lainnya, sangat bergantung pada area persinggungan hukum-hukum itu. Biasanya, jika area persinggungan yang menimbulkan konflik antar-sistem hukum itu berada dalam domain hukum publik, maka hukum negaralah yang sepatutnya lebih diprioritaskan. Lain halnya ketika titik persinggungannya di wilayah hukum yang lebih netral, tatkala hukum negara tidak bersifat memaksa, maka hukum negara dalam konteks tertentu terbuka untuk dikesampingkan keberlakuannya. (***)