KLAUSULA ARBITRASE ITU “SAKTI”
Wakil Ketua Badan ArbItrase Nasional Indonesia (BANI) Prof. Huala Adolf memberikan kuliah umum bagi para mahasiswa Jurusan Business Law BINUS memperkenalkan apa dan bagaimana arbitrase itu. Acara yang berlangsung di Kampus Syahdan tanggal 10 Juni 2016 ini menarik perhatian para mahasiswa. Hadir pada kesempatan itu para dosen Jurusan BL BINUS, yaitu Shidarta, Iron Sarira, Besar, Batara Mulia, dan Abdul Rasyid. Bertindak sebagai moderator Batara Mulia. Ikut hadir mendampingi Prof. Huala Adolf dari BANI adalah General Affair Manager Ir. Arief Sempurno.
Dengan mengutip Andreas Respondek, Prof. Huala menegaskan bahwa penelitian belasan tahun lalu sudah menunjukkan bahwa 80% perjanjian internasional mengandung klausula arbitrase di dalamnya. Klausula ini memang tidak wajib ada. Ia bisa dibuat dan diintegrasikan di dalam perjanjian pokok ditandatangani atau bisa juga diperjanjikan kemudian setelah perjanjian pokok selesai disepakati. Kalau diperjanjikan kemudian, maka ia merupakan perjanjian tersendiri yang disebut arbitration agreement. Namun, menariknya adalah bahwa sekalipun perjanjian pokoknya berakhir, klausula arbitrase tidak lantas ikut berakhir. “Itu sebabnya kalusula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut sakti,’ kata Huala Adolf.
Beliau tidak lupa memaparkan beberapa contoh klausula arbitrase yang keliru dirumuskan, dan dengan demikian menimbulkan masalah. Misalnya, ada klausula yang tidak eksplisit menyebut lembaganya, atau tak jelas hukum yang dipakai, atau menunjuk lebih dari satu lembaga arbitrasenya. Mahasiswa Jurusan Business Law BINUS dapat dengan cepat dan tepat mengindentifikasi kekeliruan-kekeliruan dari contoh yang disampaikan Prof. Huala.
Untuk lembaga arbitrase di BANI saat ini, nama yang dipakai sekarang adalah BANI Arbitration Center. Hal ini karena kata “badan” kerap menimbulkan salah pengertian seakan-akan sebagai lembaga negara, padahal bukan. Lalu, kata “nasional” juga mengesankan lembaga ini hanya berskala nasional, sementara BANI sebenarnya telah memutuskan sengketa-sengketa nasional maupun internasional.
BANI Arbitration Center juga telah mendapat apresiasi dari banyak ahli dan pemerhati masalah arbitrase di mancanegara. Dalam UU No. 30 Tahun 1999 ditetapkan lembaga arbitrase ini wajib menyelesaikan tugasnya dalam 180 hari. Pembatasan waktu seperti ini hanya ditemukan dalam peraturan hukum positif di Indonesia. “Oleh sebab itu BANI makin dihormati oleh para pelaku bisnis,” ujar Huala Adolf menutup kuliahnya, kendati ia juga menyayangkan masih adanya inkonsistensi beberapa pihak tetap mempersoalkan putusan arbitrase yang nyata-nyata bersifat final dan mengikat. (***)