MEMPERTANYAKAN KONSEPSI “TANGGUNG GUGAT”
Oleh PAULUS ALUK FAJAR DWI SANTO (Mei 2016)
Entah dari mana awalnya terminologi “tanggung gugat” ini muncul, sampai sekarang tidak bisa dijelaskan secara baik mengenai asal-muasal dan pengertian pastinya. Ini menjadi menarik kalau kita coba sandingkan dengan pengertian tanggung jawab serta mencari apa beda keduanya.
Semakin menjadi menarik karena pembedaan istilah tanggung jawab dengan tanggung gugat yang mulanya dikenal dalam dunia akademik hukum dan literatur-literatur hukum itu kini telah masuk dalam materi muatan undang-undang. Pengertian terkait tanggung gugat salah satunya ada di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). Dari keseluruhan isi UUAP ada terminologi tentang tanggung jawab dan tanggung gugat pada Pasal 1 angka 23.
Bunyi lengkap pasal itu adalah: “Delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi”. Walaupun UUAP membedakan keduanya tetapi ia tidak mencoba menetapkan definisi keduanya. Bahkan, Pasal 1 angka 23 tidak konsisten dengan Pasal 13 Ayat (7) yang berbunyi: “Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui delegasi, tanggung jawab kewenangan berada pada penerima delegasi”. Ini tidak konsisten karena kata tanggung gugat tidak lagi disertakan.
Kalau kita telusuri lebih jauh, tampaknya pembedaan istilah tanggung jawab dengan tanggung gugat sangat dipengaruhi pembedaan istilah responsibility dengan liability dalam kepustakaan berbahasa Inggris. Tanggung jawab dipadankan dengan responsibility sedangkan tanggung gugat padanannya liability.
Ternyata ada juga yang menyamakan pengertian tanggung gugat dengan akuntabilitas (accountability) yang mengandung pengertian: kesediaan untuk menggugat tanggung jawab yang sudah diberikan kepada orang yang menerima dan bersedia melaksanakan tugas tertentu. Mengenai hal ini lihat Benyamin Molan, Manajemen & Pemasaran (Jakarta: Prenhallindo, 2002). Pengertian Accountable, menurut Black’s Law Dictionary (Seventh Edition, 1999) diartikan sama dengan responsible, answerable. Sementara arti kata accountable, menurut the Contemporary English-Indonesia Dictionary, adalah bertanggung jawab.
Dalam tulisan-tulisan yang terkait hubungan kontraktual antara perawat dengan kliennya, saya temukan banyak mengandung muatan tanggung gugat yang dipersamakan dengan accountability. Di sini kita bisa melihat pengertian yang dikemukakan oleh Barbara Kozier dalam “Fundamental of nursing” (1983: 7, 25), bahwa accountability diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekuensinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya.
Ada juga beberapa pernyataan yang mengemukakan bahwa dalam hukum pidana ada tanggung jawab pidana dan dalam hukum perdata ada tanggung gugat perdata. Kemungkinan kondisi ini disebabkan dalam hukum pidana tidak ada gugatan tetapi tuntutan oleh penuntut umum sedangkan dalam hukum perdata ada gugatan oleh penggugat terhadap tergugat sehingga dalam hukum perdata dikatakan ada tanggung gugat.
Di tengah kegamangan terkait konsepsi tanggung gugat ini kita dapat menelaah pendapat Peter Mahmud Marzuki. Beliau mengatakan, bahwa pengertian tanggung jawab dalam arti liability diartikan sebagai tanggung gugat yang merupakan terjemahan dari liability/aanspralijkheid, bentuk spesifik dari tanggung jawab. Menurutnya, pengertian tanggung gugat merujuk kepada posisi seseorang atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu bentuk kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum atau tindakan hukum. Seseorang misalnya harus membayar ganti kerugian kepada orang atau badan hukum lain karena telah melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian bagi orang atau badan hukum lain tersebut. Istilah tanggung gugat berada dalam ruang lingkup hukum privat.
Pendapat Peter Mahmud Marzuki ini tidak jauh berbeda dengan pendapat ahli hukum perdata di awal abad ke-20 yaitu J.H. Niewenhuis, bahwa tanggung gugat merupakan kewajiban untuk menanggung ganti kerugian sebagai akibat pelanggaran norma. Perbuatan melanggar norma tersebut dapat terjadi disebabkan: (1) perbuatan melawan hukum, atau (2) wanpretasi. Lebih jauh Nieuwenhuis menguraikan bahwa tanggung gugat itu bertumpu pada dua tiang, yaitu pelanggaran hukum dan kesalahan.
Mengacu kepada pendapat Niewenhuis tersebut, maka dapat ditarik satu pemahaman bahwa tanggung gugat itu dapat terjadi karena:
- Undang-undang; maksudnya seseorang/pihak tertentu itu dinyatakan bertanggung gugat bukan karena kesalahan yang dilakukannya, tetapi ia bertanggung gugat karena ketentuan undang-undang. Tanggung gugat semacam ini dinamakan tanggung gugat risiko.
- Kesalahan yang terjadi disebabkan perjanjian antara para pihak yang merugikan salah satu pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata (perbuatan melanggar hukum). Tanggung gugat semacam ini dikenal dengan tanggung gugat berdasarkan unsur kesalahan dan dalam perkembangannya juga karena pembuktian menjadi tanggung gugat atas dasar praduga bersalah.
Demikian sekilas penelusuran untuk menemukan pemahaman konsepsi tanggung gugat, yang belum tuntas, mohon untuk dikritisi dan diperkaya agar pemahaman tentang tanggung gugat ini menjadi lebih memberikan kepastian hukum. (***)