MAKNA “DOKTRIN” DAN “TEORI” DALAM ILMU HUKUM
Oleh AHMAD SOFIAN (Mei 2016)
Ada satu pertanyaan perlu dipecahkan, apakah perbedaan antara doktrin dan teori. Doktrin merupakan pendapat atau pendirian ilmiah yang disusun dan dikemukakan secara rasional dan dapat meyakinkan orang lain. Doktrin ini memiliki peranan penting karena doktrin ini dikemukakan oleh seorang ilmuwan hukum yang bisa mempengaruhi jurisprudensi dan bisa menjadi kaedah hukum, karena itu doktrin itu dapat menjadi bagian dari sumber hukum positif.
Menurut Bernard Arief Sidharta, istilah lain doktrin adalah ajaran. Ajaran itu juga dapat disamakan dengan doktrin, doktrin ini merupakan tampungan dari norma sehingga dokrin menjadi sumber hukum. Jika kita mengutip pendapat Apeldoorn, maka doktrin hanya bertugas membantu dalam pembentukan norma; doktrin itu harus dipindahkan lebih dahulu ke dalam norma yang langsung misalnya putusan hakim atau peraturan perundang-undangan, sehingga doktrin itu menjadi sumber tidak langsung dalam penerapan hukum. Menurutnya, ajaran berbeda dengan teori. Suatu ajaran membahas pada satu hal tertentu atau satu pasal tertentu yang lebih kecil dan belum berlaku secara umum. Ketika ajaran tersebut diobjektifkan dan berlaku secara umum maka akan berubah menjadi teori.
Apa yang dikemukakan oleh Bernards Arief Sidharta tentang pemaknaan doktrin, hampir sama seperti yang dikemukan oleh Agell (2002). Dia mengatakan bahwa doktrin dalam ilmu hukum diartikan sebagai “analytical study of law atau “doctrinal study of law” yang bersifat science. “Legal doctrine” adakalanya disebut juga dengan “legal dogmatics”. Kedua istilah ini lazim ditemukan dalam civil law sementara itu di dalam anglo-american istilah legal doctrine maupun legal dogmatics tidak begitu dikenal.
Jufrina Rizal (2013) memberikan pemaknaan atas kedua terminologi tersebut sebagai berikut:
“Istilah ajaran di Indonesia penggunaannya bermacam-macam, ada ajaran hukum alam, ajaran positivisme, ajaran hukum murni, ajaran hukum progresif, padahal itu semua adalah teori juga. ‘Ajaran’ digunakan untuk menjelaskan isi dari teori tersebut. Karena itu, Kelsen juga menyebutkan ”reine Rechlehre’ yang diterjemahkan ajaran hukum murni. Lehre (Jerman), leer (Belanda) diterjemahkan sebagai ajaran. Dalam bahasa asing terminologi ini akan lebih jelas, misalnya algemene rechlehre/general jurisprudence. Perancis sendiri memakai istilah theorie general du Droit, yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ajaran hukum umum. Rechtsleer diterjemahkan sebagai ajaran hukum, Wetenschapsleer diterjemahkan menjadi ajaran ilmu dari hukum. Ditemukan juga istilah ‘ajaran hukum doktrinal’. Yang membuat semakin bingung, semua hal itu disebut dengan istilah recht maupun wet (Belanda), atau droit dan lois (Prancis). Di Perancis ada Sociologie du Droit dan Sociologie Juridique, yang diartikan sebagai Sosiologi Hukum.”
Terkait dengan masalah ajaran ini, Johnny Ibrahim (2007) mengatakan bahwa pada masa lalu teori hukum sering juga dinamakan “ajaran hukum” (rechtsleer) yang tugasnya antara lain menerangkan berbagai pengertian dan istilah-istilah dalam hukum, menyibukkan diri dengan hubungan antara hukum dan logika dan menyibukkan diri dengan metodologi. Pada satu sisi teori hukum mengandung filsafat ilmu dari ilmu hukum sedangkan pada sisi lain teori hukum merupakan ajaran metode untuk praktik hukum.
Sementara itu, Gijssels-Hoecke yang dikutip oleh Bernard Arief Sidharta (1996), mengemukakan bahwa teori hukum dapat dibagi dalam tiga cabang (bidang) yakni ajaran hukum, hubungan hukum dan logika, serta metodologi. Ajaran hukum merupakan kelanjutan dari allgemeine rechtslehre, mencakup analisis pengertian hukum, analisis pengertian-pengertian dalam hukum atau konsep-konsep dalam hukum (misalnya: perbuatan hukum, kontrak, perikatan, perkawinan, perbuatan melawan hukum, dan sebagainya) yang berkaitan antara satu dan lainnya, analisis asas dan sistem hukum, analisis kaidah hukum dan keberlakuan kaidah hukum.
Hampir sama dengan apa yang sudah dikemukakan di atas, Aleksander Peczenik (2001) lebih suka menggunakan terminologi “legal doctrine”. Dia mengatakan bahwa legal doctrine di negara-negara Eropa Kontinental terdiri dari tulisan para profesional hukum seperti buku, monograf, dan sebagainya yang ditulis secara sistematis dan memberikan interpretasi yang valid terhadap hukum. Legal doctrine bertujuan untuk memaparkan hukum secara koheren yang melingkupi prinsip-prinsip hukum, peraturan-peraturan, meta-rules termasuk juga pengecualiannya pada level yang abstrak namun saling berhubungan. Beberapa istilah legal doctrine yang berada di negara-negara Eropa Kontinental adalah scientia iuris, rechtswissenschaft, rectsdogmatik, doctrine of law, legal dogmatics.
David dan de Vries yang dikutip oleh Peter de Cruz (2010) mengatakan bahwa istilah doktrin sudah dipergunakan dalam hukum Prancis sejak abad ke-19 yang diartikan sebagai kumpulan pendapat tentang berbagai masalah hukum yang diekspresikan dalam buku dan artikel serta digunakan untuk mengkarakterisasikan secara kolektif orang-orang yang terlibat dalam analisis, sintesa, dan evaluasi terhadap materi sumber hukum, anggota profesi di bidang hukum yang mencurahkan perhatian khusus terhadap karya-karya ilmiah dan memiliki reputasi sebagai otoritas. Dapat disimpulkan bahwa doktrin merupakan sebuah faux ami, seperti yurisprudensi dan oleh karena itu paling baik diterjemahkan sebagai pendapat dari para penulis/ilmuwan hukum atau tulisan dari para ilmuwan hukum.
Sementara itu, teori menurut Fred N. Kerlienger sebagaimana dikutip oleh John W. Creswell (2010) merupakan seperangkat konstruk (variabel-variabel), definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang saling berhubungan yang mencerminkan pandangan sistematik atas suatu fenomena dengan cara memerinci hubungan antar variabel yang ditujukan untuk menjelaskan fenomena alamiah. Suatu teori dalam penelitian bisa saja berfungsi sebagai argumentasi, pembahasan atau alasan. Teori biasanya membantu menjelaskan (atau memprediksi) fenomena yang muncul di dunia. Labovitz dan Hagedorn (2010) menambahkan bahwa teori juga sebagai usaha untuk mengetahui bagaimana dan mengapa variabel-variabel dan pernyataan-pernyataan relasional saling berhubungan satu sama lain. Teori juga menyediakan penjelasan atas ekspektasi atau prediksi atas keterhubungan berbagai variabel tersebut.
Teori hukum menurut J.J.H Bruggink dibedakan menjadi dua yaitu yaitu teori hukum dalam arti luas dan teori hukum dalam arti sempit. Teori hukum dalam arti luas yaitu seluruh rangkaian atau kajian atas ilmu hukum itu sendiri termasuk juga aliran-aliran atau pemikiran dalam ilmu hukum seperti teori hukum alam, teori hukum positivisme, teori hukum murni, teori utilitarianisme, teori realisme hukum, teori antropologi hukum, dan teori hukum kritis. Teori hukum dalam arti sempit merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum. Teori berbicara secara spesifik mengenai hal-hal yang berkaitan dengan konsepsi-konsepsi hukum, prinsip-prinsip hukum, doktrin-doktrin, dan kaidah-kaidah hukum.
Dari uraian-uraian yang dikemukan di atas, maka secara singkat dapat digambarkan perbedaan dotkrin/ajaran dengan teori adalah sebagai berikut:
Doktrin/Ajaran | Teori |
Pendapat atau pendirian ilmiah yang disusun dan dikemukakan secara rasional dan dapat meyakinkan orang lain | Seperangkat konstruk (variabel-variabel), definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang saling berhubungan yang mencerminkan pandangan sistematik atas suatu fenomena dengan cara memerinci hubungan antar variabel yang ditujukan untuk menjelaskan fenomena alamiah |
Membahas pada satu hal tertentu atau satu pasal tertentu yang lebih kecil dan belum berlaku secara umum | Membantu menjelaskan (atau memprediksi) fenomena yang muncul di dunia. Menjelaskan relasi variabel-variabel dan pernyataan-pernyataan atau prediksi atas keterhubungan berbagai variabel tersebut. |
Dikemukakan oleh seorang ilmuwan hukum yang bisa mempengaruhi yurisprudensi dan bisa menjadi kaedah hukum, dapat menjadi bagian dari sumber hukum positif | Berbicara mengenai hal-hal yang berkaitan dengan konsepsi-konsepsi hukum, prinsip-prinsip hukum, aliran-aliran atau pemikiran dalam ilmu hukum.
|
Berangkat dari silang pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa ajaran atau doktrin merupakan pandangan atau pendapat ilmuwan hukum terhadap suatu masalah tertentu, pendapat ilmuwan hukum tersebut merupakan pandangan kritis yang didapat melalui pemikiran yang mendalam. Pendapat ilmuwan hukum tersebut dapat dikemukakan untuk memecahkan masalah tertentu. Doktrin sendiri tidak dimaksudkan untuk menggeneralisasi masalah tertentu, tetapi hanya ingin membantu memecahkan masalah tertentu. Sementara itu, teori merupakan pendapat ilmuwan yang diperoleh melalui serangkaian penelitian dan dimaksudkan untuk menjelaskan keterhubungan antar-berbagai variabel, antar-berbagai dokrin, dan antar-berbagai aliran. Dengan demikian, teori ini diperoleh dengan melakukan langkah-langkah metodologis yang terinci. Teori juga dapat digunakan untuk menggeneralisasi sebuah fenomena dan memprediksinya. (***)
Leave Your Footprint
-
Oye Hatur nuhun kang. Mugia barokah
-
asif assalamualaikum… mohon bertanya pak, saya sedang tugas akhir magister hukum, sedang mengkaji pemikiran j.j.h bruggink, saya kesulitan mencari biodata beliau, apakah bapak ada informasi atau buku yang bisa membantu saya. terimakasih dan wassalamualaikum…
-
business-law Johannes Josephus Henricus Bruggink (lahir 1945) menulis sekitar 27 buku tentang hukum dalam bahasa Belanda. Satu bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Jerman, dan Inggris. Saya tidak punya data lebih lengkap tentang kehidupan akademis beliau.
-
-
Rekna Saya mau bertanya, apa syaratnya agar doktrin itu menjadi sumber hukum dalam arti formil?
-
business-law Setiap doktrin, dalam hal ini buah pemikiran para ahli hukum yang ditulis dalam buku-buku teks atau karya publikasi lainnya, berpotensi untuk dijadikan sumber hukum. Berpotensi artinya belum tentu menjadi sumber hukum yang senyatanya. Ia akan menjadi sumber hukum yang senyatanya apabila doktrin itu diambil alih dengan cara dikutip di dalam putusan hakim. Sumber pengutipannya harus disebutkan eksplisit.Suatu peraturan perundang-undangan mungkin saja dibuat dengan dipengaruhi oleh doktrin tertentu, namun tentu kita tak dapat menemukan pengutipan itu di dalam teks peraturan.
-