REZA ZAKI SEBAGAI PEMBICARA DI SEMINAR NEGARAWAN MUDA
Reza Zaki, dosen Jurusan Business Law BINUS pada tanggal 28 April 2016 tampil menjadi salah satu pembicara Seminar Negarawan Muda yang diadakan di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB). Seminar Negarawan Muda merupakan salah satu rangkaian acara dari Future Leader Camp 2016 yang disuguhkan untuk para generasi penggerak perubahan dalam upaya mengumpulkan semangat kolektif yang tercipta untuk memecahkan permasalahan bangsa. Misi mulia inilah yang ingin ditularkan kepada ratusan peserta seminar.
Pada sesi pertama tampil Ridwan Kamil (Walikota Bandung), Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng), Riza Falepi (Walikota Payakumbuh), dan Illidza Sa’aduddin (Walikota Banda Aceh). Mereka adalah para tokoh ispiratif yang membawa gagasan solutif untuk daerahnya. Sementara pada sesi kedua tampil tokoh-tokoh seperti Reza Zaki (dosen Jurusan Business Law BINUS dan CEO Rumah Imperium Sumedang), Shofwan Al-Banna (Co-Founder Selasar.com), Achmad Zaky (CEO Bukalapak.com), dan Ivan Ahda (Koordinator Forum Indonesia Muda). Beberapa cuplikan penting dari pandangan sejumlah pembicara yang muncul dalam seminar tersebut dapat dirangkum sebagai berikut.
Pertama, Nurdin Abdullah menyampaikan pengalaman beliau memimpin perubahan di Kabupaten Bantaeng. Salah satu peran konkret beliau adalah mengatasi permasalahan sektor pertanian. Selama ini 74% sektor ini tidak diolah optimal karena banjir. Waduk Tunggu berhasil dibangun sebagai pengendali banjir dan cadangan air di Kabupaten Bantaeng. Selain itu revitalisasi pantai Seruni, yang awalnya menjadi ‘toilet’ terpanjang di dunia, kini menjadi lebih indah dan menarik bahkan terbangun pusat kuliner di sana.
Kedua, Illidza Sa’aduddin menyampaikan pengalaman mempimpin perubahan di Banda Aceh. Beliau selalu berupaya untuk melakukan yang terbaik untuk daerah yang kental dengan syariat Islam tersebut. Meskipun pemimpin wanita masih jarang yang ada, bukan berarti Islam menghalangi perempuan untuk memimpin. Sebagai seorang perempuan, beliau sangat aktif dan fokus dengan kegiatan yang berbasis pemberdayaan perempuan dan hak anak. Salah satu prestasinya sebagi seorang walikota, beliau berhasil meningkatkan PAD 13 kali dan APBD empat kali dalam satu tahun.
Kemudian, ada Riza Falepi yang menyampaikan pengalamannya memimpin Kota Payakumbuh. Payakumbuh memiliki penduduk 127.000 dengan tingkat kemiskinan 11%. Akan tetapi berkat kerja keras beliau, setelah 3,5 tahun kemiskinan turun menjadi 6%. Dalam kurun waktu tersebut, permasalahan infrastruktur dan drainase telah selesai diperbaiki. Beliau juga menyadari bahwa pendidikan merupakan aspek terpenting dalam membangun daerah, sehingga selama beliau memimpin kota Payakumbuh, dibangunlah lima sekolah dan renovasi di 32 sekolah. Selain itu dalam sektor pertanian pun Payakumbuh memiliki produktivitas pertanian yang cukup tinggi. Dengan sawah seluas 3000 ha, mampu memproduksi 30.000 ton padi.
Lalu, Ridwan Kamil dengan pengalaman inspiratifnya menjadi pemimpin yang memegang prinsip “ing madya mangun karsa“, sehingga membuat beliau tetap berjuang bersama dan di tengah masyarakat. Prestasi beliau pun sudah terbukti salah satunya adalah jalinan kerjasama dengan pihak-pihak asing untuk membangun kota Bandung. Tak hanya itu, bermodal background sebagai arsitek, beliau banyak berinovasi membangun berbagai insfrastruktur unik di kota Bandung. Ia berpesan kepada para peserta seminar, “Setidaknya ada empat hal kebaikan yang bisa kamu upayakan. Bantulah masyarakat di sekitarmu dengan pikiran, waktu, tenaga, dan harta!”
Pada Sesi II, Shofwan menyampaikan mengenai pentingnya menguasai geopolitik Indonesia. Negarawan muda harus mampu bervisi besar dan panjang seperti yang sudah diperlihatkan oleh Ir. Soekarno. Sementara itu Zaki menceritakan perjalanan menjadi generasi millenial yang berprofesi sebagai dosen, pengusaha, dan aktivis sosial. Bahkan dalam usia muda ia berkesempatan menempuh pendidikan doktor. Beliau menjelaskan bahwa masa depan Indonesia ada di desa yang merupakan pusat kemewahan negeri ini. Ivan memaparkan tren generasi saat ini yang harus seimbang dalam menjalani kerja publik dan kerja untuk diri dan keluarganya. Kini eranya menolak kedangkalan yang menilai capaian seseorang hanya dilihat sebatas bisa memiliki pendidikan tinggi dan meraih penghargaan tertentu.
Berdasarkan cerita perjalanan para tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa filosofi kepemimpinan yang dibutuhkan saat ini adalah pemimpin yang berada di tengah masyarakat. Pemimpin yang dekat dengan masyarakat akan mengetahui lebih detail kompleksitas permasalahan yang muncul di masyarakat, sehingga solusi-solusi yang ditawarkan akan menjadi gagasan yang aplikatif dalam menyelesaikan kompleksitas permasalahan tersebut. (***)
Published at :