PERATURAN KEPALA DESA SEBAGAI JENIS “REGELING REGEL” TERENDAH
Oleh SHIDARTA (April 2016)
Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan tujuh jenis peraturan perundang-undangan, yaitu: (1) UUD Negara RI 1945, (2) Ketetapan MPR, (3) UU/Perppu, (4) PP, (5) Perpres, (6) Perda Povinsi, dan (7) Perda Kabupaten/Kota. Dalam pasal itu tidak disebutkan ada peraturan desa. Baru pada Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 dinyatakan bahwa jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup juga peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Jadi, lagi-lagi tidak ada tersurat kata-kata “peraturan desa” karena yang ada adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepala desa atau yang setingkat. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, juga dalam beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri (dulu Menteri Dalam Negeri dan sekarang Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi), nomenklatur “peraturan desa” memang dimunculkan. Peraturan desa di dalam peraturan tersebut dimaknai sebagai peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Jadi, berangkat dari pengertian ini berarti peraturan desa wajib melewati proses pembahasan dan penyepakatan bersama antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Barulah setelah melalui proses ini, Kepala Desa dapat menetapkan pengesahan suatu peraturan desa. Kewenangan untuk mengeluarkan peraturan desa ini termasuk dalam kewenangan lokal berskala desa di bidang pemerintahan.
Dalam sistem pemerintahan kita saat ini, istilah “desa” dapat mengacu pada dua pengertian yaitu desa [pada umumnya] dan desa adat. Pengklasifikasian seperti ini jelas membingungkan karena bertentangan dengan keruntutan berpikir logis. Tentu yang dimaksud di sini, ada desa adat dan desa non-adat.
Lalu, apakah peraturan desa (dan peraturan desa adat) itu termasuk kategori peraturan perundang-undangan (regeling regel) terendah dalam tata susunan peraturan perundang-undangan di Indonesia? Menarik, bahwa ternyata Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 memuat ketentuan sebagai berikut: “Jenis peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa.” Dari ketiga jenis peraturan di desa itu, ternyata hanya dua saja yang tegas dinyatakan wajib diundangkan dalam lembaran desa dan berita desa oleh sekretaris desa, yaitu jenis peraturan desa dan peraturan kepala desa. Antara peraturan desa dan peraturan kepala desa jelas terdapat penjenjangan (hierarki) karena peraturan kepala desa merupakan aturan pelaksanaan dari peraturan desa. Memang seharusnya, peraturan bersama kepala desa pun harus tegas dinyatakan berada dalam jenjang yang sama dengan peraturan kepala desa, kendati lingkup keberlakuannya meliputi dua desa atau lebih yang bekerja sama. Artinya, jika ada dua desa yang bekerja sama yang aturan kerja sama itu dituangkan dalam peraturan bersama kepala desa, maka wajib ada dua nomor peraturan kepala desa yang oleh kedua sekretaris desa diundangkan dalam berita desa mereka masing-masing.
Persoalan lain adalah apakah hanya dimungkinkan untuk adanya peraturan bersama kepala desa, tetapi tidak dibolehkan peraturan bersama desa? Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, juga berbagai peraturan pelaksanaannya, sama sekali tidak menyinggung nomenklatur “peraturan bersama desa”. Lalu, apakah jika tidak disebutkan, lalu berarti tidak boleh ada? Apabila pengaturan desa ditujukan untuk antara lain mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama; lalu membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien, efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; maka bentuk kerja sama antar-desa itu seharusnya bisa juga dijalin dalam wujud peraturan payung yang lebih tinggi, yaitu peraturan desa. Oleh sebab itu, tentu boleh-boleh saja ada peraturan bersama desa. Keberadaan peraturan bersama desa ini perlu diberi ruang karena camat yang pada berposisi sebasgai “atasan” terdekat para kepala desa itu tidak diberi kewenangan membentuk peraturan perundang-undanan.
Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, hanya ada peraturan desa yang dimasukkan ke dalam butir ketentuan umum untuk didefinisikan sebagai peraturan perundang-undangan. Sementara itu, peraturan kepala desa yang merupakan aturan pelaksanaan dari peraturan desa tidak diberikan pengertiannya. Dengan dibukanya jenis-jenis peraturan perundang-undangan menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, maka peraturan kepala desa pun adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepala desa. Ini berarti ia memenuhi syarat untuk menjadi sebuah “regeling regel” yang posisinya lebih rendah daripada peraturan desa. (***)
Published at :
Leave Your Footprint
-
I nyoman Winata Sejatinya Bidang dan kegiatan apa saja yg mestinya diprioritaskan dibuat perdes
-
business-law Mengenai apa yang harus diatur, sangat bergantung pada kebutuhan konkret di desa tersebut. Peraturan Mendagri Nomor 111 Tahun 2014 menyebutkan materi peraturan desa mengenai APB desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi pemerintah desa. Itu hanya beberapa contoh saja. Secara umum, materi muatan peraturan desa mencakup seluruh hal yang bertujuan menyelenggarakan urusan desa serta untuk menjabarkan lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Ketentuan tentang pengelolaan secara bersama-sama sumber daya di desa dan/atau upaya melestarikannya, seyogianya menjadi objek-objek pengaturan yang penting dibuatkan peraturan desa. Oleh karena peraturan desa adalah kelompok jenis aturan paling rendah, maka ada pandangan bahwa peraturan ini mengambil materi muatan sisa (residu) dari peraturan di atasnya. Hal ini tidak dapat dihindari. Namun, apapun materi muatannya, peraturan desa tidak selayaknya menambah beban masyarakat, misalnya dengan pengenaan biaya-biaya yang tidak semestinya, yang sangat mungkin berbenturan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Juga hindari untuk membuat peraturan desa yang diskriminatif.
-
-
bambang Mohon penjelasan, mengenai hal yang diatur dengan Perdes dan apa yang harus diatur dengan Peraturan Kepala Desa
-
business-law Peraturan Desa dibuat oleh BPD bersama dengan kepala desa, yang isinya tentang penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat. Bisa juga berupa pengaturan lebih lanjut dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam hal Peraturan Desa itu belum cukup konkret atau teknis, maka dibuatlah Peraturan Kepala Desa untuk menindaklanjutinya (sebagai peraturan pelaksana). Mungkin juga ada hal-hal yang belum diatur dengan Peraturan Desa, tetapi ada disebutkan di dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi bahwa perihal itu harus dibuat dengan Peraturan Kepala Desa, maka Peraturan Kepala Desa dapat dibuatkan utuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut.
ataupun pelaksana dari peraturan yang lebih tinggi. Dalam posisinya sebagai peraturan pelaksana peraturan desa, Peraturan Kepala Desa hanya dapat mengatur hal-hal yang diperintahkan secara konkret dalam Peraturan Desa. Karena itu, tidak boleh mengatur hal yang tidak diperintahkan ataupun dilarang oleh Peraturan Desa. Ini merupakan salah satu bentuk pembatasan terhadap kekuasaan yang dimiliki oleh kepala desa.
Sedangkan pada posisinya sebagai pelaksana peraturan yang lebih tinggi, Peraturan Kepala Desa memuat materi yang menjadi kewenangannya atau materi yang diperintahkan atau didelegasikan dari peraturan yang lebih tinggi. Peraturan Kepala Desa tetap saja dapat mengatur materi yang tidak ditentukan dalam Peraturan Desa, namun materi itu harus tetap diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi, misalnya diperintahkan oleh Undang-Undang, Peraturan Pemerintah bahkan Peraturan Daerah. Dengan demikian, Peraturan kepala Desa merupakan salah satu peraturan yang “lebih bebas” dalam menentukan substansi yang akan diaturnya, namun tetap harumempunyai dasar hukum dalam pengaturan materi tersebut.
-
-
Saiful Arifin Mohon Penjelasan
1. Bolehkah Kepala -kepala desa membuat ‘Peraturan bersama Kepala Desa tentang Standar Harga Barang dan Jasa’ untuk suatu wilayah atau kecamatan tertentu, sementara sudah ada Keputusan Bupati dan Keputusan Kepala Desa tentang Standar Harga Barang dan Jasa??-
business-law Informasi Saudara belum cukup lengkap untuk memahami duduk persoalannya. Misalnya, harga barang atau jasa tentang apa? Barang itu produk dari mana? Secara umum dapat dijawab bahwa siapapun, termasuk seorang pejabat tidak dibolehkan membuat penetapan harga barang atau jasa, apabila hal itu sampai mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (misalnya membuat pelaku usaha baru tidak bisa ikut masuk di pasar bersangkutan). Tentu ada pengecualian untuk komoditas tertentu, seperti BBM yang harganya dibakukan melalui peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
-