PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN ANCAMAN KRIMINALISASI SEKTOR JASA KONSTRUKSI
Paulus Aluk Fajar Dwi Santo, salah seorang dosen Jurusan Business Law BINUS, pada tanggal 6 April 2016 diundang menghadiri diskusi panel dengan tema “Pembangunan Infrastruktur Indonesia: Mampukah Menjadi Penggerak Kemandirian Industri Nasional?” bertempat di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Diskusi ini diselenggarakan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Mayoritas peserta diskusi juga berasal dari Kadin, termasuk salah seorang pengurus inti Kadin Pusat yang juga dosen Jurusan Business Law BINUS Januardo S.P. Sihombing.
Narasumber dalam diskusi ini antara lain Prof. Dr Suyono Dikun (Pengamat Infrastruktur/Akademisi (CSID), Herry Sidharta (Direktur Bisnis Korporasi PT. Bank Negara Indonesia Tbk.), dan Fary Djemi Francis (Ketua Komisi V DPR RI). Dalam kesempatan itu, Prof. Dr Suyono Dikun mengedepankan pentingnya sistem registrasi dan sertifikasi, dan menurut beliau sudah harus dipikirkan keberadaan Badan sertfikasi terkait jasa konstruksi. Sementara itu, Herry Sidharta lebih menyoroti tentang pembiayaan terkait jasa kontruksi. Terakhir, Fary Djemi Francis menginformasikan tentang pembahasan RUU jasa konstruksi, yang menurutnya tinggal menunggu waktu karena sudah dibahas di Komisi V DPR RI.
Kajian dari sisi hukum dari peserta panel lebih banyak meyoroti tentang kriminalisasi pada sektor kontrak jasa konstruksi ini. Bahkan, ada peserta dari Kadin yang berseloroh dengan mengatakan jika kita menandatangani suatu kontrak jasa konstruksi maka kita sudah membayangkan bahwa satu kaki kita ada di dalam penjara. Kondisi ini terkait dengan Pasal 25 ayat (3) UU Jasa Konstruksi 18 Tahun 1999, yang menyebutkan bahwa kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli. Soal penilai ahli, saat ini baru diatur di peraturan LPJKN No. 4 Tahun 2014. Dengan demikian, belum ada payung hukum yang secara tegas memberi mandat terhadap subjek yang melakukan penilaian. Sebagai contoh, tambah salah seorang peserta, “Dulu jika ada pemeriksaan proyek dan diperoleh temuan, misalnya kekurangan volume rangka konstruksi, maka akan dihitung nilainya dan diminta untuk dikembalikan kekurangannya. Belakangan, banyak lembaga yang ikut memburu temuan termasuk Kepolisian dan Kejaksaan, dan cenderung mengkriminalisasi pelaksana,” Hal ini sangat meresahkan pelaksana jasa konstruksi, Untuk itu UU Jasa Konstruksi yang baru perlu segera direalisasikan agar ada kepastian hukum yang relatif bisa dijadikan pegangan. (***)
Published at :
Leave Your Footprint
-
Djoko Soepriyono Menurut Pendapat saya tidak ada Kriminalisasi Jasa Konstruksi atau Kriminalisasi Kontrak Kerja Konstruksi, dalam persidangan justru terbukti adanya mengkriminalisasi diri sendiri terhadap Jasa konstruksi, terbukti adanya persengkongkolan, Mark Up dan mengganti atau melaksanakan spesifikasi teknik,..