MENGKRITISI RUU TAPERA
Oleh SITI YUNIARTI (Mareti 2016)
Pada Februari 2016 Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat atau disingkat Tapera telah disetujui oleh DPR untuk dibahas bersama dengan Pemerintah. RUU Tapera lahir sebagai salah satu penterjemahan kewajiban negara untuk menjamin akses masyarakat terhadap salah satu hak asasi manusia yaitu hak atas tempat tinggal atau rumah. Secara filosofis dan yuridis, hak atas tempat tinggal atau rumah diatur dalam Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (1),ayat (2), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya), dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Dalam RUU tersebut, Tapera didefinisikan sebagai simpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir. Merujuk pada latar belakang penyusunan RUU Tapera dan definisi Tapera sebagaimana diuraikan di atas, maka secara terang dan jelas bahwa tujuan utama dari pengadaan Tapera adalah untuk pembiayaan perumahanan berupa pembiayaan pemilikan rumah, pembangunan rumah maupun perbaikan rumah.
Setiap pekerja berkewarganegaraan Indonesia, baik pekerja dalam suatu hubungan kerja maupun pekerja mandiri, wajib menjadi peserta Tapera apabila memenuhi persyaratan: (a) berpenghasilan di atas upah minimum;dan (b) telah berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar. Dengan kata lain, Tapera wajib diikuti oleh seluruh pekerja.
Selanjutnya, mari kita cermati persyaratan yang harus dipenuhi oleh peserta untuk dapat memperoleh pembiayaan perumahan sebagaimana tujuan diadakannya Tapera, sebagai berikut:
- Masa kepesertaan paling singkat 12 (dua belas) bulan;
- Termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah;
- Belum memiliki rumah; dan/atau
- Untuk pembelian kepemilikan rumah, pembangunan rumah atau perbaikan rumah pertama.
Keempat persyaratan tersebut di atas merupakan persyaratan kumulatif yang harus dipenuhi, kecuali persyaratan ketiga dan keempat yang bersifat opsional mana yang terpenuhi.
Frasa “termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah” dalam opini penulis mengandung kata-kata kunci untuk memahami manfaat dari pembiayaan perumahan ini. Tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam RUU Tapera yang menjelaskan klasifikasi golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Hanya disebutkan dalam bagian penjelasan Pasal 1 huruf (a), adanya golongan masyarakat berpenghasilan rendah, sedang, dan tinggi. Dengan demikian, dalam hal peserta tidak termasuk dalam golongan masyarakat berpenghasilan rendah, maka peserta tidak dapat memanfaatkan Tapera sebagai dana pembiayaan rumah. Oleh karena itu, peserta Tapera tersebut hanya dapat menerima pengembalian dana simpanan berikut dana hasil pemupukannya ketika kepesertaan berakhir.
Adapun kepesertaan Tapera akan berakhir, menurut Pasal 13 RUU apabila:
- Peserta memasuki masa pensiun;
- Telah mencapai usia 58 tahun;
- Peserta meninggal dunia; atau
- Tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama 5 (lima) tahun berturut -turut.
Bandingkan dengan dana perumahan yang menjadi bagian dari BPJS Ketenagakerjaan! Perlu dicatat bahwa perbandingan yang dimaksud tidak mengacu pada tumpang tindih antara fungsi dana perumahan – BPJS Ketenagakerjaan dan Tapera sebagaimana diklaim oleh Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia). Menilik keterangan dalam situs BPJS Ketenagakerjaan, dana perumahan merupakan bagian dari Program Jaminan Hari Tua (JHT). Manfaat JHT diberikan dalam bentuk dana tunai ketika Peserta mencapai usia pensiun 56 tahun, meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap. Disebutkan bahwa Peserta yang belum memasuki usia pensiun dapat menarik sebagian manfaat JHT jika mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan (a) diambil maksimal 10% dari total saldo sebagai persiapan usia pensiun; (b) diambil maksimal 30% dari total saldo untuk uang perumahan. Tidak diatur perihal pengecualian pemanfaatan dana JHT bagi golongan peserta tertentu.
Dengan demikian, apabila maksud dari Tapera adalah untuk memberikan akses atas kehidupan yang layak, maka seyogianya kesempatan tersebut dapat diberikan kepada seluruh peserta dengan cara menghilangkan frasa “termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh manfaat atas pembiayaan perumahan. Adapun untuk memberikan peluang lebih banyak bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah menerima manfaat Tapera, dapat dilakukan dengan pengaturan yang lebih memudahkan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan bukan menutup akses yang sama bagi pekerja yang tidak termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah. (***)
Published at :