People Innovation Excellence

BUKU: ANTARA SUMBER PENGETAHUAN DAN ANCAMAN KONTEN NEGATIF

Oleh ERNI HERAWATI (Maret 2016)

Buku merupakan salah satu bentuk produk manusia yang berguna untuk menyampaikan informasi kepada manusia lainnya dengan media lembaran-lembaran halaman dan teks yang ada di dalamnya. Sebelum berkembangnya teknologi informasi, buku muncul dalam bentuk yang lebih sederhana dibanding dengan media komunikasi massa yang lainnya seperti televisi, radio, dan film. Namun, dengan adanya media yang telah terkonvergensi dengan teknologi informasi, buku juga telah merubah bentuk dan muncul dalam teks-teks yang bisa dibaca melalui media layar datar.

Hampir sebagian besar manusia di dunia ini telah berinteraksi dan memanfaatkan buku sebagai salah satu sumber informasi. Banyak orang sepakat bahwa buku merupakan jendela bagi manusia untuk mengetahui realitas di luar lingkungan dirinya, dan karena itu banyak orang memperoleh pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui melalui buku. Namun, beberapa tahun belakangan ini muncul beberapa masalah yang berkaitan dengan konten buku, misalnya: kasus buku Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta (PLBJ) tahun 2012 untuk siswa SD yang mengilustrasikan konflik rumah tangga dan terdapat kata “istri simpanan” dalam ilustrasi tersebut, buku pendidikan agama yang memasukkan konten radikalisme di Jawa Barat dan Jawa Timur tahun 2015, Buku komik berjudul Why Pubertas? dianggap berisi muatan yang mengarah pada cinta sejenis terbitan tahun 2012, buku PAUD yang berisikan kata-kata yang juga mengarah pada radikalisme ditemukan di Bengkulu awal tahun 2016.

Sebetulnya jika dipahami lebih luas, maka buku tidak hanya berisi tentang informasi yang dipergunakan bagi lembaga-lembaga pendidikan formal. Buku juga muncul dalam bentuk fiksi seperti novel dan komik. Sebagian dari novel dan komik yang beredar di Indonesia merupakan saduran atau terjemahan dari novel-novel dan komik dari luar. Jika polemik yang muncul berkaitan dengan buku-buku ajar ataupun buku untuk kepentingan akademis lainnya, maka konten buku yang bersifat negatif dapat segera terdeteksi dengan segera oleh guru atau dosen sebagai pengampu mata pelajaran atau mata kuliah tertentu.

Tapi bagaimana dengan buku fiksi? Setelah mencermati beberapa tipe jenis novel terjemahan, penulis mendapati bahwa novel-novel bergenre roman terjemahan yang dijual bebas di toko buku itupun tidak lepas dari muatan-muatan cerita yang mendeskripsikan secara gamblang adegan-adegan seksual; sedangkan tidak ada tanda dalam kemasan novel atau aturan dari manajemen toko buku yang membatasi siapa konsumen dari novel tersebut. Bagaimana jika yang membaca kemudian adalah anak-anak remaja di bawah umur? Dengan karakteristik buku yang sangat mengandalkan imajinasi pembaca untuk menangkap maksud penulis, maka bisa dibayangkan bagaimana khalayak pembaca membentuk sendiri gambaran imajinasi dalam pikirannya tentang apa yang dibacanya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dampak dari konten buku bagi khalayak sebetulnya tidak lebih ringan dari dampak media massa yang lainnya. Lalu siapakah yang bertanggung jawab terhadap masalah ini? Serta, siapakah gatekeeper dari konten buku? Apakah dimungkinkan suatu sistem sensor dalam suatu buku? Sementara itu, di lain pihak, buku merupakan representasi kebebasan mengeluarkan pendapat dan juga kebebasan berkomunikasi dan memperoleh informasi bagi setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi negara Indonesia.

Berkaitan dengan peredaran buku, menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya Pasal 30 ayat (3) ditentukan bahwa di bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksanaan turut menyelenggarakan kegiatan pengawasan peredaran barang cetakan. Dalam penjelasan ayat tersebut diterangkan bahwa tugas dan wewenang kejaksaan bersifat prevensif dan/atau edukatif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kata “turut menyelenggarakan” mencakup kegiatan-kegiatan yang bersifat membantu, turut serta, dan bekerja sama, oleh karena itu kejaksaan senantiasa berkoordinasi dengan instansi terkait.

Sebelumnya, ketentuan mengenai buku sebagai bagian dari barang cetakan diatur pula di dalam Undang-Undang No. 4/PNPS/tahun 1963 tentang Pelarangan Barang-Barang Cetakan yang memberikan wewenang pada Kejaksaan Agung untuk melarang buku jika dianggap melanggar ketertiban umum (termasuk tulisan dan gambar yang merugikan akhlak dan memajukan pencabulan). Tetapi pada tahun 2010 peraturan ini telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi dengan pertimbangan bahwa pelarangan buku hanya boleh dilakukan setelah melalui proses peradilan. Kejaksaan tetap memiliki kewenangan untuk mengawasi barang cetakan tetapi ia tidak diberikan wewenang untuk melakukan penyitaan tanpa ada keputusan hakim terlebih dahulu. Dengan demikian, otomatis dasar kewenangan kejaksaan terhadap peredaran buku hanya bersandar pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2004.

Kendati demikian, Pemerintah telah lama menyadari pentingnya penanganan terhadap masalah buku ini, terbukti dengan sedang disusunnya suatu Rancangan Undang-Undang Sistem Perbukuan. Sampai sejauh ini, RUU Sistem Perbukuan masih dalam pembahasan oleh para pemangku kepentingan dan Program Legislasi Nasional. Setidaknya dalam RUU Sistem Perbukuan nantinya akan dimungkinkan adanya suatu kode etik bagi percetakan atau penerbit. Selain itu juga dalam rancangan tersebut juga akan diatur mengenai Dewan Perbukuan yang berfungsi untuk membuat kebijakan serta melakukan pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan sistem perbukuan nasional. Semoga dengan segera diundangkannya RUU Sistem Perbukuan dan segera setelahnya juga dibentuk suatu Dewan Perbukuan, maka masalah terhadap konten negatif buku, kita harapkan, dapat diminimalisasi. (***)


 

REFERENSI:

  1. http://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/05/26/noxrqt-undangundang-perbukuan-sudah-lama-ditunggu
  2. http://m.republika.co.id/berita/pendidikan/education/15/03/30/nm0mjp-uu-perbukuan-dibutuhkan-untuk-cegah-buku-bermasalah
  3. http://sp.beritastu.com/nasional/ikapi-dorong-rancangan-uu-perbukuan-dan-dewan-perbukuan/110028
  4. http://www.ikapi.org/en/component/k2/item/135-ikapi-inginkan-uu-perbukuan,-jk-benahi-tata-niaga-perbukuan
  5. http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt53c49ead6dba/lima-masalah-hukum-dalam-ruu-perbukuan
  6. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cb5e48828122/kejaksaan-tak-boleh-sembarangan-lagi-bredel-buku

Screen.Shot.2015.10.19.at.05.50.43



Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close