WOKRSHOP PENULISAN ILMIAH HUKUM DAN PENALARAN HUKUM
Ditjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengadakan workshop penulisan jurnal ilmiah selama dua hari, dari tanggal 21-22 Maret 2016. Pada hari kedua acara yang berlangsung di Hotel Aryaduta, Medan ini, tampil sebagai narasumber adalah Ketua Jurusan Business Law BINUS, Shidarta. Ia membawakan topik tentang penulisan hukum dan penalaran hukum. Workshop seperti ini sudah beberapa kali diadakan, dan sebelumnya pernah dilakukan di Bogor, yang juga antara lain diisi oleh Shidarta dengan topik yang sama. Kegiatan di Medan kali ini difasilitasi oleh Kanwil Kemenkumham Sumut dan disponsori oleh Hanns Siedel Foundation.
Dalam paparannya, Shidarta menjelaskan keunikan penalaran hukum yang pada gilirannya akan mempengaruhi gaya analisis suatu tulisan hukum. Tatkala seseorang ingin menulis tentang hukum, ia perlu memastikan apa yang dimaksudkannya dengan hukum itu sendiri, yakni apakah sekadar norma hukum dalam sistem perundang-undangan, atau termasuk juga norma meta-yuridis, atau hukum kebiasaan yang tidak tertulis, dan seterusnya. Pemahaman ini penting karena masing-masing pemaknaan hukum itu mengandung model pendekatan berbeda ketika dituangkan dalam suatu kerangka analisis.
Para perancang peraturan perundang-undangan yang menjadi peserta dalam workshop ini diharapkan oleh narasumber untuk lebih banyak membaca. “Ada kaitan yang erat antara kemampuan menulis dan aktivitas membaca,” ujarnya. Diharapkannya para peserta dapat menulis berbagai topik menarik. Sebagai perancang, kajian tentang konsep dan asas hukum merupakan pilihan topik yang sangat menantang. Konsep dan asas adalah fondasi dalam setiap produk hukum positif. Hal lain yang dapat ditulis adalah tentang legal gaps (lacuna) yang sering terjadi antara hukum positif dan perilaku hukum sebagai suatu kenyataan sosial.
Dalam penalaran hukum, sudut pandang terkait dengan pemaknaan hukum akan mempengaruhi argumentasi yang disajikan. Seorang penulis yang ingin membahas tentang konsep hukum yang berasal dari hukum adat, misalnya, seyogianya tidak menggunakan perspektif formalisme hukum karena kekuatan belaku hukum adat tidak pada keberlakuan yuridisnya, melainkan pada keberlakuan filosofis dan sosiologis. Apabila perspektifnya keliru digunakan, maka dipastikan analisisnya akan mengandung kelemahan karena ada karakteristik hukum yang seharusnya muncul, justru dihilangkan.
Narasumber lain yang memberikan presentasi pada hari yang sama adalah Dr. Ahmad Ahsin Thohari, dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti yang juga Kepala Bagian Kepegawaian di Sekretariat Ditjen AHU Kemenkumham. Beliau menjelaskan tentang teknis penulisan yang dapat dijadikan panduan oleh para peserta yang ingin mempublikasikan tulisan mereka, khususnya di jurnal-jurnal hukum terbitan Kemenkumham. (***
Published at :