BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL
Oleh M. BATTLE SON (Februari 2016)
Tulisan ini didasarkan pengalaman pribadi penulis sewaktu bekerja di beberapa industri. Dari pengalaman itu terdapat aktivitas membuat kontrak bisnis Internasional. Pembuatan kontrak bisnis internasional pada prinsipnya hampir sama dengan membuat kontrak bisnis lokal (di dalam negeri). Meskipun demikian, tetap ada hal-hal yang perlu dicermati agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Sebagaimana diketahui, anatomi suatu kontrak terdiri dari beberapa bagian, yaitu: (1) komparisi, (2) premise, (3) isi, dan (4) penutup. Masing-masing bagian tersebut akan diuraikan di bawah ini.
1. Komparisi
Bagian komparisi menerangkan pihak pihak yang melakukan perjanjian. Di sini yang merupakan pihak tentu saja adalah subyek hukum yaitu manusia bisa juga badan hukum. Pada kontrak yang sederhana biasanya pihaknya hanya ada dua yang biasa disebut pihak pertama dan pihak kedua. Pada perjanjian yang lebih komplek pihaknya bisa saja lebih dari dua.
Subjek hukum di dalam kontrak bisnis internasional bagi semua subyek hukumnya berupa badan hukum yang menundukkan diri atau dibuat berdasarkan sistem hukum yang sama maka akan menjadi sederhana kompleksitas masalahnya, berbeda halnya kalau pihak-pihak yang melakukan perjanjian didirikan atau menundukkan diri pada sistem hukum yang berbeda.
Sebagai contoh kalau di Indonesia pihak yang tertulis sebagai pihak yang melakukan perjanjian adalah nama orang atau orang yang karena jabatannya mewakili badan hokum, tidak demikian halnya misalnya kalau di wilayah Cayman Islands atau di British Virgin Islands tatkala yang bertindak selaku direktur perusahaan ternyata adalah nama lembaga atau nama perusahaan lainnya. Begitu pula mengenai domisili. Di sana perusahaan bisa beralamat dan berdomisili hanya di alamat Post Office BOX saja sementara hal tersebut tidak lazim terjadi di Indonesia.
2. Premise
Dalam bagian premise ini biasanya tertera latar belakang dibuatnya kontrak. Di Indonesia biasanya premise ini dicantumkan dalam perjanjian. Untuk kontrak bisnis Internbasional ada beberapa negara khususnya yang menganut sistem hukum Anglo Saxon tidak mempermasalahkan premise itu harus ada dalam suatu kontrak.
3. Isi
Mencermati bagian isi ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
3.1 Cara Penyerahan.
Cara penyerahan barang disini meliputi pengangkutan barang, asuransi, dan lain-lain. Memahami L/C (Letter of Credit) Incoterm dan UCPDC (Uniform Customs and Practice for Documentary Credit) adalah suatu keharusan dalam melakukan kontrak bisnis Internasional.
3.2 Cara Pembayaran
Pembayaran untuk transaksi bisnis Internasional perlu disepakati para pihak menggunakan mata uang apa yang dipakai dan bagaimana cara membayarnya.
3.3. Wanprestasi
Jika terjadi wanprewstasi salah satu pihak maka harus disepakati tentang penggunaan mekanisme penyelesaiannya apakah menggunakan litigasi ataukah non litigasi. Jika litigasi di mana diselenggarakan litigasi tersebut dan juga hukum apa yang dipakai untuk menyelesaikannya. Umumnya untuk sengketa bisnis internasional para pihak menggunakan non litigasi (arbitrase dan alternatif lainnya seperti mediasi, konsiliasi, dan negosiasi).
3.4 Berakhirnya Kontrak
Berakhirnya kontrak harus disebutkan mekanismenya di dalam salah satu pasal di dalam kontrak. Karena kontrak bisa diakhiri atau berakhir dengan sendirinya.
3.5 Bahasa Kontrak
Saat ini kontrak bisnis Internasional yang dilakukan oleh subjek hukum yang tunduk pada hukum Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia (UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan). Di dalam Pasal 31 ayat (1) UU No 24 Tahun 2009 disebutkan Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi Pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia.
Untuk memenuhi ketentuan UU tersebut di atas maka dalam praktik biasanya kontrak dibikin dalam dua bahasa salah satunya adalah bahasa Indonesia dan jika terjadi perbedaan penafsiran bunyi pasal maka yang berlaku adalah bahasa Indonesia. Jika waktu tidak memungkinkan maka biasanya ada pasal yang menyatakan pembuatan kontrak dalam bahasa Indonesia akan dibuat menyusul.
3.6. Force Majeure
Kondisi force majeure harus disepakati secara tegas. Biasanya ada kalimat sepertu ini Hal-hal berikut ini adalah force majeure termasuk namun tidak terbatas pada. Yang perlu dicermati adalah harus disepakati hal-hal akibat daripada force majeure, bukan hanya situasi dan kondisi penyebab force majeure. Juga harus disepakati bahwa ada surat keterangan resmi dari yang berwenang bahwa kondisi tersebut adalah force majeure.
Demikian hal-hal yang harus dicermati dalam pembuatan kontrak bisnis internasional. Semoga bermanfaat.
Published at :