ASURANSI SEBAGAI ALTERNATIF MITIGASI RISIKO PEKERJAAN KONSTRUKSI
Oleh SITI YUNIARTI (Februari 2016)
Mengutip data Indikator Konstruksi Triwulan III 2015 publikasi Badan Pusat Statistik Indonesia, selama periode 2014 – 2015 triwulan III, secara umum kondisi dan prospek bisnis mayoritas pengusaha pada kemajuan sektor kontruksi lebih optimis. Hal itu tercermin dari adanya kenaikan nilai indeksi kondisi prospek bisnis sebesar 61,76 pada triwulan III di tahun 2014, sedangkan pada triwulan III tahun 2015 prospek bisnis adalah 58,60. Seyogianya peningkatan prospek bisnis pekerjaan konstruksi tersebut dibarengi dengan peningkatan asuransi pekerjaan konstruksi. Mengapa demikian?
Pekerjaan Konstruksi, sebagaimana diberikan pengertiannya oleh Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, merupakan keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Masing-masing tahap pekerjaan memiliki sub-subpekerjaan yang saling terkait di mana kegagalan dari suatu tahap pekerjaan dapat mempengaruhi tahap pekerjaan lainnya yang pada akhirnya memiliki potensi untuk menyebabkan apa yang disebut sebagai kegagalan bangunan. Dengan tetap mengacu pada pengertian yang diberikan dalam UU Jasa Konstruksi, kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa (project owner) menjadi tidak berfungsi dengan baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatnya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan dari penyedia jasa atau pengguna jasa.
Selain risiko kegagalan bangunan, risiko lain yang mungkin muncul dalam suatu pekerjaan konstruksi adalah kerugian yang dialami oleh pihak ketiga akibat pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Sebagai contoh, tamu yang berkunjung ke lokasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang bukan karyawan penyedia jasa maupun pengguna jasa, tergelincir di area yang licin yang seharusnya pada area tersebut diberi tanda peringatan (sign board), sehingga tamu tersebut mengalami luka (injury). Risiko dapat timbul pula atas kemungkinan rusak atau musnahnya barang dalam pengiriman tatkala barang dibeli dengan term of delivery ex-work atau risiko atas kehilangan dana tunai (cash money) yang tersimpan di lokasi pekerjaan yang tidak dapat diantisipasi dengan menggunakan fasilitas perbankan karena lokasi pekerjaan yang berada di wilayah yang sulit diakses (remote area). Risiko-risiko tersebut tentunya harus dapat dikelola dengan baik oleh pengguna jasa maupun penyedia jasa.
Dalam risk management, pengelolaan suatu risiko dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu risk avoidance/penghindaran risiko, risk reduction /penurunan risiko, risk retention/menahan risiko, risk sharing/membagi risiko; dan risk transfer/mengalihkan risiko. Bentuk pengalihan risiko dalam pekerjaan konstruksi adalah melalui sisten asuransi. Asuransi merupakan perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
- Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti;atau
- Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. (Undang – undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian)
Secara gamblang, UU Jasa Kontruksi menyatakan bahwa penyedia jasa konstruksi, baik perencana kostruksi, pelaksana konstruksi maupun pengawas konstruksi, bertanggung jawab atas hasil pekerjaan di mana pertanggungjawaban tersebut dapat menggunakan mekanisme pertanggungan. Construction all risk insurance, professional liability insurance dan professional indemnity insurance merupakan jenis asuransi yang dijelaskan dalam UU Jasa Konstruksi. Dalam praktik, terdapat beberapa jenis asuransi lain yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik pekerjaan konstruksi seperti namun tidak terbatas pada Cargo Insurance, Installation All Risk Insurance.
Black’s law Dictionary memberikan pengertian construction all risk sebagai policy which includes all kinds of risks related to a building project. Adapun professional liability insurance diberikan pengertian sebagai policy which allows a provision for paying compensation those of suffers, due to those, who have suffered, due to negligence of a professional. Dari buku “Manajemen Kontrak Konstruksi: Pedoman Praktis Dalam Mengelola Proyek Konstruksi” buah karya Seng Hansen, ST,M.Sc, Contractor All Risk (CAR) mencakup semua risiko kerusakan atau kerugian terhadap pekerjaan yang terjadi sejak pelaksanaan proyek konstruksi sampai dengan serah terima pertama pekerjaan. Pengertian Professional Liability Insurance dalam buku “Kontrak Kostruksi di Indonesia” karya Ir. H. Nazarkhan Yasin, adalah risiko yang diasuransikan merupakan tanggung jawab hukum untuk ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan akibat financial losses, bodily injury and property damage yang disebabkan kelalaian atau kesalahan yang diakukan desainer atau engineer.
Dalam kontrak pekerjaan konstruksi, pada umumnya tercantum kewajiban penyedia jasa dengan biaya sendiri untuk menyediakan asuransi terkait dengan pekerjaan konstruksi yang menjadi tanggung jawabnya. Penguna jasa akan menetapkan minimal jenis asuransi yang harus disediakan oleh penyedia jasa, termasuk jangka waktu perlindungan dan minimum nilai pertanggungan. Tak jarang untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi yang digunakan memiliki kredibilitas yang baik, pengguna jasa telah menentukan perusahaan asuransi yang digunakan, atau setidak-tidaknya perusahaan asuransi yang digunakan harus memperoleh persetujuan pengguna jasa terlebih dahulu.
Dari sudut penyedia jasa, asuransi hendaknya dipergunakan secara maksimal, tidak hanya karena biaya premi asuransi dibebankan kepada penyedia jasa. Olehkarenanya, selain memastikan menggunakan perusahaan asuransi yang memiliki reputasi baik, penyedia jasa juga wajib memahami ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam polis, pengecualian-pengecualian yang tidak dilindungi oleh asuransi, periode asuransi, biaya deductible yang ditanggung oleh penyedia jasa serta hal-hal terkait lainnya. Dengan demikian, diharapkan penggunaan asuransi dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi tidak hanya sekadar memenuhi kewajiban dalam kontrak konstruksi, namun dapat difungsikan sesuai tujuan pengadaannya.(***)
Published at :