URGENSI REGULASI ‘BACK-DOOR LISTING’ DI PASAR MODAL
Oleh AGUR RIYANTO (Februari 2016)
Di Indonesia, ternyata menuju perusahaan terbuka tidaklah mudah! Ketidakmudahan itu, karena untuk menjadikannya harus melalui tahap-tahapan yang ketat dan panjang.
Pertama, perusahaan tertutup harus mendapatkan Pernyataan Efektif Bapepam-LK sebagai pembuka berubahnya status dengan persyaratan legal yang banyak dan administratif (Peraturan Bapepam No. IX.A.1 dan IX.A.2 tentang Tata Cara Pendaftaran tentang Penawaran umum). Kedua, setelah menjadi terbuka, maka Emiten atau Perusahaan publik untuk dapat menawarkan efeknya ke publik harus memperoleh persetujuan Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui listing rules yang harus ditaati (Peraturan Pencatatan BEI No. I-A Kep-00001/ BEI/01-2014 tentang Perubahan Peraturan No. I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat). Kedua legal prosedural tersebut menjadikan potret berlikunya menjadi perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki publik adalah realitas yang tak terbantahkan sehingga telah mendorong beberapa perusahaan memilih jalan lain. Jalan tersebut dikenal di Pasar modal dengan istilah “back-door listing”.
Apakah itu? Back-door listing is a method of listing a business on the stock market without going through an IPO (Longman Dictionary of Financial Terms, Pearson Education, 2011). Dengan demikian back-door listing adalah bagian strategi perusahaan tertutup, melalui perusahaan lainnya, untuk menjadi perusahaan terbuka, dengan segala fasilitasnya, dengan tanpa mengikuti ketentuan yang berlaku di dalam rangka penjualan sahamnya kepada publik.
Back-door listing dapat dilakukan dengan jalan mengakuisisi saham perusahaan yang telah tercatat di BEI (telah memperoleh Pernyataan Effektif Bapepam-LK) di mana perusahaan itu adalah pemegang saham mayoritas dalam perusahaan tersebut. Dengan pengakuisisian itu, pemegang saham mayoritas yang baru (as offeror company) memiliki hak untuk mengontrol/mengendalikan perusahaan terbuka (as target company), sementara itu saham perusahaan publik tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, ciri-ciri telah terjadi back-door listing dapat ditandai dengan adanya perubahan pemegang saham pengendalian dari pemegang saham yang lama ke pemegang saham yang baru di dalam perusahaan terbuka yang telah tercatat di BEI, selain ini juga transaksi yang dilakukan adalah dengan tujuan untuk melakukan pengakuisisian atas aset-aset yang baru. Artinya, praktik back-door listing itu adalah sebagai strategi untuk menjadi perusahaan terbuka dan dibarengi dengan akuisisi aset tertentu dan dengan sekaligus adanya penawaran umum terbatas (rights Issue). Namun yang patut diamati adalah transaksi yang dilakukan adalah dalam rangka untuk melakukan penjualan bisnis atau aset lama akan berpotensi terjadi perubahan kegiatan usaha dan terjadi perubahan nama dari perusahaan terbuka sebagai konsekuensi hadirnya pengendali baru di perusahaan yang telah tercatat tersebut.
Sekalipun demikian, sangat disayangkan bahwa hingga saat ini belum ada ketentuan khusus tentang back-door listing di Pasar modal Indonesia yang mengaturnya. Sudah seharusnya back-door listing diatur, karena jika tidak terdapat pengaturannya, maka hal itu bertentangan dengan prinsip utama perusahaan yang kepemilikan sahamnya dimiliki secara terbuka oleh publik yaitu untuk selalu menjaga kepentingan masing-masing stakeholder yang terkait di dalam setiap perubahan kepemilikan sahamnya, terutama pemegang saham utama. Hal ini dapat menjadikan pelajaran yang terjadi di American Stock Exchange (Amex) dan Australian Stock Exchange (ASX) sebagai dasar pertimbangan perbandingan pengaturannya. American Stock Exchange (Amex) telah menggolongkan back-door listing sebagai tindakan akuisisi perusahaan tercatat oleh perusahaan tidak tercatat. Listing Standars section 341 menentukan bahwa back-door listing sebagai “any plan of aquisitition, merger, consolidation, the net effect of which is that a listed Company is acquired by an unlisted Company eventhough the listed Company is the nominal survivo”. Dengan ketentuan ini, maka perusahaan yang menjadi pemegang saham baru di perusahaan yang telah tercatat tidak otomatis memenuhi kriteria perusahaan tercatat di Amex. Untuk itu, maka survivo (sebagai pengendali baru) harus juga memenuhi semua kriteria original listing standar, termasuk juga pembayaran biaya untuk pencatatan tambahan di Amex.
Di Australia, sebuah perusahaan tercatat (listing di ASX) yang tidak lagi aktif atau tidaklah menguntungkan lagi dapat diakuisisi oleh perusahaan yang tidak tercatat di bursa dengan tujuan untuk menjadikan perusahaan tercatat itu menjadi lebih aktif dapat dikategori sebagai back-door listing. Dalam hal terjadi demikian, maka perusahaan yang mengakuisisi sebagai pengendali baru tidak hanya harus memenuhi kriteria pencatatan di ASX, tetapi juga harus melalukan pemenuhan kriteria keterbukaan kepada publik sebagai bukti dari niat dan kesungguhan perusahaan yang akan menguasai mayoritas saham perusahaan tercatat. Hal itu sebagaimana diatur dalam Listing Rule 3s (3) ASX yang menetapkan bahwa “When a company contemplates changing its activitivies or when, in the opinion of the exchange, control Company is likely to change, the Exchange may suspend Trading in the company’s Securities until such time as the Exchange is satisfied that shareholders ad investing public have been adequately informed any changes may have on the company’s future eraning potential until shareholders and investing public have been given such information as the Exchange considers necessary with respect to the other or Corporation obtaining control of the company together with financial information relating to any other companies or business which are or may become assiciated with the person or company acquiring control”. Dengan ketentuan ini, maka di Australia tergambar jelas bahwa ketentuan back-door listing-nya memiliki persyaratan yang cukup ketat terutama, di dalam hal keterbukaan informasinya yang harus dipenuhi oleh hadirnya pengendali baru.
Dengan memperhatikan kepada ketentuan tentang back-door listing di Amerika Serikat dan Australia, maka sudah waktunya di Indonesia tidak ada salahnya mengatur ketentuan back-door listing. Hal ini penting untuk dapat menyejajarkan bursa yang ada dalam negeri untuk kemudian dapat setara dengan negara-negara yang memiliki tradisi lebih tua dalam industri pasar modalnya seperti di Amerika Serikat dan Australia. Tentu saja tidak seluruhnya harus sama dan sebangun pengaturannya, tetapi tetap saja ada harus disesuaikan dengan kondisi pasar modal dan regulasi hukum pasar modal yang berlaku di Indonesia.
Kendati demikian, catatan yang terpenting dari hal ini adalah bahwa regulasi back-door listing itu tidak dapat mengabaikan kepentingan pemegang saham publik sebagai pihak yang terkena dampaknya, maka tidak ada pilihan lain untuk mengendepankan aspek keterbukaan informasi sebagai dasar yang seharusnya diatur di dalam regulasi back-door listing tersebut. Tidak tertutup kemungkinan juga untuk maksud itu diatur bahwa setelah proses back-door listing tersebut dilakukan, maka emiten atau perusahaan publik tersebut mengajukan dan meminta kata kesepakatan di dalam sebuah rapat umum pemegang saham (RUPS) sebagai organ tertinggi dalam sebuah perseroan. Hal ini penting untuk dapat memperjelas kedudukan pemegang saham baru (sebagai pengendali) di perusahaan yang telah tercatat di BEI. Dengan RUPS, maka tidak ada lagi keraguan dan ketidakpastian dari adanya back-door listing tersebut. RUPS yang akan menentukan nanti pada akhirnya. RUPS adalah bagian dari demokratisasi para pemegang saham dan merupakan organ tertinggi di sebuah perseroan. (***)
Sumber bacaan: Hasan Zein Mahmud, “Back-door Listing di Bursa Perlu Segera Diatur,” Bisnis Indonesia, 15 Juli 1997.
Published at :