AYO, GUNAKAN RUPIAH!
Oleh SITI YUNIARTI (Januari 2016)
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar pada beberapa waktu terakhir, mengingatkan sebagian orang akan krisis moneter yang memukul perekenomian banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, pada tahun 1997–1998. Walaupun demikian kondisi saat ini diyakini berbeda dengan kondisi pada saat krisis moneter tersebut,
Kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang menyentuh angka Rp13.000,- pada pertengahan tahun 2015, mau tak mau mengingatkan kita pada krisis moneter yang menimpa Indonesia pada periode 1997–1998. Kendati demikian, beberapa pengamat ekonomi meyakini bahwa situasi dan kondisi saat ini berbeda sehingga tidak perlu dikhawatirkan adanya pengulangan krisis moneter. Terlepas dari perbedaan pendapat dari para pengamat ekonomi mengenai kemungkinan Indonesia kembali mengalami krisis moneter, Bank Indonesia selaku otoritas di bidang moneter dan sistem pembayaran sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 8 Jo Pasal 10 ayat (1) huruf (b) jo Pasal 15 ayat (1 huruf ( c) Undang – undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009, memiliki kewajiban menjaga kestabilan rupiah. Sebagai bagian dari upaya mempertahankan stabilisasi rupiah tersebut, Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 31 Maret 2015 (Peraturan BI/2015) yang dilengkapi dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 (SE BI/2015).
Inti dari Peraturan BI/2015 adalah seperti jelas tercermin dalam judul ketentuan tersebut yaitu mewajibkan penggunaan rupiah, sebagai alat tukar yang sah di wilayah Republik Indonesia dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, untuk transaksi yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia maupun non-warga negara Indonesia, baik untuk transaksi tunai maupun nontunai.
Walaupun demikian, Peraturan BI/2015 memberikan beberapa pengecualian dari kewajiban penggunaan Rupiah terhadap transaksi-transaksi sebagai berikut:
- Transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara;
- Penerimaan atau pemberian hibah dari atau keluar negeri;
- Transaksi perdagangan internasional;
- Simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing; atau
- Transaksi pembiayaan internasional;
- Transaksi dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan ketentuan undang-undang yang meliputi:
- Kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan oleh Bank berdasarkan undang-undang yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah;
- Transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah dalam valuta asing di pasar perdana dan pasar sekunder berdasarkan undang-undang yang mengatur mengenai surat utang negara dan surat berharga syariah negara; dan
- Transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan undang-undang.
Merujuk pada pengecualian di uraikan di atas, kata kunci dari penerapan Peraturan BI/2015 ini adalah selama kegiatan dilakukan di wilayah Indonesia dan melibatkan perorangan atau badan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, maka ketentuan kewajiban penggunaan rupiah ini menjadi berlaku. Contoh, dalam hal suatu perusahaan membeli alat berat dari perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang merupakan distributor dari suatu perusahaan di Amerika serikat, maka ketentuan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah menjadi berlaku. Namun, dalam hal pembeli berhubungan langsung dengan perusahaan Amerika Serikat, maka ketentuan mengenai kewajiban pengunaan Rupiah ini menjadi tidak berlaku.
Sebagai konsekuensi adanya kewajiban penggunaan Rupiah dimana perjanjian tertulis hanya dapat dilakukan apabila:
- Transaksi yang dikecualikan dari kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana diatur dalam Peratiran BI/2015;
- Proyek infrastruktur strategis dan mendapat persetujuan Bank Indonesia.
Sanksi atas pelanggaran ketentuan untuk menggunakan Rupiah untuk transaksi tunai dan/atau menolak rupiah dikenakan sanksi pidana sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 33 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Sanksi pidana berupa pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun pidana denda paling banyak Rp. 200,000,000,000,- (dua ratus juta rupiah) mengancam bagi setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran. Sanksi yang sama diberikan bagi setiap orang yang menolak rupiah yang penyerahannya ditujukan untuk pembayaran, kecuali apabila meragukan keaslian rupiah. Adapun sanksi atas pelanggaran kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi non tunai, aka dikenakan sanksi administrative berupa:
- teguran tertulis;
- kewajiban membayar sebesar 1% dari nilai transaksi dengan jumlah kewajiban membayar palng banyak sebesar Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah); dan/atau
- larangan untuk ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
Bagaimana dengan perjanjian yang sudah berjalan dan mencantukan pembayaran atau penyelesaian kewajiban pembayaran dengan menggunakan valuta asing? Peraturan BImenyatakan bahwa perjanjian sepeti tersebut yang dibuat sebelum tanggal 1 Juli 2015 tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian tersebut dan hanya berlaku untuk kewajiban pembayaran untuk transaksi nontunai yaitu transaksi yang menggunakan alat dan mekanisme non tunai seperti cek, bilyet giro, kartu kredit, kartu debit, kartu ATM dan uang elektronik. Adapun mekanisme pembayaran secara non tunai dalah melalui transfer dana. Berlaku pula terhadap perubahan atas perjanjian tertulis tersebut yaitu selama terkait perubahan subjek dn/atau objek pada perjanjian tertulis.
Dengan adanya proteksi terhadap penggunaan rupiah diharapkan dapat membantu kestabilan nilai rupiah untuk proteksi kondisi ekonomi. Ayo gunakan rupiah! (***)
Published at :