People Innovation Excellence

PERAN NEGARA DALAM MENYIKAPI INVESTASI MENURUT TEORI KEPENTINGAN POUND

Oleh SHIDARTA (Januari 2016)

Dalam sebuah tayangan televisi baru-baru ini (1/1-2016) Menko Maritim dan Sumber Daya Kabinet Kerja Dr. Rizal Ramli mengatakan alasan PT Freeport Indonesia (di bawah kendali Freeport Mcmoran) sengaja menunda-nunda pembangunan smelter yang wajib dibangunnya sejak tahun 2009 adalah karena perusahaan itu khawatir bakal ketahuan lebih banyak lagi bahan-bahan tambang selain emas dan tembaga yang telah dikeruknya selama ini dari bumi Papua. Ungkapan blak-blakan Menko ini menarik untuk direnungkan karena seperti membenarkan apa yang disampaikan oleh John Pilger dalam film dokumenternya “The New Rulers of the World” terkait ulah para pemilik kapital yang mendikte wajah hukum penanaman modal Indonesia di awal Orde Baru.

Komentar Rizal Ramli ini, walau bukan cerita baru, sesungguhnya memperlihatkan betapa suatu negara berdaulat yang bernama Republik Indonesia ternyata tidak selalu tampil berwibawa di mata entitas swasta yang bernama investor. Memang tak dapat dipungkiri bahwa setiap investor adalah pengampu kepentingan ekonomi yang mengejar laba setinggi-tingginya. Kepentingan ini lazimnya bersifat individual. Di sisi lain, kita menyaksikan ada kepentingan lain yang kasatmata berada di sekeliling area penambangan Freeport, yang menyangkut kepentingan masyarakat Papua dan rakyat Indonesia dalam arti luas. Kepentingan ini dapat disebut sebagai kepentingan sosial. Jika kepentingan individual si investor ada motor tersendiri yang mengupayakannya, yaitu si pelaku usaha itu sendiri, maka tidak demikian halnya dengan kepentingan sosial. Kepentingan ini tidak memiliki motor penggeraknya sendiri. Ia membutuhkan motor penggerak yang disebut negara.

Roscoe Pound adalah tokoh yang mengutarakan teorinya tentang kepentingan-kepentingan di atas. Teori yang dapat disebut takonomi kepentingan ini, termasuk kategori teori klasik. Ia membedakan kepentingan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) kepentingan individual, (2) kepentingan publik, dan (3) kepentingan sosial. Kelompok kepentingan pertama berada dalam lingkup kepentingan kedua, dan pada akhirnya kedua kelompok tersebut berada dalam koridor kepentingan terakhir. Di mata Pound, hukum harus berperan untuk menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang saling berkompetisi di dalam masyarakat guna mencapai keuntungan terbesar (balancing of competing interest within the society for the greatest benefit). Pound (1943: 1-39; juga dalam Mahajan, 2006: 634) menjelaskan ketiganya sebagai berikut:

  1. Individual interests: These are claims or demands involved from the stand point of the individual life which consists of interest of personality, interest in domestic relations and interest of substance.
  2. Public interest: These are the claims or desires asserted by the individual from the stand point of political life which means every individual in a society has a responsibility towars each other and to make the use of things which are open to public use.
  3. Social interest: These are the claims or demands in terms of social life which means to fulfill all the needs of a society as a whole for the proper functioning and maintenance of it.

Roscoe Pound mempersoalkan perlunya hukum dalam menjaga keseimbangan antar-kepentingan, namun ia tampaknya tidak berminat mengelaborasi lebih jauh perkara penyeimbangan tersebut karena menyerahkannya kepada tugas pengemban hukum (negara) untuk menjalankannya. Itulah sebabnya, ia memberi uraian penyeimbangan itu di antara kepentingan individual dan kepentingan sosial. Kepentingan publik adalah kepentingan yang diemban oleh negara, baik sebagai subjek hukum maupun sebagai penjaga kepentingan sosial.

Penempatan kepentingan untuk melindungi kehidupan individu di bawah kelompok kepentingan sosial memperlihatkan filosofi berpikir Pound yang menjunjung tinggi individualisme ala Amerika di awal abad ke-20, yang oleh Verhelle (1958: 10) disebut sebagai exaggerated individualism. Kepentingan publik yang ada pada level tengah dapat dibaca sebagai kepentingan negara (public interest is state interest). Penyamaan istilah demikian sebenarnya terbilang tidak lazim di dalam diskursus hukum (lihat misalnya Spilsbury, 1998: 73). Dengan demikian, kepentingan individual pada lingkup terkecil akan juga dipertahankan secara filosofis ke dalam lingkup terluas sebagai perlindungan atas kehidupan individual di ranah sosial. Saya mencoba menggambarkan kembali secara skematis kepentingan-kepentigan itu sebagai berikut:


 

Teori.Kepentingan.Pound


Pound lalu memperkenalkan konsep penyeimbangan yang disebutnya sebagai jural postulates. Konsep ini lebih berfungsi untuk menetapkan prioritas apabila ada benturan antara kepentingan individual dan kepentingan sosial. Pound (2000: 328-331) menegaskan bahwa jika anda adalah individu yang ingin hidup dalam masyarakat yang beradab (civilized society), dipastikan anda akan menerima postulat-postulat berikut:

  1. Tidak boleh seorangpun boleh dengan semena-mena menyerang kepentinganmu (misalnya menghina dan menghasut).
  2. Setiap orang harus berhati-hati untuk tidak boleh sampai berisiko melukai dirimu (misalnya lalai dan ceroboh).
  3. Kamu boleh memiliki apa yang telah kamu upayakan, termasuk berhak menikmati benda yang sudah dilepas haknya oleh pemilik semula.
  4. Setiap orang yang kamu ajak berinteraksi wajib menjalaninya dengan itikad baik.
  5. Kamu harus menjaga harta bendamu dalam pengawasan, sehingga benda-benda itu tidak boleh sampai membahayakan orang lain.
  6. Setiap orang wajib mendapatkan keamanan pekerjaan (security as a job holder) sebagaimana dijamin dengan hukum perburuhan dan hukum perjanjian.
  7. Masyarakat wajib mendukung program-program yang mendukung para manula (seperti pengurangan pajak dan diskon tiket).
  8. Masyarakat wajib memberi fasilitas bagi para penyandang cacat (misalnya dengan memberikan mereka kuota di institusi pendidikan atau saat mereka melakukan perjalanan).

Pound memang tidak terlalu sistematis tatkala menyajikan postulat-postulat tersebut karena ia melakukannya untuk memberi petunjuk bagi para pembentuk undang-undang dan hakim dalam melakukan fungsi “social engineering” yang diintroduksinya. Lima postulat pertama disampaikannya pada tahun 1919, dan tiga postulat terakhir ditambahkan pada sekitar tahun 1942.

Namun, apabila filosofi tokoh hukum Amerika Serikat ini dijadikan kerangka berpikir, maka jelas peran negara dalam kasus Freeport tidak boleh sekadar menjadi “juristic person” yang berarti memposisikan dirinya sebagai mitra kontrak perdata vis a vis investor. Jika demikian, maka negara akan terus berdalih untuk tetap berada dalam pada posisi menghamba pada perjanjian investasi yang mengedepankan kepentingan individual investor, terlepas bahwa perjanjian itu sangat merugikan pihak Indonesia. Di sisi lain, ada peran lain dari negara, yaitu sebagai “guardian of social interest”. Dalam hal ini negara harus menjaga kepentingan yang lebih luas, yakni sebagai pengawal ketertiban umum, keamanan pranata-pranata sosial, moralitas umum, konservasi sumber daya, kemajuan bersama, dan kehidupan individu-individu lain di luar pribadi investor yang semuanya bernaung dan menjadi penopang kehidupan sosial tersebut.

Negara Indonesia harus berani menunjukkan bahwa di balik kepentingan investor, yang notabene adalah pengemban kepentingan individu, di situ ada kepentingan kepentingan sosial yang wajib dijaga oleh negara sebagai pengemban kepentingan publik. Negara sekali lagi tidak cukup hanya memainkan perannya sebagai sekadar juristic person, melainkan harus sebagai the guardian of social interest.

Penolakan dan/atau pembangkangan setiap pelaku usaha untuk menaati tata hukum Indonesia tanpa dalih yang logis dan adil dalam konteks masyarakat beradab (civilized society), siapapun dia, menunjukkan ada jural postulates yang secara serius dilanggar. Investor seperti ini tidak layak menjadi mitra kerja sama yang perlu dihormati karena ia telah merendahkan kedaulatan hukum Indonesia. Apalagi jika ia telah melukai secara fisik (alam) dan psikis (harga diri) bangsa. Perilaku yang sekadar mencari untung dengan mengejar laba setinggi-tingginya tanpa ingin berkontribusi lebih bagi negara tempat ia bereksploitasi, telah mencederai hak-hak rakyat. Keinginan untuk terus mempertahankan bunyi kontrak yang tidak fair, juga menunjukkan adanya itikad tidak baik. Demikian seterusnya, jika postulat-postulat Pound itu dibaca. Semuanya memperlihatkan perlunya negara mengambil sikap tegas untuk tidak boleh lagi berlama-lama mengabaikan perannya sebagai the guardian of social interest.

Sikap tegas dan istiqomah negara sangat perlu karena hal itu menjadi bentuk paling konkret bagaimana politik hukum dari sebuah negara berdaulat diimplementasikan. Buktinya, terlepas dari sudah adanya peraturan perundang-undangan yang memberi perintah, jika aparaturnya masih senang bermain tarik ulur kebijakan, hukum positif tak bakal mampu memainkan fungsi yang diharapkan Pound, yakni:  balancing of competing interest within the society for the greatest benefit. (***)


Screen.Shot.2015.12.21.at.04.40.58


DAFTAR ACUAN

Mahajan, V.D. 2006. Jurisprudence and Legal Theory. Luknow: Eastern Book Co.

Pound, Roscoe. 1943. “A Survey of Social Interest.” Harvard Law Review. Oct. 1943. Vol. LVII, No. 1. Hlm. 1-39.

Pound, Roscoe. 2000. Jurisprudence. Vol. III. Union, New Jersey: the Lawbook Exchange Ltd.

Spilsbury, Sallie. 1998. Guide to Advertising and Sales Promotion Law. London: Cavendish Publishing Co.

Verhelle, Joseph Clarence. 1958. “Roscoe Pound and His Theory of Social Interest.” Master Thesis. Chicago: Loyola University.


LIhat juga link berikut: Satu Jam Lebih Dekat Rizal Ramli,
Juga lihat: Komentar Jeffrey Winters tentang latar belakang investasi di awal Orde Baru (Lihat film pada menit 21:39) 

 


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close