MIMPI KEBIJAKAN EKONOMI JILID ENAM
Oleh REZA ZAKI (November 2015)
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) kembali merilis paket kebijakan ekonomi guna memberikan kemudahan bagi dunia usaha serta menciptakan lapangan kerja yang semakin luas bagi masyarakat Indonesia. Paket kebijakan ini bertajuk paket kebijakan ekonomi jilid VI. Formulasi Presiden Jokowi dalam mengembalikan performa ekonomi yang kian baik di tengah ancaman krisis global ini memang patut diapresiasi. Pasalnya, menurut Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), dalam formulasi kebijakan ekonomi jilid I hingga III menunjukan tren positif yang signifikan sebagai contoh rupiah menguat terhadap dolar.
Tren positif itu terus berlanjut pada kebijakan ekonomi jilid IV dan V. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 19-23 Oktober 2015 berada dalam tren positif di tengah pengumuman Paket Kebijakan Ekonomi Jilid V oleh pemerintah. Paket kebijakan ekonomi jilid V salah satunya berisi tentang pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPH) bagi perusahaan, badan usaha, maupun individu yang akan melakukan revaluasi aset. Kinerja IHSG selama periode 19-23 Oktober 2015, tercatat IHSG mengalami penguatan 2,90 persen dibandingkan penutupan pekan sebelumnya yang berada di level 4.521,882 poin. Pada periode itu, investor asing mencatatkan beli bersih di pasar saham dalam lima hari terakhir dengan nilai Rp1,13 triliun, walaupun secara tahunan, aliran dana investor asing di pasar saham masih tercatat net sell Rp10,01 triliun. Akan tetapi, otoritas kelembagaan yang menjaga stabilitas tren positif ini semestinya tidak hanya dibebankan kepada Bank Indonesia (BI) saja, akan tetapi harus hadir juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementrian Keuangan (Kemenkeu), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dll.
Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, paket yang pertama mengenai upaya dalam rangka menggerakkan perekonomian di wilayah pinggiran, melalui pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK). Secara sederhananya, melalui paket ini ada beberapa kawasan di daerah itu ditetapkan menjadi KEK. Ada delapan kawasan ekonomi yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) menjadi wilayah khusus yang akan dikembangkan. Delapan kawasan tersebut antara lain:
- KEK Sei Mangkei, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara
- KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur
- KEK Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah
- KEK Morotai, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara
- KEK Tanjung Api-Api, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan
- KEK Tanjung Lesung, Kabupaten Pandeglang, Banten
- KEK Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
- KEK Belitung, Kota Belitung, Sulawesi Utara.
Dari delapan kawasan itu, dua di antaranya pengoperasiannya sudah dicanangkan Presiden Jokowi pada 2015. Fasilitas itu antara lain, tax holiday alias libur bayar pajak penghasilan (PPh) sebesar 20% sampai 100% untuk investasi lebih dari Rp 1 triliun, selama 10-25 tahun, pembebasan PPh mulai dari 20% sampai 100% untuk investasi mulai dari Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun sampai 5-15 tahun. Sedangkan untuk kegiatan yang tidak termasuk sumber daya dalam KEK itu tidak diberi pembebasan pajak, melainkan tax allowance atau pengurangan pajak sebesar 30% selama 6 tahun. Paket kedua, terkait penyediaan sumber daya air menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Putusan MK itu selain menyatakan UU lama Nomor 11 tahun 1974 menjadi berlaku, itu ada sejumlah prinsip. Ada enam prinsip yang ditetapkan MK.
Diharapkan kebijakan Ekonomi Jilid VI ini bisa memacu laju pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia yang masih ada di bawah bayang-bayang krisis global. Pemerintah juga harus secara gesit mempersiapkan sejumlah peraturan pelaksana untuk menjaga kondusifitas ekonomi domestik dan iklim investasi. (***)
Published at :