INTERVENSI KHUSUS EKSPLOITASI SEKSUAL ‘BOYS PROSTITUTION’
Dosen Business Law BINUS, Ahmad Sofian diundang menjadi salah satu pembicara dalam Konferensi Internasional yang bertemakan “Asia Pacific Conference on Prevention Child Abuse and Neglect” yang diadakan oleh International Society Prevention Child Abuse and Neglect (ISPCAN) pada tanggal 25-28 Oktober di The Royale Chulan Hotel, Kuala Lumpur, Malaysia. Sebanyak lebih dari 300 peserta dan 40 pembicara hadir dalam konferensi. Peserta dan pembicara yang hadir dalam konferensi ini umumnya berasal dari negara-negara Asia Pasifik, Eropa, Australia, Kanada dan Amerika Serikat. Mereka berasal dari perguruan tinggi dan profesional (seperti dokter spesialis anak, psikolog, kriminolog, ahli hukum dan pekerja sosial). Ada juga utusan dari berbagai organisasi internasional yang punya kosentrasi di perlindungan anak yaitu WHO dan UNICEF, termasuk ECPAT Internasional. Konferensi ini dibuka oleh Menteri Kesehatan Malaysia dan ditutup oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Pemuda.
Dalam konferensi ini Ahmad Sofian terpilih membawakan paper dengan judul “Sexual Exploitation of Boys Prostitution in Indonesia”. Paper yang dipresentasikannya merupakan sebuah hasil penelitian yang pernah dibiayai oleh ECPAT Indonesia. Beliau merupakan salah satu dari tiga orang Indonesia yang terpilih membawakan paper pada konferensi ini.
Dalam paparannya beliau mengatakan bahwa penelitian secara akademik tentang boy prostitution belum banyak dikalakukan di Indonesia, sehingga sulit menemukan publikasi yang benar-benar bisa dijadikan rujukan untuk konteks Indonesia. Dalam penelitian yang diakukannya, ditemukan berbagai bentuk eksploitasi seksual yang dialami oleh anak laki-laki yang dilacurkan. Penelitian yang dilakukan di empat kota yaitu Medan, Jakarta, Bandung dan Surabaya menemukan, bahwa boys prostitution menjadi mangsa para paedofil dan juga menjadi mangsa para gay. Kedua kelompok ini merupakan konsumen terbesar boys prostitution di Indonesia di samping kaum transgender dan wanita dewasa.
Karena anak laki-laki yang dilacurkan ini cenderung tertutup, maka diperlukan intervensi khusus agar mereka bisa diselamatkan dari praktik eksploitasi ini. Beberapa bentuk kekerasan dan eksploitasi seksual yang dialami anak laki-laki ini diantaranya praktek-praktek seksual yang menyimpang yang dilakukan oleh para konsumen seks ini, tidak ada alat pengaman yang melindungi mereka dari penularan berbagai penyakit seksual menyimpang, dan kesulitan mereka dalam mengakses layanan kesehatan karena berbagai faktor. Belum ada intervensi baik yang dilakukan masyarakat, organisasi masyarakat sipil, maupun pemerintah, sehingga makin memperparah kondisi ini. Anak-anak yang dilacurkan ini juga belum memiliki keberanian untuk melaporkan kasus-kasus kekerasan yang dialami mereka kepada penegak hukum. Situasi ini menjadi amat menyedihkan karena mereka akan berada dalam lingkaran kekerasan dalam sepanjang hidupnya. (***)
Published at :