KEDHEWA DAN PARTISIPASI BINUS
Pada tanggal 2 Oktober 2015 malam, Ketua Jurusan Business Law BINUS Shidarta, diundang dalam rapat Dewan Pakar Kelompok Diskusi Hukum Esmi Warassih (Kedhewa), bertempat di salah satu rumah makan di kota Semarang. Acara yang dikemas dalam suasana santai sambil santap malam ini dihadiri sendiri oleh figur kunci Kedhewa Prof. Dr. Esmi Warassih, S.H., M.S.. Selain itu juga tampak hadir Ketua Kedhewa Alfi Indra, S.H., M.H. dan Dr. Endang Sutrisno beserta aktivis Kedhewa dari beberapa perguruan tinggi, khususnya dari Universitas Diponegoro dan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Agenda pertemuan antara lain membahas tentang aktivitas Kedhewa dalam satu tahun terakhir ini dan persiapan acara pelatihan metode penelitian hukum yang akan berlangsung tanggal 3-4 Oktober 2015 di Fakultas Hukum Unissula.
Dalam pertemuan tersebut Prof. Esmi Warassih menyampaikan harapannya agar anak-anak muda generasi penerus hukum Indonesia yang tergabung dalam Kedhewa memiliki visi mengembangkan ilmu hukum dari perspektif filsafat dan keilmuan yang interdisipliner. “Dalam belajar hukum, aspek rasionalitas saja tidak cukup, melainkan juga perlu pendekatan spiritualitas,” demikian pesan guru besar sosiologi hukum Undip ini. Hal yang sama dipesankan oleh Prof. Dr. Mahmutarom yang juga hadir dalam pertemuan ini. Guru besar dari Universitas Wahid Hasyim ini menekankan pentingnya memahami teks hukum secara cerdas karena tiap-tiap teks harus disesuaikan dengan konteksnya. Pemahaman terhadap teks dalam hukum Islam pun membutuhkan pendekatan yang sama.
Dalam kesempatan berikutnya Shidarta juga berpesan agar Kedhewa dapat tampil sebagai kelompok diskusi hukum yang memiliki keunikan karena kedalaman analisis serta keluasan pendekatannya dalam mencermati suatu fenomena hukum. Kedhewa diharapkan dapat tampil lebih fokus terkait isu-isu yang menjadi perhatiannya karena Kedhewa juga pasti memiliki keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu tidak mungkin semua isu hukum dapat ditampung. Untuk menyiasati keterbatasan yang ada, maka jaringan kerja sama dengan sesama peminat/pemerhati hukum menjadi mutlak dan harus dimanfaatkan. Shidarta mengambil contoh Epistema Institute yang ia pernah terlibat di dalamnya sebagai sebuah organisasi yang lahir dari kelompok diskusi (lingkar belajar) yang mampu hadir dan memberi warna tersendiri dalam wacana pemikiran hukum Indonesia. Epistema bekerja sama sangat erat dengan jaringan di perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah. Kepiawaian dalam mencari dan mengelola dana juga harus dimiliki oleh kelompok diskusi ini, sehingga aktivitas Kedhewa tidak harus tersendat karena persoalan klasik terkait pendanaan. (***)