MENJAWAB SEPUTAR FENOMENA GO-JEK
Oleh: BAMBANG PRATAMA (Juli 2015)
Go-Jek adalah perusahaan yang didirikan oleh Nadiem Makarim untuk menjawab permasalahan yang ada pada moda transportasi yang dikenal dengan sebutan ojek. Adapun beberapa masalah umum yang dijawab oleh Nadiem antara lain:
- Penetapan harga oleh ojek yang umumnya sepihak, terkadang terasa tidak rasional, misalnya menghitung komponen biaya kemacetan tanpa ukuran yang jelas;
- Tidak memiliki SOP yang jelas dalam standar pelayanan dan standar keselamatan, misalnya: helm bagi pelanggan, masker bagi pelanggan dan sebagainya;
- Tidak ada kepastian jadwal kerena seringkali tukang ojek mangkal tidak memiliki jadwal yang jelas waktunya;
- Lebih mengandalkan personal approach, artinya tukang ojek seringkali lebih mengandalkan kedekatan personal dirinya dengan pelanggannya akan tetapi kekurangan dari hal ini tukang ojek yang bersangkutan cenderung memiliki pelanggan karena kemampuan tukang ojek tersebut untuk melayani banyak pelanggan.;
- Umumnya profesi ojek dijadikan sebagai survival-based business, sehingga tidak tercermin profesionalisme dari pengendaranya.
Jika merujuk pada pemikiran Joseph Schumpeter tentang entrepreneurship setidaknya ada empat unsur inovasi untuk menjalankan bisnis, yaitu dengan menggagas: produk baru, proses baru sehingga menghasilkan market yang baru.
Dalam hal ini, terobosan IT yang dilakukan oleh perusahaan Go-Jek adalah menjawab pertanyaan adalah menghubungkan antara pengguna jasa ojek dengan si tukang ojek melalui sarana teknologi informasi tanpa harus kenal antara tukang ojek dan pengguna ojek serta jaminan keamanan akan situasi tersebut sehingga keberadaan Go-Jek dapat diandalkan.
Di sini sistem IT yang dibuat oleh Go-Jek menjawab hal tersebut di atas. Selain itu, Go-Jek juga menambahkan beberapa beberapa fitur seperti jasa pengantaran, jasa order makanan. Hal ini tentunya sangat memudahkan kehidupan masyarakat sehari-hari dan juga dengan sendirinya membuka peluang kerja bagi orang-orang yang ingin menjadi ojek melalui perusahaan Go-Jek dan perusahaan Go-Jek ikut membangun bangsa karena membayar pajak.
Terlepas dari hal-hal positif di atas di tingkat implementasi terdapat beberapa masalah sosial sehingga menimbulkan masalah hukum, diantaranya:
- Adanya anggota Go-Jek seringkali mendapat perlawanan dari para tukang ojek konvensional sehingga menimbulkan kurangnya jaminan keamanan bagi para personel Go-Jek;
- Adanya diskriminasi hak ekonomi antara tukang ojek konvensional, antara moda transportasi Go-Jek dengan moda transportasi lainnya karena pada moda transportasi lain memerlukan ijin yang ketat dan biaya untuk mendapat ijin trayek sebelum beroperasi di jalanan, sedangkan pada moda transportasi ojek tidak memerlukan ijin apapun.
Dalam hal ini seharusnya pemerintah melakukan pengaturan yang jelas, apakah melarang aktivitas ojek atau mengijinkan. Jika mengijinkan maka sudah seharusnya ada ketentuan yang jelas untuk mengatur ojek seperti: standardisasi keamanan, penetapan rute yang jelas, penetapan aturan berlalu-lintas dan sebagainya. Dengan keadaan kekosongan hukum ini jika pemerintah mendukung keberadaan ojek melalui Go-Jek maka dukungannya harus dimanifestasikan ke dalam hukum positif bukan melalui statement-statement pejabat karena pembiaran situasi ini memberikan kesan pembiaran akan kekacauan pengaturan transportasi apapun itu alasannya.
Dengan adanya aturan yang jelas maka jaminan kepastian akan keamanan, pelayanan prima, standardisasi harga akan tercipta. Tanpa adanya aturan yang jelas maka carut-marut hukum transportasi akan menambah jumlah carut-marut hukum nasional kita. Fenomena Go-Jek dapat diibaratkan puncak gunung es, oleh sebab itu pemerintah perlu mewaspadai hal ini karena inovasi bisnis lainnya pasti akan muncul cepat atau lambat. Ekses dari inovasi di bidang bisnis nantinya akan menimbulkan masalah-masalah sosial lainnya yang tidak akan mampu dijawab oleh hukum, hal ini dikarenakan dinamika pasar sangat dinamis dibandingkan dengan dinamika hukum yang cenderung kaku.(***)