DISKUSI PENELITI BINUS DAN TIM PENELITI LAINNYA DENGAN KOMISI YUDISIAL
Tanggal 20 Februari 2015, bertempat di Kampus Ciumbuleuit Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, berlangsung pertemuan antara tim peneliti hukum dari BINUS, Universitas Katolk Parahyangan, Universitas Pasundan, dan Universitas Mataram, dengan Komisi Yudisial Republik Indonesia. Dari BINUS tampak hadir Dr. Shidarta, dan anggota tim peneliti lainnya adalah Dr. Niken Savitri, Dr. Anthon F. Susanto, dan Dr. Widodo Dwi Putro. Pertemuan ini membahas secara lebih detail usulan penelitian putusan hakim dan aspek terkait. Model penelitian tahun 2015 ini terbilang baru, sehingga membutuhkan diskusi mendalam terakit sisi-sisi metodologisnya. Diskusi dibuka oleh Kapus Palinfo Komisi Yudisial Roedjito dan kemudian ditutup oleh Sekjen Komisi Yudisial Danang Wijayanto.
Diskusi ini mengubah beberapa rencana yang telah disinggung dalam rapat di Kampus Universitas Pasundan pada beberapa waktu sebelumnya. Dalam diskusi tanggal 20 Februari 2015 ini, diputuskan akan ada empat provinsi yang akan digarap, yakni Jawa Timur, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Ketersediaan jejaring dan keaktifan penghubung di daerah-daerah ini merupakan salah satu indikator pemilihan sampel lokasi ini. Dari keempat provinsi ini kemudian akan diambil empat pengadilan negeri untuk ditetapkan secara purposif hakim-hakim yang akan menjadi informan.
Penelitian 2015 ini memiliki tujuan yang lebih spesifik, yaitu untuk menguji indikator-indikator yang dapat melengkapi atau memperkaya tolok ukur promosi dan mutasi hakim sebagaimana telah dijalankan oleh Mahkamah Agung selama ini. Komisi Yudisial merasa terpanggil untuk ikut membantu peningkatan kesejahteraan para hakim, termasuk memberi masukan bagi institusi terakit guna pengembangan indikator-indikator yang lebih terukur. Mengingat hakim-hakim yang terpilih sebagai sampel ini hanya mencakup sebagian kecil saja dari populasi hakim, maka penelitian ini tidak diarahkan untuk membuat generalasi. Penelitian tersebut lebih mementingkan dimensi kedalaman, bukan keluasan. (***)
(***)