KARAKTERISASI PUTUSAN DAN ANOTASI YURISPRUDENSI
Selama satu tahun terakhir ini Komisi Yudisial Republik Indonesia melakukan karakterisasi putusan yang dinilai memiliki yurisprudensi atau berlabel ‘landmark decisions’. Karakterisasi ini diarahkan untuk menangkap norma, asas, doktrin, atau adigium yang digunakan, berikut dengan kaidah yurisprudensi yang terungkap di dalam putusan itu. Selanjutnya dilakukan anotasi atas temuan ini.
Dosen Business Law Departement BINUS Dr. Shidarta, S.H., M.Hum., diundang untuk ikut mengomentari hasil karakterisasi dan anotasi tersebut, sekaligus dimintai saran tentang langkah-langkah berikutnya. Menurut Shidarta, upaya yang dilakukan oleh Komisi Yudisial ini sesuatu yang sangat bermanfaat, mengingat putusan-putusan hakim kita selama ini terbilang jarang mengutip yurisprudensi. Hal ini terjadi karena para hakim tidak memiliki akses yang mudah dan mutakhir terkiat informasi mengenai putusan-putusan yang layak dijadikan referensi.
Terlepas dari masih adanya sejumlah catatan dalam teknik formulasi anotasi, upaya karakterisasi dengan tambahan anotasi ini sudah menawarkan pendekatan baru dibandingkan dengan model sajian yurisprudensi yang selama ini dilakukan. Karakterisasi yang saat ini baru mencapai 74 putusan tentu masih jauh dari cukup. Untuk itu, BINUS sebagai salah jaringan Komisi Yudisial siap untuk membantu lembaga ini, termasuk menyiapkan tenaga reviewer. Dalam sarasehan yang dilakukan pada tanggal 7 November 2014 di IPB Guest House Bogor, Dr. Shidarta dari BINUS dan Dr. Anthon F. Susanto dari Unpas Bandung diminta untuk memberikan catatan/komentar lebih detail atas sejumlah anotasi yang sudah selesai dikarakterisasi. Pertemuan yang dipimpin oleh Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Komisi Yudisial Roedjito, S.Sos., M.Si., juga menyepakati untuk meneruskan program karakterisasi ini sampai nanti menghasilkan tampilan akhir yang lebih menarik dan informatif bagi para hakim khususnya dan penstudi hukum pada umumnya.
Pada kesempatan pertemuan yang didesain menjadi focus group discussion (FGD) tersebut, Shidarta juga mengungkapkan pengalamannya melakukan penelitian di Universitas Bina Nusantara terkait perumusan kaidah-kaidah yurisprudensi pada tahun ini serta diajarkan di program studi tingkat sarjana sebagai mata kuliah “Penalaran Hukum”. Dinyatakannya, perumusan ini dapat dilakukan dengan cara membuat silogisme atas penggalan demi penggalan pertimbangan hakim di dalam putusan. Lazimnya tiap rumusan kualifikasi tindak pidana, misalnya, akan disubsumsi ke dalam struktur fakta untuk kemudian muncul konklusi sebagai jawaban apakah rumusan itu memenuhi atau tidak unsur tindak pidana tersebut. Premis mayor ini memiliki potensi untuk memuat penemuan hukum dan kemudian dapat diangkat menjadi yurisprudensi. (***)