KKNI DAN PROGRAM MAGANG DI KURIKULUM BINUSIAN 2018
Dalam rangka menyambut kebijakan BINUS untuk memberi bekal pengalaman lebih banyak berupa kerja lapangan bagi para mahasiswanya, Program Studi Hukum Bisnis (Business Law) BINUS telah membenahi struktur kurikulumnya. Pembenahan ini datang pada saat yang tepat karena BINUS telah ditunjuk menjadi pilot project penerapan kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI) di perguruan tinggi. Itulah sebabnya, Prodi Business Law BINUS telah terlibat secara intens mengomentari KKNI bidang hukum yang sedang digodog oleh Ditjen Dikti, sekaligus memberikan masukan perbaikan rumusannya.
Struktur kurikulum yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang akan lulus tahun 2018 ini (Binusian 2018), sebenarnya telah selesai dirancang akhir tahun 2013 lalu. Setelah dibahas di tingkat internal, rancangan kurikulum (berikut dengan rumusan KKNI yang diusulkan Prodi Business Law BINUS) juga telah didiskusikan dalam focus group discussion (FGD) pada tanggal 1 Maret 2014, bertempat di Gedung Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung. Diambilnya tempat penyelenggaraan ini karena beberapa alasan. Pertama, karena beberapa rekan dosen dari Unpar telah mendapat hibah dari Dikti untuk menyusun KKNI bidang hukum secara nasional. Kedua, sejumlah pakar dan praktisi yang diundang dalam FGD memang berdomisili di kota tersebut.
Hadir pada kesempatan FGD ini adalah Prof. Dr. Bernard Arief Sidharta, S.H. mewakili akademisi sekaligus mantan Ketua Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia. Beliau juga pernah menjabat anggota Konsorsium Ilmu Hukum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Prof. Arief juga merupakan salah satu pendiri kantor hukum (lawfirm) Sidharta, Pohan & Associates. Selain itu juga hadir Dr. Anthon F. Susanto, S.H., M.H., seorang akademisi dan pimpinan Fakultas Hukum Universitas Pasundan (Unpas). Beliau adalah seorang assessor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), sehingga cukup akrab dengan isu-isu kurikulum pendidikan tinggi hukum. Posisi beliau saat ini adalah juga sebagai tenaga ahli di Komisi Yudisial Republik Indonesia. Nama lain yang diundang adalah seorang pakar hukum bisnis yang pernah bekerja sebagai konsultan hukum perbankan, yaitu Dr. Johannes Ibrahim, S.H., M.H. Saat ini Dr. Johannes Ibrahim adalah Wakil Rektor Bidang Akademik dan pernah menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha Bandung. Sebelum acara FGD tersebut, tim dari BINUS yang terdiri dari Shidarta dan Paulus A.F. Dwi Santo juga telah mengundang kesediaan pakar dan praktisi hukum lain untuk dapat hadir menyumbangkan pemikiran. Sayangnya, banyak dari mereka berhalangan karena benturan jadwal. Salah seorang anggota tim penyusun KKNI dari Unpar, yaitu Dr. Niken Savitri, S.H., LL.M., sekalipun tidak hadir dalam FGD, sempat pula menyampaikan pandangannya sebagai pribadi.
Pada sesi presentasi, wakil dari BINUS telah menunjukkan keterhubungan antara scientific vision keilmuan hukum, yang membedakan disiplin hukum ke dalam tiga tataran (ilmu hukum dogmatis, teori hukum, dan filsafat hukum). Masing-masing tataran ini memberi penekanan tertentu dalam pembelajarannya. Disadari bahwa khusus untuk pendidikan di tingkat S-1, penekanan memang masih dalam tataran dogmatika hukum, kendati tidak berarti mengabaikan pentingnya introduksi terhadap dua tataran berikutnya. Selain itu, market signal yang menjadi indikator penyerapan lulusan di “pasaran kerja” juga telah diperhatikan. Dipilihnya terminologi “hukum bisnis” untuk program studi ini merupakan pilihan serius yang harus ditunjukkan ke masyarakat. Keterampilan bernalar (legal reasoning) yang ingin ditanamkan ke para mahasiswa, mulai dari pengidentifikasian peristiwa hukum sampai ke pengambilan keputusan hukum, diyakini telah diadopsi di dalam rancangan kurikulum Binusian 2018 ini.
Posisi para peserta FGD yang sebagian adalah praktisi sekaligus akademisi hukum dalam membahas isu-isu tersebut, memang mampu membuahkan diskusi yang produktif dan konstruktif. Mereka menggarisbawahi bahwa penyusunan kurikulum yang hanya menggunakan pendekatan pragmatis dengan sekadar mengikuti selera pasar, pada akhirnya akan mendegradasi makna hakiki pendidikan tinggi, apalagi yang diklaim sebagai pendidikan akademis-universiter. Semua masukan yang diberikan oleh peserta FGD cukup positif dan apresiatif. Masukan inilah yang antara lain memberi keyakinan pada tim dari Prodi Business Law BINUS, bahwa struktur rancangan kurikulum Binusian 2018 ini patut untuk ditindaklanjuti agar bisa memberi hasil yang diharapkan. Dalam konteks ini, kerja sama dengan kalangan eksternal kampus, seperti asosiasi profesi hukum, industri jasa konsultasi hukum, lembaga negara dan pemerintahan, dan pengguna jasa lulusan lainnya, menjadi mutlak diperlukan.
Satu hal yang ikut diapresiasi adalah tentang rancangan kurikulum Business Law BINUS yang mengedepankan program magang selama dua semester. FGD telah memberikan masukan terkait ke program ini. Prof. Arief Sidharta dan Dr. Anthon F. Susanto mengingatkan agar program magang di BINUS harus berkorelasi benar dengan tujuan pembelajaran di pendidikan S-1. Program ini harus berkontribusi memperkaya pemahaman mereka terhadap pendidikan hukum yang sudah diterima sebelumnya.”Pengayaan yang diterima lebih ke aspek teknis hukum,” tegas mereka.
Atas dasar masukan di atas, rancangan kurikulum 3 tahun menempuh pendidikan teoretis dan 1 tahun magang (3+1) tersebut lalu dimatangkan kembali. Misalnya, beberapa mata kuliah yang dipandang berada dalam satu kluster rumpun ilmu kemudian digabung dan diberi nomenklatur baru. Komposisi kurikulum ini dipastikan telah memadai menjadi peletak dasar kemampuan mahasiswa dalam memahami dimensi keilmuan hukum. (***)
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...