KEIKUTSERTAAN DALAM INTERNATIONAL CYBERLAW SEMINAR DI BALI
Dosen Business Law Binus University, Bambang Pratama, S.H., M.H., pada tanggal 18-19 Maret 2014, berkesempatan mengikuti the 2nd International Cyberlaw Seminar dengan tema ‘Trusted Digital Identity and Authentication Policy for E-Public Services and Global Commerce”. Seminar diselenggarakan di Bali di bawah organisasi Lembaga Kajian hukum Teknologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Seminar ini tergolong lengkap dengan mengangkat isu tentang sistem elektronik pada lembaga publik yang harus disertifikasi dan memiliki standar keamanan. Data masyarakat yang dikelola oleh lembaga publik di antaranya adalah KTP elektronik (di bawah Kementerian Dalam Negeri) dan sistem administrasi badan hukum (di bawah Kementerian Hukum dan HAM).
Narasumber seminar datang dari dalam dan luar negeri. Mereka berbagi pengalaman tentang pengelolaan data oleh lembaga layanan publik, di antaranya dari negara-negara Uni Eropa, Australia, dan Amerika Serikat. Sesi lainnya berisi pemaparan tentang profesi notaris di era digital (cyber notary), yang di negara Perancis sudah dilakukan. Profesi notaris merupakan salah satu penyandang profesi hukum yang berperan penting dalam penyimpanan data dan sources program komputer, juga dalam hal lahirnya berbagai bentuk perjanjian yang dikemas secara elektronik.
Menurut Edmon Makarim yang tampil sebagai salah satu narasumber, cyber notary merupakan peluang bagi penyandang profesi ini pada era digital dewasa ini. Berbagai kemudahan aktivitas manusia yang difasilitasi oleh sarana teknologi informasi seharusnya dipandang sebagai peluang, bukan tantangan karena saat ini cyber notary di Indonesia masih sangat sedikit. Padahal cyber notary bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan karena sudah diakomodasikan oleh Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, misalnya tentang tanda tangan digital yang sudah diakui oleh undang-undang.
Narasumber dari Kementerian Informasi menambahkan bahwa untuk membangun sistem informasi di Indonesia, dibutuhkan alokasi 20% untuk investasi di bidang peralatan dan 80% sumber daya manusia. Termasuk di dalamnya, kebutuhan atas para sarjana hukum. Mengingat luasnya geografis Indonesia, pada era digital ini perlu juga dipikirkan kondisi saling terkoneksi antar-daerah, dan dengan sendirinya juga antar-negara di hampir setiap aspek kehidupan.
Dari seminar ini dapat ditarik kesimpulan tentang pentingnya mengaitkan profesi hukum dengan teknologi informasi. Oleh sebab itu profesi hukum yang melek teknologi informasi dalam hal penanganan data menjadi sebuah keharusan, terlabih lagi profesi hukum yang dapat memahami bidang hukum siber, yaitu area hukum yang menyediakan kesempatan yang terbuka lebar di masa mendatang. (***)