HILANGNYA PENUMPANG MALAYSIA AIRLINES DALAM KAJIAN HUKUM PERDATA INDONESIA
Oleh ANGGIA DYARINI MOHAMMAD (Maret 2014)
Sudah hampir dua pekan berlalu sejak hilangnya pesawat penumpang komersil Malaysia Airlines tujuan Kuala Lumpur – Beijing bernomor penerbangan MH370 pada dini hari tanggal 8 Maret 2014 yang lalu. Tim Search and Rescue (SAR) dan tim intelijen dari 26 negara di seluruh dunia telah dikerahkan untuk melacak keberadaan pesawat tersebut, namun hingga kini belum terdapat tanda-tanda keberadaannya di manapun. Dari 239 orang penumpang dalam pesawat naas tersebut, 7 orang di antaranya adalah Warga Negara Indonesia (WNI).
Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa aspek hukum Indonesia berlaku dalam kasus ini yang salah satunya yaitu aspek hukum perdata yang menyangkut status keberadaan ketujuh orang tersebut. Buku Kesatu (tentang Orang) Bab XVIII Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia mengatur mengenai ketidakhadiran seseorang, yaitu bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakilinya selama ia tidak berada di tempat tinggalnya itu. Lebih lanjut dalam bab tersebut dinyatakan bahwa seseorang yang tidak hadir selama jangka waktu tertentu dapat dinyatakan meninggal, apabila: (1) tidak hadir selama 5 tahun berturut-turut, terhitung sejak hari kepergiannya namun tidak ada kabar yang diterima dari orang tersebut atau sejak kabar terakhir bahwa ia masih hidup diterima dan orang tersebut tidak meninggalkan surat kuasa (Pasal 467 KUHPerdata); (2) tidak hadir selama 10 tahun berturut-turut, terhitung sejak hari kepergiannya namun tidak ada kabar yang diterima dari orang tersebut atau sejak kabar terakhir bahwa ia masih hidup diterima, di mana orang tersebut meninggalkan surtax kuasa namun sudah habis berlakunya (Pasal 470 KUHPerdata); (3) tidak hadir selama 1 tahun berturut-turut, terhitung sejak adanya kabar terakhir dan jika tidak ada kabar sejak hari berangkatnya, di mana orang tersebut termasuk awak atau penumpang kapal laut atau pesawat udara (Staatsblad 1922 No. 455); (4) tidak hadir selama 1 tahun berturut-turut, jika orang tersebut hilang pada suatu peristiwa fatal yang menimpa sebuah kapal laut atau pesawat udara, terhitung sejak tanggal terjadinya peristiwa. (Staatsblad 1922 No. 455).
Dari ketentuan tersebut di atas, terlihat bahwa kemungkinan yang terjadi pada pesawat MH370 tersebut (jika tidak selamat) adalah salah satu diantara mengalami kecelakaan fatal, atau menghilang tanpa jejak, yang kepastian akan keadaan tersebut harus diperoleh dari pihak yang berwenang selambat-lambatnya 1 tahun setelah tanggal kejadian, yakni pada tanggal 8 Maret 2015 mendatang. Konsekuensi yuridis ketentuan ini dalam hubungan hukum antara para penumpang MH370 yang merupakan WNI dengan keluarga atau kerabatnya yaitu tertundanya penyelesaian berbagai masalah dan status hukum perkawinan, keluarga, kewarisan maupun hubungan hukum lainnya yang terkait dengan perjanjian. Hal ini tentu menimbulkan kerugian baik moril maupun materil bagi pihak-pihak yang terkait hubungan keperdataan dengan para penumpang pesawat naas tersebut. Penyelesaian hukum yang memberikan kepastian dan keadilan di atas ketidakpastian inilah yang harus terdapat dalam Rancangan Perubahan KUHPerdata, agar lebih dinamis, sesuai dengan perkembangan jaman dan menjamin kepastian hukum. (***)
Published at :