Sosio-legal sebagai Alternatif Penelitian Interdisipliner di Bidang Hukum
Tanggal 18-19 Februari 2014 lalu, bertempat di Fakulas Hukum Universitas Brawijaya (UB) Malang, dilangsungkan pelatihan metode penelitian sosio-legal. Penyelenggaranya Epistema Institute Jakarta, bekerja sama dengan Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) dan Pusat Pengembangan Sosio-Legal (PPSL) Universitas Brawijaya. Salah satu pembicara yang diminta tampil membawakan makalah kunci adalah Dr. Shidarta, S.H., M.Hum. dari Universitas Bina Nusantara. Selain itu ada fasilitator lain, seperti Prof. Dr. Bernard Arief Sidharta, S.H. dari Unpar, Imam Kuswahyono dari UB, Herlambang Perdana W. dari Unair, dan Myrna Safitri, Ph.D. dari Epistema Institute. Peserta pelatihan ini datang dari berbagai perguruan tinggi dan LSM se-Jawa Timur.
Dr. Shidarta yang tampil membawakan materi “Pendekatan Sosio-legal sebagai Kajian Interdisipliner Hukum” menekankan pentingnya kajian sosio-legal dikuasai oleh para penstudi hukum, mengingat ilmu hukum dogmatis pada hakikatnya adalah ilmu praktis. Sebagai ilmu praktis, ilmu ini secara langsung akan dievaluasi produk-produknya oleh masyarakat. Artinya, sangat naif apabila pegiat studi ini mengabaikan pandangan masyarakat setiap kali ilmu ini menyuplai produk mereka ke masyarakat. Ilmu-ilmu empiris tentang hukum, seperti sosiologi hukum, antropologi hukum, perbandingan hukum, sejarah hukum, semiotika hukum, dan masih banyak lagi, berperan untuk membantu ilmu hukum dogmatis ini dengan mengungkapkan tanggapan masyarakat terhadap keberadaan dan fungsi hukum secara kontekstual.
Menurut Shidarta, kerja sama antara ilmu hukum dogmatis dengan ilmu-ilmu empiris tentang hukum akan terjadi dalam lingkup dinamika internal kajian sosio-legal. Pengertian ilmu-ilmu empiris tentang hukum inipun dewasa ini telah meluas, sehingga mencakup pula semua ilmu empiris di luar kategori ilmu-ilmu sosial pada umumnya. Shidarta mencoba mengelaborasi teori sosio-legal dari Brian Z. Tamanaha terkait dengan persoalan dinamika ini. Baru setelah proses dinamika internal ini selesai, persoalan di bawah ke dinamika eksternal. Pada tahap kedua ini, pegiat sosio-legal akan dihadapkan dengan kaum formalisme hukum. Teori dari Tamanaha ini disebut-sebut oleh Shidarta sebagai state of the art kajian sosio-legal saat ini. Ia menyatakan bahwa dengan cara pandang ini, kajian sosio-legal dapat dibedakan dengan kajian-kajian serupa, yang lazim dikenal sebagai kajian sosiologi hukum. Apabila pada pada dinamika internal terlihat benar ada upaya deskripsi dan eksplanasi, maka pada dinamika eksternal dapat ditemukan upaya preskripsi. “Di sinilah tampak bahwa penelitian sosio-legal sebenarnya masih berumah di dalam disiplin hukum,” ujar Shidarta yang salah satu bukunya berjudul Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi (Obor, 2009) kerap dipakai sebagai rujukan dalam pelatihan semacam ini.
Kegiatan pelatihan sosio-legal semacam ini sebenarnya sudah berlangsung beberapa kali. Pertama kali, pelatihan ini dilakukan di Jakarta sebanyak dua angkatan, lalu diadakan lagi di Semarang, dan terakhir di Malang. Dalam semua pelatihan ini, dosen Universitas Bina Nusantara dilibatkan secara aktif sebagai narasumber dan fasilitator. Pada pelatihan pertama, Business Law Department Universitas Bina Nusantara ikut menjadi penyelenggara. Dosen-dosen Binus yaitu Aad Rusyad Nurdin, Paulus A.F. Dwi Santo, Bambang Pratama, dan Besar juga hadir sebagai peserta aktif. Harus diakui bahwa di Binus sendiri, perhatian terhadap kajian sosio-legal ini masih perlu terus dikembangkan karena memang kajian ini terbilang belum terlalu populer bagi sebagian besar penstudi hukum di Tanah Air, bahkan sering pula dicurigai secara berlebihan sebagai bukan bagian dari metode penelitian hukum. (***)