PRO-KONTRA DALAM PANDANGAN HUKUM PENITENSIER PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT SCHAPELLE CORBY
Oleh VIDYA PRAHASSACITTA (Februari 2014)
Pro dan Kontra pembebasan bersyarat Schapelle Corby, narapidana perkara kepemilikan ganja seberat 4,2 Kg harus lah dilihat dari dua hal dalam hukum penitensier. Pertama, pemberian pembebasan bersyarat tersebut harus dilihat dari Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan peraturan pelaksanannya yang menganut teori rehabilitation. Kedua, pemberian pembebasan bersyarat tersebut juga harus dilihat dari sisi pemberantasan tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan psikotropika sebagai bagaian dari teori pencegahan kejahatan dalam pandangan hukum penitensier.
Pemberian pembebasan persyarat merupakan hak setiap narapidana termasuk Corby yang telah dipidana berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2221 K/Pid/2005 tanggal 12 Januari 2006 dengan hukuman 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 100 juta dengan subsider pidana penjara selama 6 bulan. Untuk dapat memperoleh pembebasan bersyarat seorang narapidana perkara narkotika harus telah menjalani 2/3 masa hukuman dengan minimal hukuman 5 tahun. Corby yang mendapatkan grasi dari Presiden berupa pengurangan hukuman selama 5 tahun dan mendapatkan remisi sebanyak 41 bulan, telah menjalani lebih dari 2/3 masa hukumannya sehingga telah memenuhi syarat materil dalam Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012. Selain itu Corby juga telah memenuhi persyaratan formil yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan demikian pemberian pembebasan bersyarat tersebut sejalan dengan tujuan rehabilitasi dari Undang-Undang No. 12 Tahun 1995. Namun ini kadang kala tidak dipahami oleh masyarakat awam karena masyarakat masih berpandangan bahwa pemidanaan merupakan suatu bentuk pembalasan atau retributif sehingga masyarakat bereaksi keras atas pemberian pembebasan bersyarat oleh pemerintah kepada Corby tersebut.
Meskipun pemberian pembebasan bersyarat merupakan hak bagi setiap narapidana akan tetapi dalam pemberiannya, pemerintah juga harus mempertimbangkan beberapa hal. Salah satunya ialah apakah pemberian pembebasan bersyarat tersebut akan memberikan pencegahan bagi calon pelaku kejahatan tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan psikotropika lainnya. Hal ini menjadi penting karena sejalan dengan upaya pemerintah untuk memberantas tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, dimana saat ini Indonesia merupakan salah satu negara tujuan peredaran dan pengguna barang haram tersebut. Tampaknya hal ini yang sering dilupakan.
Pada akhirnya dalam menyikapi pro kontra ini, kita hendaknya dapat melihat dari kedua sisi tersebut sehingga dapat memberikan pendapat dan pandangan yang lebih objektif. Hal inilah yang sering dilupakan ketika banyak masyarakat yang mengkritik langkah yang diambil pemerintah tanpa melihat dengan jernih permasalahan dan aspek hukum yang melatarbelakanginya.