MENGINDENTIFIKASIKAN PERBUATAN HUKUM SMS PENIPUAN
Oleh BAMBANG PRATAMA (Februari 2014)
Berikut ini adalah kutipan Short Message Service (SMS) berhadiah:
‘Surat Keputusan PT. MKIOS No.XI/01/2014. Menyatakan No. Anda mendapat hadiah Rp. 35 Juta. Dengan kode PIN: 25a7ih8f. Untuk info Kunjungi: www.gebyarmkios2014.webs.com‘
Contoh SMS di atas merupakan satu dari sekian banyak aksi penipuan yang dilakukan oleh pelaku dengan mengatasnamakan merek perusahaan tertentu untuk menipu korbannya. Modus yang dilakukan oleh pelaku penipuan biasanya dihubungi oleh korban dan diminta undang membayar sejumlah uang dengan alasan pajak hadiah dan sebagainya. Belakangan ini, aksi penipuan yang dilakukan dengan mengirimkan alamat website yang sudah dimodifikasi pelaku, sehingga sangat mirip dengan website aslinya, sehingga korban terperdaya oleh tampilan tersebut.
Apabila diamati secara jeli, maka halaman website yang dikirim dapat ditandai dengan domain penyedia jasa web atau blog yang pada umumnya gratis seperti .webs.com, .blogspot.com, .wordpress.com, dan sebagainya. Apabila diidentifikasikan, maka perbuatan yang dilakukan oleh pelaku penipuan antara lain:
- Pasal 35 Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu; memanipulasi informasi, dengan ancaman sanksi 12 tahun penjara dan denda 12 Miliah Rupiah.
- Pasal 90 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dengan ancaman sanksi 5 Tahun penjara dan denda 1 Miliah Rupiah untuk pendaftaran nama domain internet atas merek terkenal.
- Pasal 22 Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dengan ancaman sanksi 6 bulan penjara dan denda 600 juta rupiah
- Pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan dengan ancaman penjara maksimal 4 tahun.
Dari ketiga rumusan perbuatan yang dilarang yang dapat dikenakan kepada pelaku penipuan sesungguhnya sudah memiliki sanksi yang berat, tetapi anehnya penipuan dengan menggunakan media telekomunikasi melalui SMS masih marak terjadi, sehingga seolah-olah saksi pidana tidak membuat efek jera.
Selain ketiga perbuatan pidana tersebut di atas, seharusnya pelaku juga dapat dijerat dengan perbuatan melanggar data pribadi (privacy right) atas nomor telepon korban apabila data tersebut diambil dari suatu bank data suatu perusahaan. Tetapi saat ini pengaturan mengenai privacy right di Indonesia belum di atur secara khusus.