KULIAH TENTANG “OIL & GAS LAW” UNTUK MAHASISWA BUSINESS LAW
Pada tanggal 14 Desember 2013, Prodi Business Law Binus University mengundang pembicara Yandri Hendarta, S.H., LL.M., seorang senior legal counsel dari Total E & P Indonesie. Ia mengangkat topik tentang “basic oil and gas law”. Menurut Yandri, area bidang hukum perminyakan dan gas ini sangat menarik karena di dalamnya ada banyak permasalahan hukum, sementara ahli hukumnya sendiri belum banyak di Indonesia.
Pembicara lulusan FH Unpar dan University of Texas yang pernah menjadi konsultan hukum di HHP Law Firm ini menyatakan bahwa pertambangan di Indonesia diatur dalam berbagai rezim hukum sesuai dengan bidang-bidang pertambangannya, seperti pertambangan umum (mineral emas, perak, tembaga, pasir), batu bara, minyak dan gas bumi (migas), dan panas bumi. Akhir-akhir ini bahkan dikembangkan aneka energi lain yang diperoleh dari matahari (solar), air (hydro), angin, dan nuklir. Ia juga menjelaskan mulai dari sejarah minyak dan gas, tahap-tahap kegiatan eksplorasi dan produksi, yang ternyata memakan biaya dan waktu sangat besar. Hal-hal seperti ini memerlukan perhatian pada saat para pihak memformulasikan hak dan kewajiban mereka di dalam perjanjian. Di Indonesia, perjanjian di bidang migas secara luas menggunakan production sharing contract yang menggantikan sistem kontrak karya. Dalam pertambangan umum, sistem kontrak karya masih tetap digunakan.
Sistem production sharing contract ini ditemukan oleh Ibnu Sutowo tatkala dipercaya oleh Pemerintah Orde Baru mengepalai Pertamina. Dalam sistem ini gross revenues setelah dikurangi cost recovery akan menjadi profit oil/gas, dan setelah dikurangi lagi dengan pajak, akan menjadi net oil/gas. Hasil bersih inilah yang kemudian dibagi antara pemerintah dan kontraktor. Persentase pembagiannya antara 65-85% untuk Pemerintah Indonesia. Dengan pola ini, dirasakan akan lebih menguntungkan daripada sistem kontrak karya yang hanya mendatangkan royalti.(***)