People Innovation Excellence

MENGGALI KARAKTERISTIK BADAN LAYANAN UMUM (BLU)

Oleh SHIDARTA (Juli 2019)

Badan Layanan Umum (BLU) adalah sebuah entitas bisnis yang dikenal dalam manajemen perbendaharaan negara. Persepektif ini kita gunakan karena memang istilah BLU tersebut dimunculkan pertama kali di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-undang ini menggantikan Indonesische (semula: Indische) Comptabiliteitswet atau Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia; Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448, sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968. Menurut hukum positif Indonesia, perbendaharaan negara didefinisikan sebagai pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Pada era Pemerintahan Hindia Belanda, tatkala Indonesische Comptabiliteitswet  (S.1925: 448) ini diundangkan, status Indonesia tentu belum merupakan sebuah negara berdaulat. Pasal 1 dari undang-undang ini menyatakan: “Indonesië is een rechtspersoon, die hetzij door den Gouverneur General, hetzij door den Minister van Overzeese Rijksdelen wordt vertegenwoordigd” (Indonesia adalah suatu badan hukum yang diwakili oleh Gubernur Jenderal atau Menteri yang bertanggung jawab atas koloni-koloni). Setelah Indonesia merdeka, undang-undang ini tetap berlaku kendati sempat mengalami perubahan kecil pada empat pasal, yaitu Pasal 6,7,8 dan 9, melalui Undang-undang Darurat Nomor 3 Tahun 1954. Uniknya, Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1954 ini tidak sekadar mengubah Indonesische Comptabiliteitswet tetapi sekaligus juga mengubah Undang-Undang [Keuangan] Perusahaan Indonesia (Indonesische Bedrijvenwet; S.1927: 419). Perubahan berikutnya baru terjadi lagi melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968, yang sebenarnya justru mengembalikan lagi ke ketentuan Indonesische Comptabiliteitswet mengenai tahun anggaran, yaitu dimulai dari tanggal 1 April sampai tanggal 31 Maret tahun berikutnya.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara tidak menyebutkan dirinya sebagai peraturan yang mencabut Indonesische Bedrijvenwet (S.1927: 419), tetapi hanya mencabut Indonesische Comptabiliteitswet (S.1925: 448). Indonesische Bedrijvenwet ini telah “dicabut” jauh sebelumnya, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, kendati bunyi pasal yang mencabutnya sebenarnya tidaklah diformulasikan secara tegas. Pasal 33 ayat (2) huruf a dari Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 menyatakan: “Dengan didirikannya perusahaan negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini maka “Indonesische Bedrijvenwet” (I.B.W.), Staatblad 1927 No. 419, tidak berlaku lagi bagi perusahaan negara yang bersangkutan.”

Dalam perkembanganya kemudian, dipandang bahwa usaha berbentuk perusahaan negara berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 ini tidak berjalan secara efisien, sehingga perlu untuk segera ditertibkan. Akhirnya, muncul Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1969  tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara. Perpu ini lalu dikukuhkan menjadi undang-undang, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969.

Pasal 1 dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 menyatakan: “Kecuali dengan atau berdasarkan undang-undang ditetapkan lain, usaha-usaha negara berbentuk perusahaan dibedakan dalam: (1) perusahaan jawatan, disingkat perjan, (2) perusahaan umum, disingkat perum, (3) perusahaan perseroan, disingkat persero.”

Ketiga bentuk ‘perusahaan negara’ ini tunduk pada tiga peraturan yang berbeda, yaitu:

  1. Perjan adalah perusahaan negara yang didirikan dan diatur menurut ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Indonesische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana yang telah beberapa kali dirubah dan ditambah. Jadi, di sini terbukti bahwa Indonesische Bedrijvenwet ini sekalipun sudah pernah dinyatakan dicabut dengan Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960, ternyata masih tetap dijadikan acuan tatkala diberlakukannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 ini.
  2. Perum adalah perusahaan negara yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960.
  3. Persero adalah perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas seperti diatur menurut ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (S.1847: 23) sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dan ditambah baik yang saham-sahamnya untuk sebagiannya maupun seluruhnya dimiliki oleh negara. Di kemudian hari nanti, perseoran terbatas ini diatur dengan undang-undang terpisah.

Apabila kita mengacu pada pola pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, tampak sekali bahwa persero ini adalah sebuah perusahaan negara yang paling mandiri. Dalam kemandirian ini, ia diarahkan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya melalui kegiatan usahanya itu. Hal ini sejalan dengan filosofi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Lain halnya dengan perjan yang filosofinya lebih untuk pelayanan publik secara penuh (full public service), sehingga beban keuangannya ditanggung oleh negara. Perum berada di antara kedua pola dan filosofi ini.

Ada satu hal yang ingin ditekankan di sini, bahwa dari perjalanan sejarah di atas terlihat bahwa apa yang dikenal sebagai perusahaan negara itu, paling tidak antara era 1960 sampai dengan tahun 1969, hanya dikenal satu model, yang semuanya mengacu seperti halnya model perusahaan umum (perum). Barulah pada tahun 1969, perusahaan-perusahaan negara tertentu memisahkan diri menjadi perjan atau persero. Sementara sisanya, yang tidak mengubah bentuk, tetap tinggal menjadi perum dan tunduk pada ketentuan lama, yakni Undang-undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960.

Istilah “perusahaan negara” (PN) setelah era tersebut nyaris tidak lagi dikenal dalam wacana publik, dan mulailah diperkenalkan istilah baru, yaitu badan usaha milik negara (BUMN). Untuk konteks daerah, dikenal badan usaha milik daerah (BUMD). Sedikit demi sedikit, BUMN ini lalu mengubah diri mengarah ke bentuk tunggal, yaitu persero. Saat ini hanya tinggal beberapa saja BUMN yang masih berbentuk perum. Sementara BUMN berbentuk perjan sudah tidak lagi dikenal.

Lalu, di mana posisi perjan ini? Ternyata dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, muncul bentuk usaha baru yang diberi nama ‘badan layanan umum’ (BLU). Menurut undang-undang ini, BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Kata “Pemerintah” dalam undang-undang ini tidak didefinisikan secara eksklusif hanya pemerintah pusat, sehingga harus ditafsirkan secara luas, bisa pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Artinya, kita juga mengenal ada BLU sebagai instansi di lingkungan pemerintah pusat dan ada juga BLU sebagai instansi di lingkungan pemerintah daerah.

Pasal 68 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menjadi penting untuk dicermati dalam rangka memahami posisi dan peran dari BLU.

(1) Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

(2) Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan Badan LayananUmum yang bersangkutan.

(3) Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.

(4) Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.

Menurut Pasal 3 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, penyelenggaraan kegiatan BLU ini adalah tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. Prinsip tidak mengutamakan pencarian keuntungan ini, mengingatkan pada usaha-usaha perjan atau perum.

Dilihat dari area kegiatan usahanya, BLU bergerak dalam layanan kesejahteraan umum dan pencerdasan kehidupan bangsa. Suatu area yang juga mirip dengan perjan atau perum. Usaha-usaha kesejahteraan umum dan pencerdasan kehidupan bangsa itu tentu sangat luas spektrumnya. Untuk itu, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 ditekankan adanya persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Tiga persyaratan ini wajib dipenuhi apabila ada instansi pemerintah ingin menyelenggarakan layanan umum dengan menggunakan Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK-BLU). Perihal bidang usaha BLU berkaitan dengan keterpenuhan syarat substansif. Dinyatakan di dalam Pasal 4 ayat (2), syarat substantif itu adalah BLU yang bergerak dalam bidang: (1) penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum; (2) pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat ataua layanan umum; dan atau (3) pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau layanan kepada masyarakat.

Penjelasan Pasal 4 ayat (2) menyatakan sebagai berikut:

Bidang layanan umum yang diselenggarakan oleh instansi dengan PPK-BLU, meliputi kegiatan pemerintah yang bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang menghasilkan semi barang/jasa publik (quasi public goods). Contoh instansi yang menyelenggarakan penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum adalah pelayanan bidang kesehatan seperti rumah sakit pusat atau daerah, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan pengujian. Contoh instansi yang melaksanakan kegiatan. pengelolaan wilayah atau kawasan secara otonom adalah otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet). Contoh instansi yang melaksanakan pengelolaan dana adalah pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, pengelola penerusan pinjaman, dan pengelola tabungan perumahan.

Istilah semi barang/jasa publik (quasi public goods) ini menarik untuk dicermati. Dalam sebuah definisi yang diberikan oleh Economics Online (lihat: <https://www.economicsonline.co.uk/Definitions/Quasi_public_good.html>, yang disebut dengan:

Quasi-public goods have characteristics of both private and public goods, including partial excludability, partial rivalry, partial diminishability and partial rejectability. Examples include roads, tunnels and bridges. Markets for these goods are considered to be incomplete markets and their lack of provision by free markets would be considered to be inefficient and a market failure.

Contoh dari semi barang/jasa publik ini adalah jalan, terowongan, dan jembatan. Pasar untuk barang-barang ini dianggap sebagai pasar yang tidak lengkap dan kurangnya penyediaan oleh pasar bebas akan dianggap tidak efisien dan kegagalan pasar. Untuk lebih jelasnya, semi barang/jasa publik ini dapat dikontraskan dengan barang/jasa publik yang murni (pure public goods).

Sebagai contoh, penerangan jalan adalah sebuah barang/jasa publik yang murni. Penerangan jalan ini bersifat tak terelakkan (non-excludable). Artinya, ketika suatu penerangan jalan ini terpasang dan menyala, maka tidak ada seorang pun yang dapat mengelak untuk memanfaatkannya. Sifat lain adalah ia tidak mengenal persaingan (non-diminishability atau non-rivalry). Semua orang yang menikmati penerangan jalan, mereka semua menikmatinya secara bersama-sama dan di sini tidak terjadi persaingan satu dengan yang lain. Sifat lain adalah tak tertolakkan (non-rejectable). Hampir sama dengan sifat yang pertama, maka pada sifat yang satu inipun semua orang wajib untuk menerimanya sebagai sebuah keniscayaan sehingga tidak mungkin untuk ditolak. Fungsi penerangan jalan adalah suatu keniscayaan yang melekat pada keberadaan fasilitas jalan itu sendiri, sehingga tidak mungkin membiarkan ada jalan tanpa penerangan jalan.

Apabila dikategorikan sebagai semi barang/jasa publik, maka sifat-sifat di atas tidak lagi penuh. Jadi barang/jasa itu memungkinkan untuk sebagian dapat dielakkan, sebagian dapat diperebutkan, dan sebagian dapat ditolak. Layanan rumah sakit dan pendidikan adalah contoh-contoh yang paling sering diberikan untuk menyebutkan semi barang/jasa publik ini.

Dengan demikian, sekali lagi—bila dicermati dari area usaha BLU yang berhubungan dengan penyediaan semi barang/jasa publik itu, maka sekilas ia menjadi sangat mirip dengan perjan dan perum. Namun, karena perum saat ini ada di bawah pengelolaan Kementerian BUMN, dan BLU tidak termasuk dalam ranah kewenangan Kementerian BUMN, sehingga instansi BLU tidak bisa diklasifikasikan ke dalam pengganti format ‘perum’. Kesimpulan sementara adalah bahwa BLU ini diposisikan menggantikan tempat yang lowong setelah ‘perjan’ dihapuskan.

Kesimpulan sementara seperti di atas tentu terbuka untuk disangkal karena pada saat kelembagaan BLU diangkat sebagai pranata di dalam hukum positif, tepatnya dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2004, terminologi ‘perusahaan jawatan’ atau ‘perjan’ sama sekali tidak ditemukan. Namun, terminologi ‘perusahaan umum’ dan ‘perusahaan perseoroan’ masih ditemukan di dalam Penjelasan Pasal 67 ayat (2). Artinya, wacana untuk mengatakan BLU sebagai pengganti fungsi atau peran perjan, menjadi tidak cukup argumentatif. Belum lagi jika dicermati perbedaan dari aspek persyaratan teknis dan administratif yang tidak sama antara BLU dan [dulu] perjan.

Satu hal yang mungkin masih dapat ditarik persamaan kareakteristik di antara keduanya adalah ketika ditilik dari sisi filosofis. BLU dan perjan sama-sama entitas yang didirikan untuk melayani kepentingan publik. Keduanya juga tidak dipersyaratkan untuk semata-mata mengejar keuntungan finansial. (***)



Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close