People Innovation Excellence

MENGAPA SULIT MENERIMA KEKALAHAN ?

Oleh AGUS RIYANTO (April 2019)

Di dalam kehidupan ini tidak semua yang dicita-citakan dapat menjadi kenyataan.
Dapat terjadi sebaliknya. Menghadapi realitas yang tidak sama dengan harapan ini
terkadang rasionalitas dilawan dan nalar ditinggalkan. Demikian pula halnya di
dalam hal terjadi kekalahan sebaiknya diterima sebagai bagian dari harapan yang
belum tercapai, namun dalam kenyataannya tidak mudah menerimanya. Potret
itulah yang di dalam belakangan hari-hari ini menjadi bagian pasca seluruh bangsa
Indonesia menjatuhkan pilihannya pada tanggal 17 April 2019 lalu. Meskipun hingga
ditulisnya artikel ini belumlah ada keputusan final siapakah yang menjadi pilihan
terbaik untuk memimpin tertinggi bangsa Indonnesia, tetapi sedari awal sebelum
keputusan lembaga resmi itu dijatuhkan bersiaplah menerima kekalahan itu sebagai
bagian sebuah pilihan.

Terimalah kekalahan sebagai sebuah proses yang seharusnya ada. Tidak harus
disesali yang telah terjadi, tetapi kesemuanya adalah memang harus ada
pemenangnya dan tidak mungkin dalam dua pilihan terbaik keduanya menjadi
pemenang. Pemenang yang sejati adalah masyarakat dan bangsa Indonesia itu
sendiri. Yang selalu menjadi putaran buahan pernyataan adalah mengapa kita tidak
dapat menerima kekalahan itu harus ada ? Hal ini tidak saja terjadi dalam lapangan
politik, tetapi dalam keseharian berolah raga juga sering terjadi seperti misalanya
Sepak Bola. Dengan menggunakan olah raga yang banyak sekali penggemarnya
sebagai pilihan contoh betapa fanatisme terhadap team favoritnya telah menjadikan
penggemarnya bak idola yang tidak ada celah salahnya. Dalam pandangan penggila
bolanya ini team kesayangannya harus selalu menang dan menang. Kekalahan
bagaikan sebuah aib yang tidak harus hadir di lingkungannya sehingga segalah
dukungan dan upaya selalu diusahakan untuk ada. Dengan kefanatikan terhadap
team sepak bola kesayangannya ini, maka terkadang rasa bahagia itu hadir apabila
kemenangan adalah kenyataan yang seharusnya terjadi. Namun haruskah demikian
? Tentu sajalah tidak jawabannya. Hal ini karena dalam permainan akan selalu ada
yang menang dan kalah sebagai rangkaian kejadian. Untuk itu, maka terimalah itu
sebagai realitas kehidupan sebuah permainan olah raga. Tidak mungkin sebuah
club atau team akan selalu menjadi pemenang dan bukan dapat saja sekali waktu
kalah oleh karena pertandingan melawan lainnya berat dan lebih kuat dari padanya.
Bersikaplah sportif untuk menerima kekalahan itu sebagai keniscayaan.

Dengan menggunakan analogi pertandingan sepak bola sebagai pembanding
pemikiran, maka sudah waktunya dalam menghadapi pilihan bangsa ini yang
dilakukan lima tahun sekali adalah lebih baik menerima kekalahan dengan sportif.
Sportif di dalam arti bahwa kesemuanya telah berjalan sesuai dengan aturan dan
kecurangan telah ditegakkan dan pihak pengadil pemilu telah berbuat fair dan
obyektif serta tidak memihak. Kalaupun tidak dapat menerima keputusan kalah

gunakan jalur-jalur hukum yang telah tersedia seperti Mahkamah Konstitusi (MK)
untuk menyelesaikan dan mengadilinya. Tidak pada tempat apabila menggunakan
elemen ekspresi jalanan (people power) sebagai medium pilihannya dalam
menggungkapkan rasa kekecewaan itu. Pilihan itu hanya akan memperkeruh dan
mempertajam polarisasi di dalam masyarakat dan bukan tidak mungkin menambah
keruh dan berpeluang konflik setelah itu di masyarkat. Hindarilah dan berpikir ulang
sebelum semuanya terjadi dan mencobalah berpikir dengan tenang melihat semua
permasalah ini dengan jernih masalahnya.

Memang sulit jika telah begitu fanatiknya terhadap idola kita, tetapi haruskah
semuanya itu menjadi begitu membabi buta terhadapnya. Gunakanlah pilihan kita
dengan wajar dan proporsional memotret dan menilainya. Hal ini dibutuhkan dengan
tujuan untuk dapat menilainya dengan lebih obyektif. Kalaupun pilihan kita belum
berhasil itu tidak berarti itu sebagai akhir pilihan kehidupan. Masih terbuka
kesempatan di lain waktu untuk dapat terpilih kembali. Untuk itu perlu kesabaran
tinggi untuk menerimanya. Berat memang, tetapi begitulah putaran kehidupan ini
dalam kontetasi pemilihan. Fanatisme yang terlalu berlebihan tidak baik untuk
pribadi kita sebagai manusia biasa dan tinggalkanlah hal ini jika masih ada. Yang
sebaiknya hadir adalah fanatisme yang wajar dan tidak emosional yang terkadang
ditamabahinya dengan kebencian yang akan membenturkan kepada buah
kedendaman terhadap pilihan yang tidak sama dengan pilihannya. Buanglah energi
yang negatif ini dalam kehidupan dan kebersamaan ini.

Menghadapi semuanya ini bersiaplah kita menerima kenyataan kekalahan sebagai
buah dari rangkaian proses yang seharusnya terjadi. Untuk itu, maka favoritisme
yang terlalu dalam dan berlebih terhadap pilihan sudah waktunya untuk dipikirkan
ulang dan mulai dengan menerima realitas yang terjadi sebagai lebih terbuka dan
lapanglah dada kita. Kekalahan memang tidak mengenakan, tetapi apabila hal itu
dilihatnya sebagai bagian menuju tahap kedewasaan berpikir dan bermasyarakat,
maka dengan lebihlah tenang menerimanya. Buanglah jauh emosional dan
berpikiran buruk terhadap lawan pilihan yang tidak sejalan, tetapi nilailah itu sebagai
kompetitor yang akan menjadikan bangsa Indonesia lebih maju dan ke depan
menuju kehidupan yang lebih baik lagi. Penutup, penulis teringat kata-kata dari
mantan Perdana Menteri Australia, Paul Keating, waktu kalah di dalam pemilihan
umum di Australia. Beliau mengatakan bahwa : “kekalahan itu adalah bagian dari
demokrasi”. Dapatkah kita belajar banyak dari pada Paul Keating ? Semoga.


Published at :

Periksa Browser Anda

Check Your Browser

Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

We're Moving Forward.

This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

  1. Google Chrome
  2. Mozilla Firefox
  3. Opera
  4. Internet Explorer 9
Close